Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Reason (6) END

WARNING!!

•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada perkataan yang menyinggung.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.

~Selamat Membaca~






Seperti angin malam yang berhembus dingin, hidup ini terasa sepi dan penuh luka. Setiap detik yang berlalu bagai belati yang menusuk hati, membawa rasa sakit yang tak pernah berakhir.

Namun, di balik kepedihan itu, ada kekuatan yang tersembunyi. Kekuatan untuk bertahan, untuk bangkit, dan untuk terus melangkah meski langkah itu berat. Karena sesungguhnya, setiap luka adalah pelajaran, dan setiap rasa sakit adalah proses untuk menjadi lebih kuat.

Itu adalah pemikiran Ice sebelumnya. Ia selalu berpegang teguh dengan kalimat itu. Sampai ia merasa telah memiliki seseorang yang bisa dijadikan alasannya untuk tetap bertahan di dunia yang menyesakkan ini. Tapi jika sumber alasannya sudah hilang?

Entahlah.

Mungkin ia juga akan hilang sama seperti alasannya itu, bedanya ia akan menghilang untuk selamanya. Karena itulah, dia sudah memantapkan keputusannya dalam tiga hari yang akan datang.

Dan sekarang dua hari telah pun berlalu. Dimana ini adalah hari ulang tahunnya, dan hari terakhir Taufan menginap dirumahnya.

"Selamat ulang tahun Ice. Semoga..apa yang lo semogakan, segera tersemogakan hehe"

"Makasih kak"

Dalam kehampaan yang menyelimuti hari ulang tahun Ice, hanya ada satu orang yang hadir dengan segala caranya. Dalam kebisuan yang memenuhi ruangan, Taufan ada dengan kehangatan dan kelembutan yang dibawanya.

Meski bagi Ice sekarang dunia terasa sepi dan tak ada yang mengingat, kakaknya ini sudah seperti sinar terang dalam kegelapan. Dalam setiap detik yang berlalu, ia memberikan hadiah terindah, yaitu kehadirannya.

Di hari ulang tahunnya yang ke-17 tahun, mungkin terasa berbeda, tapi tidak begitu kosong. Taufan dengan setiap senyuman, dalam setiap kata yang diucapkan, berusaha mengisi hari ini dengan kehangatan dan kebahagiaan.

Mungkin tak ada keramaian atau kegembiraan seperti dulu, tapi Ice tahu bahwa dalam kehadirannya, Ice merasa lengkap.

Setidaknya untuk hari terakhirnya menampakkan diri dimuka bumi. Hari terakhir menghirup napas di dunia ini.

.

.

.

Waktu berjalan dengan cepat, siang telah berlalu. Dan kini saatnya bagi Taufan untuk pulang kerumahnya lagi. Bukannya ia tidak mau menemani Ice lebih lama. Tapi dirumahnya pun, ia ada suatu kesibukkan yang tidak bisa ditinggal.

"Gue pulang dulu ya, kapan kapan mampir lagi. Lo juga, main lah kerumah..bunda nanyain lo terus" monolog Taufan sambil menggendong tas dan berjalan keluar pintu

"Iya kak. Salam buat tante ya. Kalau aku..senggang nanti mampir kesana"

"Iya Ice, btw gue lupa mau nanya. Di hari ulang tahun lo ini..ada keinginan apa biar doa lo dikabulin tuhan?"

Ice tak segera menjawab. Tatapannya mengabur, mulai tenggelam dimana hati dan pikirannya kembali beradu argumen.

"Ice?"

"E-eh..iya, keinginan ya? Hmm...kalau tuhan mengabulkan doaku. Kayanya aku cuma mau kematian aja haha"

Taufan terdiam, sama sekali tidak senang mendengar jawaban adik sepupunya,

"Bercanda kak"

"Ice, kalau ada apa apa. Tolong, bilang ke gue ya? Jangan dipendem sendiri lagi. Gue siap dengerin kapanpun dan apapun itu. Gue bakal berusaha, sebisa mungkin bantuin lo kalau gue sanggup. Jangan nyerah"

"Iya kak. Makasih ya, buat selama ini..dan tiga hari terakhir ini. Aku juga..mau minta maaf barangkali kelakuan atau perkataanku ada yang nyakitin perasaan kakak. Entah sengaja atau enggak.."

Perkataan yang Ice lontarkan kembali menyesakkan dadanya apalagi setelah melihat senyum tulus pertama kali yang ditunjukkan padanya. Entah perasaannya saja atau ada maksud tertentu dibaliknya?

Tidak mungkin kan Ice kali ini serius dengan permintaan konyol nya tadi?

"Aku..sayang kak Taufan"

.

.

.

Padahal baru beberapa saat Ice merasa bahagia. Tapi ibunya datang dengan segala bentuk emosi dan menghancurkan kembali kebahagiannya dalam sekelip mata.

Dengan membahas segala permasalahan yang tak kunjung selesai. Dengan segala hal untuk memojokkan dirinya. Dengan segala hal untuk mematikan hati dan akal sehatnya.

Bahkan hal yang bukan dia penyebabnya pun selalu diatasnamakan karena perbuatannya.

Selalu ia yang dikambing hitamkan.

Ah, dia sudah cukup banyak bersabar selama ini. Jadi, boleh kan kalau dia melawan untuk yang pertama dan terakhir kalinya?

Hanya sedikit.

"Tolong berhenti menceramahiku tentang hidup!" bentaknya diiringi isak tangis yang tak pernah terlewatkan

"Serius, aku cuma hidup karena aku gak bisa mati! Dan mamah terus bilang kalau aku yang terburuk dan harus melakukan yang terbaik!"

"Jangan sok tau mah! Apa mata ini keliatan kaya mata orang hidup? Ini gak hidup mah..enggak!"

Risa terhenyak, tak menyangka bahwa anaknya ini akan menjawab semua omongannya dengan nada tinggi.

"Jaga intonasi kamu ya Ice! Kamu lagi ngomong sama mamah!"

"Selama ini aku selalu diem, ngalah, nurut, dan lainnya. Tapi apa?! Perlakuan mamah ke aku selalu sama!"

"Mamah juga gak akan kaya gini, kalau seandainya kamu berusaha terus buat bantuin mamah. Bukan malah selalu memperburuk keadaan sampe sekarang!"

"Nenek kamu meninggal, kamu pikir itu karena kelalaian siapa?! Om kamu bangkrut kerjaannya, kamu pikir itu karena siapa?! Sekolah tinggi saudara kamu berhenti itu juga karena siapa?!"

"Bahkan usaha mamah yang tersendat gini juga karena siapa?! Ayah mamah renggang juga karena siapa hah?! Siapa lagi kalau bukan karena kamu, anak sial!!"

Tamparan pedas kembali menyapa pipi mulus Ice. Ia terkekeh pelan, sangat pelan sampai ibunya mengira kalau dia hanya sedang menangis.

"Mamah bener. Semakin berusaha keras aku ngubah keadaan, semuanya malah semakin memburuk"

"Emang! Dan sekarang dengan lancangnya kamu malah ngebentak mamah! Kamu pikir, mamah gak sakit hati apa dibentakin anak sendiri kaya gitu?!"

"Maaf, iya aku salah"

Ekspresi itu lagi. Ekspresi yang sangat Risa benci ketika ia melihat itu terpampang jelas diwajah putra sulungnya. Mengingatkannya pada orang yang telah lama mati meninggalkan dirinya sendirian.

"Hhh..pergi ke kamar kamu. sekarang!" titah ibunya dengan nada penuh penekanan

Ice tak lagi melawan atau pun membantah, ia kembali menurut, seperti sebelumnya. Karena ternyata, mau dirinya melawan atau tidak, tidak ada bedanya sama sekali.

Dan Risa pun juga kembali pergi meninggalkan Ice sendirian dirumah itu.


=====

Dalam kegelapan yang melingkupi, Ice terperangkap dalam kesedihan yang tak terhingga. Bahkan disaat detik menit matinya tidak diberi izin untuk berlabuh dengan tenang, pikirannya meledak bak petir di malam yang kelam, hatinya hancur berkeping keping seperti pecahan kaca yang tak terbilang.

No body believes in you!
You've lost again, again, and again!
The lights are cut off!
But you still looking at your dream!
Reviewing it every day!
And say to yourself, it's not over!
Until i win!

Bahkan video yang lewat di ponselnya seolah menjadi saksi bisu yang menambah derita yang melanda. Dalam hampa yang menyayat jiwa, ia terperangkap dalam keputusasaan yang tak tergambarkan.

"Aku pikir..masih ada sedikit harapan buat bisa membaik. Aku udah berusaha, tapi aku selalu gagal"

"Aku masih mikir dan coba memahami apa yang salah sama diri sendiri. Kenapa aku gak pernah cukup baik buat siapapun?"

"Ice, kalau ada apa apa. Tolong, bilang ke gue ya? Jangan dipendem sendiri lagi. Gue siap dengerin kapanpun dan apapun itu. Gue bakal berusaha, sebisa mungkin bantuin lo kalau gue sanggup. Jangan nyerah"

"Gak bisa kak, aku udah gak tahan lagi. Maaf. Aku udah gak kuat sama drama yang ada dikehidupan. Rasanya udah lelah sama masalah yang..ngehabisin banyak energi"

"Apalagi ngurusin drama yang gak penting. Aku juga udah males ngejelasin kalau aku tuh gini..aku tuh sebenernya gitu..karena sedetail apapun penjelasanku. Gak akan ada orang yang bener bener ngerti itu semua"

Setelah ia puas bermonolog sendiri, Ice membuka laci dan mengambil benda runcing yang biasa digunakan untuk keseharian memasak. Bisa ditebak dengan mudah benda apa itu.

Tapi sebelumnya, ia sempat mengirimkan pesan terakhir pada Taufan. Dengan sebagian isinya yang mungkin sudah tidak aneh lagi didengar,

Ice
Aku udah ngerasain dapet peringkat tinggi, jalan jalan sama keluarga, main sama temen sampe lupa waktu, dirayain pas ulang tahun.

Jadi bahan pelampiasan, dimanfaatin, dibenci tanpa alasan, ngerasain kehilangan. Dan aku juga cukup seneng dihari terakhir ini, aku masih bisa ngerasa bersyukur masih diberi kesempatan buat ngehabisin waktu yang berbahagia bareng kak Taufan.

But now, my shampoo and conditioner ran out at the same time

Tepat saat pesannya sudah terkirim. Tanpa ada perasaan ragu lagi, pemuda itu langsung menyayat kedua pergelangan tangan, dan juga lehernya.


=====

"Ice, gue mohon..bertahan lah" Taufan berseru tercekat, ia panik, sangat panik sampai seluruh badannya gemetar hebat.

Sekarang ia ada dirumah sakit. Setelah mendapat pesan perpisahan dari si adik sepupu, ia segera kembali ke rumah itu, tak lupa dengan menghubungi ambulance. Karena instingnya mengatakan kalau Ice telah melakukan hal bodoh yang bisa mengancam nyawanya.

Berlari disepanjang koridor bersama dokter dan perawat, Taufan juga menghentikan langkahnya beberapa kali, hanya untuk menghubungi ayah dan ibunya Ice.

"Tolong minggir!"

Teriakan dari dokter itu berhasil mengejutkan dua orang didepannya.

Mereka langsung menepi, memberi jalan pada tim medis yang sedang membawa Ice. Wajah terkejut dari kedua orang itu sama sekali tak bisa disembunyikan.

"Taufan?"

Seruan itu kembali berhasil menahan langkahnya. Menoleh dan mengernyit, tak menyangka bahwa dirinya akan bertemu dengan teman les nya dulu disini.

"Hali?" Taufan mendekat

Halilintar yang heran melihat wajah pucat temannya itu pun juga kembali melempar pertanyaan retorika,

"Lo ngapain disini Fan?"

"Eh? oh iya..itu sepupu gue..emm, k-kecelakaan" sahutnya gelagapan

Si empunya semakin merasa kebingungan. Sepupu? Ia baru tahu kalau ternyata Taufan punya sepupu. Hendak ia bertanya lagi namun urung ketika Tufan kembali bersuara lebih dulu,

"Okelah, kalau gitu gue permisi dulu ya. Nanti gue mampir ke ruangan lo. Duluan tante"

Taufan yang sempat tertinggal kembali mempercepat larinya, tak mau melewatkan detik menit terakhir dari si pasien.

.

.

.

"Begitulah. Pada akhirnya Ice beneran nekat" seloroh Taufan setelah ia menceritakan tentang sepupunya pada beberapa remaja seumurannya.

Halilintar yang sudah jelas sahabat baik Ice, Gempa yang merupakan tetangga Ice, dan dua teman dekat Ice disekolah. Mereka semua turut menghadiri pemakamannya.

"Padahal, gue selalu ngingetin dia buat share apapun yang ganggu. But, i think itu semua udah terlambat, mungkin dia udah muak ngedenger kalimat begitu"

"Fang. Kalau nanti aku kalah sama keadaanku sendiri dan milih buat ngeakhirin semua ini. Itu artinya aku udah bener bener gak sanggup lagi berjuang ngehadapin dunia yang kerasa kejam buatku"

"Dasar bodoh, lo terlalu kecil hati Ice. Lo liat kan, seberapa banyak yang masih peduli sama lo?" Fang bergurutu dalam hati

Belum ada lagi yang berbicara. Bahkan Halilintar pun masih diam tak bergeming disebelah Gempa, hanya terdengar isak tangis dari Thorn yang dirangkul oleh Fang.

"Mau ngedoain biar khusnul khotimah pun gimana...tapi gak ngedoain dan berharap dikasih ampunan sama tuhan pun rasanya salah" gumam Taufan yang masih terdengar jelas

"Berharap sama yang udah jelas jawabannya. Gak akan ngaruh apa apa Fan. Jadi, biar dia tanggung sendiri akibatnya, rasain sendiri gimana pedihnya siksa kubur sama neraka nanti" Halilintar berujar dingin

"Heh Hali!" Gempa refleks memukul lengan temannya "G-gak boleh gitu..walau dia..ngambil jalan yang salah. Tapi gak seharusnya ngomong kaya gitu"

"Jahat banget mulutnya" imbuh Thorn masih dalam tangisannya

Sementara itu Taufan hanya tersenyum ringis, dan Fang menatap sinis. Memang tidak salah apa yang dikatakan pemuda bernetra delima itu, namun rasanya tidak tepat dan kurang sopan saja mengutarakannya langsung dimana pihak keluarga alhmarhum masih ada disana.

Tapi, jangan salah. Percayalah, biasanya orang yang seperti Halilintar itu adalah orang yang paling sayang dan peduli diantara yang lain.

"Selama ini Ice bisa bertahan hidup, because he has a reason. Tapi..alasannya untuk bertahan mungkin udah gak ada. Jadi dia memilih buat ngeakhirin semuanya"

Sedikit demi sedikit, semua orang telah pulang kembali ke tempat tinggalnya. Begitupun keluarga Ice sendiri. Hanya mereka berlima yang masih berada disana.

Tapi tak selang berapa lama, ponsel Thorn berdering, menandakan adanya pesan yang masuk,

"Semuanya, Thorn pulang duluan ya. Lupa kalau hari ini ada tugas penting dari tempat les gak bisa izin, bareng Solar"

Halilintar dan Taufan yang tengah larut dalam kesedihannya refleks menoleh kompak setelah mendengar nama yang sangat tidak asing itu,

"Solar?"



=Reason=
END



Haha, jadinya Ice beneran death. Kelar pun,
Lucu ya. Dia lahir & meninggal di tanggal yang sama.


29 Januari 2024
===
TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro