untoward (2)
WARNING!!
•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada perkataan yang menyinggung.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.
~Selamat Membaca~
Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan hampir satu setengah jam, Solar dan Thorn akhirnya tiba di tujuan mereka. Kedua remaja itu menempuh jarak yang cukup jauh, melalui jalan kota yang ramai, hingga jalan setapak yang sunyi. Mereka berdua sudah kelelahan dan lesu.
Berhenti sejenak, membiarkan tubuhnya merasakan kelelahan yang mendalam. Keduanya merasa kakinya berat, dan napas yang terengah engah.
Sementara tak jauh di depannya, tampak seorang pemuda berhoodie biru sedang duduk di pinggir danau. Dia tampak termenung, seolah olah tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Angin berhembus lembut, membuat hoodie birunya bergerak gerak seiring hembusan angin.
Dengan langkah yang masih lelah, perlahan keduanya menghampiri pemuda itu. Mereka berdiri di samping Taufan, ikut menatap danau yang tenang dan biru.
"Woy malah enak enakkan ngelamun disini" tegur Solar
Taufan agak tersentak dengan kehadiran temannya yang dirasa tiba tiba. Menyeka air matanya dengan terburu, ekspresinya pun dengan mudah dirubah seperti biasanya.
"Eh hehe siapa yang ngelamun elah gue- loh??" tak melanjutkan ucapannya, Taufan terdiam setelah melihat sosok pemuda yang ia kenal berdiri di samping Solar
"Eh? Kamu kan..." pun dengan Thorn yang sama terkejutnya
Mereka terdiam beberapa menit, sementara Solar yang bingung hanya menatap wajah mereka bergantian.
"Apa sih? Kalian ngapa dah?"
Taufan terkekeh garing, lantas berdiri dan menepuk bagian belakang celana,
"Lo Thorn kan? Yang tadi dateng ke makam sepupu gue? Ternyata emang temenan sama si bensin ini ya haha" perkataannya langsung dihadiahi tatapan sinis dari si empunya nama
"Heem, wah gak nyangka kita bakal ketemu disini lagi"
"Apa..jangan jangan...kita ini jod-"
Sebelum Taufan menyelesaikan kalimat sesatnya, Solar memilih untuk menjitaknya lebih dulu, mengabaikan ringis si korban.
"Ngawur! Jadi, kalian udah saling kenal kah?"
Diberi pertanyaan sederhana begitu, Thorn mengetuk kecil dagunya dengan ujung jari telunjuk "Emm, baru kenal tadi pagi sih. Jadi, temen Thorn itu ternyata sepupunya Taufan"
"Oala, kebetulan yang cukup menarik. Okelah, yuk buruan langsung nyari barang yang mau dibeli Fan"
"Buset dah slow napa, buru buru banget kayanya. Mau kemana lo?" ucapnya sambil merapihkan rambutnya yang juga sedikit berantakan karena terpaan angin
"Biar sat set. Udah lah ayo" ketusnya yang langsung berjalan lebih dulu
Dua temannya hanya terkekeh geli melihat Solar seperti perempuan PMS yang kadang emosian, kadang biasa saja. Dan pada akhirnya mereka memilih mengikuti langkahnya sembari berbincang bincang.
=====
Berjalan kaki lagi dan lagi, Taufan bersama kedua temannya memasuki labirin yang dikenal sebagai mall. Mereka berkeliling, berjalan melalui lorong demi lorong, toko demi toko, mencari barang yang pemuda biru itu inginkan untuk disekolah.
Waktu berlalu, satu jam, dua jam, namun hasilnya nihil. Barang yang dia cari seolah olah menghilang, tak terlihat di antara berbagai produk yang dipajang. Meski lelah dan kecewa, Taufan tetap berusaha fokus tetapi sayangnya, hari itu sepertinya bukan hari beruntungnya. Barang yang dia cari tak kunjung ditemukan.
"Sumpah Fan, rehat dulu ngapa? Lo gak liat hah kaki kita berdua udah keriting gini?!" protes Solar yang sudah berada dipuncak kelelahan
Sementara Taufan yang masih terlihat sehat bugar itu menoleh, mengerjap, dan tertawa keras. Kenapa? Karena dia lupa kalau dia tidak sedang sendirian.
Kurang ajar memang.
"Waduh, gue lupa kalau ada kalian juga" ucapnya tak merasa bersalah
"Bener bener lo ya, kalau gak lagi disini udah gue kulitin lo"
"U-udah udah, daripada berantem mending..kita istirahat di kedai ice cream itu yuk" lerai Thorn yang kondisinya tak jauh berbeda dengan Solar
.
.
.
Solar adalah seorang pemuda yang selalu berjuang dengan tekanan untuk menjadi yang terbaik. Namun semenjak masuk sekolah menengah atas, dia merasa seperti tenggelam dalam lautan kegagalan dan kekalahan yang tak pernah berakhir. Baik dalam hal akademik maupun non akademik, penurunan prestasinya menjadi masalah yang cukup serius baginya.
Sejak kecil, Solar selalu menjadi bintang yang bersinar di antara ribuan siswa lainnya. Dengan otaknya yang cerdas dan ajaib, dia selalu bisa menyelesaikan soal dan tugas dengan mudah, mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling sulit.
Namun, pencapaian luar biasanya ini sering kali diabaikan oleh orang tuanya. Mereka tampak acuh tak acuh ketika Solar berprestasi, tetapi begitu dia membuat kesalahan sekecil apa pun, mereka tampak marah dan tidak senang. Sikap dan tatapan mereka seolah olah mengatakan bahwa dia harus selalu menjadi yang terbaik sepanjang masa.
Dalam keadaan yang sulit seperti itu, ia merasakan tekanan dan stres yang terus meningkat. Setiap kali dia mencapai sesuatu yang baik, dia berharap mendapatkan pujian dan pengakuan dari orang tuanya. Namun, sayangnya, yang dia dapatkan hanyalah ucapan yang menunjukkan ketidakpuasan.
"Udah seharusnya kan kamu dapet nilai segitu? Hhh, malah ada nilai yang kurang nih, benerin lagi" ucap Farezha selaku ayahnya
"Kamu harus bisa nutupin kekurangan kakak kakak kamu itu. Jangan ikutan bikin malu ayah"
"Iya...ayah"
Tak kalah dengan ayahnya. Lia sebagai ibunya juga memberikan respon yang sama. Ibunya adalah seorang influencer terkenal yang seringkali lebih memprioritaskan karir sosialitanya daripada perhatian pada ketiga putranya.
"Hm, nilainya A doang? Gak A+?"
"Tapi..itu juga cuma Solar seorang loh yang dapet nilai A dikelas"
"Dikelas? Bukan dari satu sekolah?"
Solar merasa seperti dia tidak pernah bisa memenuhi harapan orang tuanya, tidak peduli seberapa keras dia berusaha. Setiap kali dia berhasil, itu tidak pernah cukup. Solar merasa seperti dia selalu hidup dalam bayang bayang kegagalan dan ketidakpuasan.
Tekanan ini membuat Solar merasa rendah diri dan meragukan kemampuannya sendiri. Dia merasa seperti tidak cukup baik dan tidak pantas mendapatkan pujian atau penghargaan.
Stres yang dia rasakan mulai memengaruhi kesehatan mental dan emosionalnya.
"Inikah yang dirasain Hali waktu itu? Ahaha"
"Lo kenapa Lar?" suara Taufan berhasil memecahkan lamunannya " Dari tadi ngelamun, kaya orang kelilit utang"
"Ck, apasih. Bukan urusan elo" Solar menjawab dengan ketus
"Ice creamnya sampe cair loh itu" Thorn ikut bersuara, menunjuk wadah es milik temannya yang kini malah terlihat seperti cairan sirup kental.
Solar menghela napas, mulai menyuapi kembali ice cream ke dalam mulutnya dengan malas. Tiap kali ia sedang terdiam, masalah hidupnya yang mungkin terbilang biasa saja bagi beberapa orang itu selalu terputar kembali dikepalanya.
Apalagi hari ini, kedua kakak kembarnya yang sudah hampir enam tahun lamanya berpisah, akan pulang kembali kerumah dan tinggal bersama.
Entah masalah apalagi yang akan timbul nanti.
"Lar, jangan nunjukkin banget kaya orang lagi banyak masalah dong. Muka lo keliatan burik naudzubillah soalnyanjing-!"
Bogem mentah tak dapat Taufan hindari lagi, ia sampai terjungkal dari kursi karenanya. Sementara si pelaku tampak tak merasa bersalah sedikit pun dan memilih menikmati kembali sisa ice creamnya.
Oh dan jangan terkejut. Disini, Taufan memang sedikit toxic mulutnya berkat hasil didikan Halilintar si teman satu les nya dulu.
"Banyak bacot banget sih jadi orang"
"Ya gak usah main nonjok juga kali, dikira gak sakit apa hah?"
"Lo liat muka gue. Ada gue peduli?"
"Udah ih kalian jangan KDRT, malu diliatin tetangga" seloroh Thorn dengan polosnya
Sementara ucapannya itu dibalas tatapan tajam dari Solar dan tawa keras dari Taufan yang sudah duduk lagi dengan benar.
"Jokes lo boleh juga Thorn, bagi nomer whatsapp dong" disahuti dengan baik oleh Thorn, mereka bisa dengan mudahnya akrab begitu saja
Solar merasa cukup kagum saat melihat kedekatan antara Taufan dan Thorn. Seperti sebuah deja vu, perasaan itu membuatnya merenung. Namun di tengah kekagumannya, Solar merasakan kecilnya rasa iri yang menyelinap masuk. Ia bertanya tanya mengapa ia tidak bisa bersosialisasi seperti mereka?
Solar merasa iri melihat betapa mudahnya Taufan dan Thorn bisa berinteraksi dengan orang lain. Mereka tampak begitu nyaman dan percaya diri saat berbincang dengan siapa pun. Sementara dirinya, sering merasa canggung dan tidak tahu harus berkata apa.
Ting!
"Eh, btw udah jam segini. Pulang yuk" ajaknya setelah mendapat pesan masuk ke ponselnya
"Oke yuk lah, Thorn lo pulang naik apa?"
"Emm..kayanya Thorn minta jemput sama kakak deh, kalian?"
"Gue sih jalan, deket soalnya. Kalau Solar paling naik taxi tuh"
Si empu yang ditanya hanya berdehem sebagai jawaban, dan membenarkan posisi kacamatanya lalu berdiri.
"Duluan ya, bye"
Solar merasa terburu buru untuk pulang ke rumah setelah mengetahui bahwa kedua kakak kembarnya telah sampai dirumah lebih awal. Namun, tujuan utamanya bukanlah untuk bertemu dengan mereka, melainkan untuk melindungi isi kamar yang sangat berarti baginya.
Solar merasa khawatir dengan kemungkinan kakak kembarnya masuk ke dalam kamar dan dengan sembarangan menyentuh barang barangnya. Solar menyadari bahwa hal ini dapat menyebabkan masalah baru bagi dirinya. Terutama mengingat adanya konflik yang pernah terjadi antara mereka bertiga.
Solar merasa bahwa bersikap waspada dan berhati hati adalah tindakan yang wajar dalam situasi ini. Ia ingin menghindari kemungkinan terjadinya masalah dan beban tambahan yang dapat ditimbulkan oleh kakak kembarnya.
Solar memilih untuk bersikap skeptis dan berhati hati, karena ia berusaha melindungi privasi dan kehidupan pribadinya.
Meskipun mungkin terdengar sedikit paranoid, Solar percaya bahwa menjaga batas batas dan melindungi barang barang pribadinya adalah tindakan yang penting. Ia ingin memastikan bahwa ruang pribadinya tetap aman dan terjaga, sehingga ia dapat merasa nyaman dan tenang di dalamnya.
Jadi, tidak ada yang salah dengan sikap skeptis dan berhati hati yang Solar tunjukkan. Ia hanya ingin menjaga keamanan dan privasinya sendiri. Solar berharap bahwa dengan mengambil tindakan ini, ia dapat menghindari masalah yang mungkin timbul dan menjaga kedamaian dalam hidupnya.
"Jangan bikin masalah baru please"
Pegel otak njr,
29 Febuari 2024
=====
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro