Perspective (9)
!!WARNING!!
•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada perkataan yang menyinggung.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.
~Selamat Membaca~
Empat hari telah berlalu setelah kejadian malam itu. Altezza yang semakin menyibukkan diri, bahkan pulang ke rumah pun sekedar mengambil berkas yang tertinggal saja.
Supra yang semakin menjauh dari semua anggota keluarganya. Bahkan kian hari kesehatannya pun semakin memburuk, setiap malam dadanya selalu terasa sesak, tak lupa juga dengan batuk berdarah. Tapi ia tak pernah bilang pada orangtuanya.
Halilintar yang juga mulai ikut menyibukkan diri dengan belajar, berharap itu bisa mengurangi beban kakaknya. Ia bahkan rela meninggalkan aktivitas kesukaannya disekolah dan mengurangi waktu bermain dengan kedua teman karibnya.
Sifia sebagai satu satunya anggota keluarga yang tidak begitu tersangkut paut dengan semua yang sudah terjadi itu hanya bisa terdiam, melihat mereka yang sibuk sendiri.
Sudah empat hari juga ruang makan dan ruang keluarga tidak pernah mereka bertiga singgahi, hanya Sifia seorang diri.
Dan sekarang yang hanya bisa Sifia lakukan adalah berharap bahwa semuanya akan berjalan dengan baik baik saja.
Hingga tiba waktunya...
.
.
.
"Jadi, gimana hasilnya dok?"
"Maaf, tapi..hasilnya buruk. Bakterinya sudah meradang keseluruh paru paru. Ini sudah tidak bisa diobati dengan hanya pengobatan biasa"
Dokter Nut menjeda sejenak. Ia fokus melihat laporan hasil lainnya "Saya sarankan kamu agar segera dirawat inap saja dan mendapatkan perawatan yang lebih baik, nak Supra"
Supra tak langsung menjawab, perasaannya kalut sekarang. Antara takut dan tidak, ia hanya tidak mau kalau keluarganya tahu bahwa penyakitnya sudah memburuk.
Karena Altezza pasti akan sangat marah besar, dan mengira dirinya tidak bisa menjaga kesehatan dengan baik. Atau mungkin ibu dan adiknya yang akan khawatir berlebihan.
"Iya dok, nanti saya bilang dulu ke orangtua. Terimakasih pak dokter, saya permisi dulu"
"Baiklah, saya harap kamu kembali kesini secepatnya. Karena kalau ini sampai telat ditangani maka akan menyebabkan kematian yang hanya terhitung beberapa hari"
=====
"Separah itu? Anjir, terus sekarang gue harus gimana?!" gumamnya sambil mengacak rambut frustasi, kini ia duduk dibawah pohon dekat danau.
Dari rumah ia izin ke sekolah seperti biasa, tapi saat di perjalanan menuju sekolahnya. Ia malah mampir ke rumah sakit, bukan karena apa..tapi dadanya mendadak sakit. Dan refleknya ia langsung melesat kesana.
"Gue..gue gak mau mati dulu..gue pengen ngehadirin acara kelulusan sekolah lusa nanti. Gue masih pengen ngeliat Hali bahagia sama kehidupannya, gue masih pengen tinggal bareng sama mamah. Gue juga..pengen ngeliat ayah bangga sama keberhasilan gue"
Ada sedikit isakan kecil disela sela ucapannya. Dia benar benar bingung sekarang. Mungkin bicara jujur adalah satu satunya jalan yang ia punya walau akan menimbulkan keributan dan kekacauan lagi di keluarganya.
Masalah hari itu saja masih belum beres.
"Loh kak Supra? Kok disini sendirian? Gak sekolah?"
Supra menoleh dengan cepat menyeka sedikit air mata. Ia pun mengernyit mendapati teman perempuan adiknya mendekat sambil menenteng tas belanjaan. Tapi namanya ia tak ingat.
"Lo juga" jawabnya singkat
"Oh aku izin kak, nanti siang mau pergi ke rumah saudara" tuturnya yang langsung duduk disebelah Supra
Supra hanya tersenyum kecut melihatnya, entahlah, terkadang ia hanya risih kalau harus duduk bersebelahan dengan orang lain. Apalagi ini Ying, gadis gila yang Halilintar pernah ceritakan padanya.
"Jadi, kak Supra ngapain?"
"Bukan urusan lo, balik sana ngapain duduk disini?" ketusnya
"Ish jangan galak galak dong. Aku cuma pengen ngobrol sebentar sama kakak, boleh? Yah, kebetulan banget bisa ketemu sekarang"
"Ck, kalau gak penting mending lo pergi" usirnya secara terang terangan, ayolah sekarang ia sedang malas meladeni siapa pun
Ying tersenyum sangat tipis lantas menyahut "Ini penting loh kak, banget malah. Soalnya ini tuh tentang Hali beberapa tempo lalu..waktu ayahnya datang ke sekolah. Aku denger dia pas lagi ngegumam sendiri.."
Mendengar nama adik dan ayahnya disebut, rasa penasaran pun muncul dalam hatinya. Pada akhirnya, ia mau mendengarkan cerita dari Ying.
"Cepetan"
Ying menatap Supra lekat, sementara pemuda itu membalasnya dengan sorot mata yang dingin
"Hali itu benci banget sama kak Supra.."
«Skip Time»
"Hali, ayo kita makan sama sama dibawah. Udah berapa hari ini kita gak pernah ngumpul bareng lagi" ujar Sifia yang berdiri di daun pintu kamar putranya
"Ayah juga udah nungguin, yuk turun"
Si empu hanya bergumam sebagai jawaban, matanya fokus pada buku pelajaran. Ia enggan untuk beranjak dari kamar, sudah mulai ada rasa malas untuk bertatap wajah dengan siapapun.
"Nanti Hali nyusul" pada akhirnya jawaban singkat itu ia lontarkan juga "mamah ajak kak Supra aja dulu"
Sifia menjejakkan kakinya di lantai kamar Halilintar, sedikit mendekat baru menjawab "Tapi Supra belum pulang, kayanya hari ini dia ada tambahan kelas malam atau les"
Seketika Halilintar menghentikan aktivitasnya, melirik kalender dan jam dinding yang terpajang di tembok.
Ini hari rabu, seingatnya Supra tidak ada jadwal les setiap rabu. Mungkin iya, kakaknya sedang ada tambahan kelas malam. Ia mengangkat bahunya acuh. Mulai merapihkan beberapa buku, dan bersiap turun kebawah.
.
.
.
Diruang makan pun, heningnya bukan main. Auranya juga cukup suram. Tak ada satupun dari mereka yang berniat membuka suara, hanya terdengar dentingan sendok dan piring yang bersahutan.
Tapi tak lama kemudian, ada seseorang yang menggedor gedor pintu rumah dengan tidak santainya, sesekali orang itu juga meneriaki nama Halilintar dengan panik.
Dengan perasaan kaget dan sedikit kalut mereka pun menghampiri pintu utama bersama.
"Solar? Ngapapin lo-"
"Nanti aja nanya nya, sekarang lo harus ikut gue dulu ke rumah sakit!" Solar memotong, tubuhnya terlihat gemetaran hebat
"Kenapa?" kini Altezza yang bertanya
"Kak Supra...dia kecelakaan!"
=====
Derap langkah kaki mereka menggema di sepanjang lorong rumah sakit. Tak sedikit orang yang heran dengan mereka karena raut wajah yang terbilang sangat kacau.
Hampir 10 menit berlarian akhirnya mereka sampai disebuah ruangan bertuliskan ICU. Dengan isak tangis yang mengiri, Sifia duduk sambil berdoa untuk keselamatan putra sulungnya. Sementara Altezza terlihat mondar mandir di depan pintu.
"Lar..ini, gimana bisa kaya gini ceritanya? Lo gak bercanda kan? Masa kak Supra tiba tiba kecelakaan? Lo lagi bareng dia?" Halilintar menanyakan pertanyaan bertubi tubi
Solar mengambil napas sejenak "Enggak. Gue baru pulang dari toko buku langganan kita. Pas gue lagi jalan, diperempatan depan..tiba tiba aja udah ada rame gitu, pada ngumpul..pas gue deketin, yang pertama kali gue liat adalah kakak lo yang udah bersimbah darah gak sadarin diri"
"Pas gue nanya sama satu orang disitu, katanya..dia ke tabrak truk pas mau nyebrang. Tapi sayangnya, supir truknya kabur Li"
Altezza, Sifia, dan Halilintar yang mendengar penjelasan Supra hanya bisa berjengit ngeri. Intinya saat ini mereka semua tengah dilanda kepanikan.
"Mana disana gak ada cctv lagi" imbuh Halilintar
Solar menyodorkan map putih yang sudah terlihat sedikit koyak "Ini punya kak Supra, isinya tentang penyakit legionnaires nya yang udah parah. Maaf gue liat duluan"
"Udah pa-"
Ucapan Halilintar terpotong ketika salah satu dokter keluar dari ruangan tersebut.
"Bagaimana dok?" Altezza bertanya
"Kalian keluarga pasien?"
"Iya, kami keluarganya"
Si dokter terlihat menghela napas, sambil menggantungkan stetoskop di pundaknya.
"Pendarahan yang dialami pasien terlalu banyak, ditambah dengan kaki tangannya yang setengah putus itu semakin mempurburuk keadaan"
"Kami sudah mencoba yang terbaik agar dia selamat pak, tapi maaf..tuhan berkehendak lain"
Lemas seketika. Altezza terdiam seribu bahasa, Sifia yang sempat menjerit tak lama kehilangan kesadarannya, untungnya masih bisa ditahan Altezza. Halilintar yang hanya bisa diam mematung bersama Solar.
.
.
Seminggu telah berlalu, keadaan dirumah itu pun sudah tak lagi sama. Selama dua hari kebelakang Altezza terus menerus menyalahkan Halilintar atas kematian Supra. Dan ibunya juga yang terkadang menghindari mereka berdua.
Altezza mengira Supra nekat menabrakkan diri malam itu karena memikirkan ucapannya saat berdebat dengan Halilintar tempo lalu.
Sikap Halilintar juga berubah drastis, ia jadi lebih pendiam daripada sebelumnya, Halilintar hanya akan berbicara jika dirasa penting saja, bahkan ia tidak memiliki ambisi besar atas apa yang ia sukai lagi.
Ia juga sering menyalahkan diri sendiri setiap malam, ia selalu menghukum dirinya dengan belajar dari pagi sampai ke pagi lagi tanpa istirahat sedikit pun, makan pun jarang.
Hingga akhirnya ia menemukan suatu kebenaran yang cukup menyakitkan atas kematian kakaknya itu.
"Iya Li, kakak kamu meninggal gara gara aku"
"Lo jangan bercanda brengsek!"
Ying mundur beberapa langkah karena terkejut, sementara Ice dan Solar tetap berjaga disamping Halilintar, mana tau kalau dia akan mengamuk..
"Ying, jelasin yang bener" Ice angkat suara
"W-waktu aku izin sekolah..aku ketemu kak Supra yang lagi duduk sendirian di deket danau perempatan jalan itu"
"Aku..aku nyamperin dia terus aku bilang sama dia kalau Hali..benci sama kak Supra, karena gara gara dia..Hali suka dibandingin terus, sampe gak boleh ikutan ekskul yang Hali sukain"
"Maksud aku bilang gitu tuh biar kak Supra ngomong sama orangtuanya biar Hali gak dibandingin terus sama dia. Itu aja"
Halilintar terkekeh sinis. Jujur saja itu terdengar menggelikan baginya,
"Terus? Jawaban kak Supra apa?" kali ini Solar yang bicara
"Kak Supra cuma senyum aja, sambil bilang.."
"Thanks Ying. Berkat lo gue jadi tau, ternyata emang gue itu pembawa sial buat siapapun ya, entah itu buat keluarga si Gentar, bahkan sampe ke Hali, belum lagi ayah sama ibu gue..yang harus ngurusin penyakit gue ini"
"Terus udahnya nyuruh aku pulang. Tapi, karena aku penasaran apa yang bakal kak Supra lakuin, aku minta sama salah satu kenalan pedagang daerah situ buat mantau kak Supra"
"Tapi nyatanya dia diem disitu sampe malem. Awalnya kak Supra berdiri di pinggiran danau, kukira dia bener bener mau lompat kesana sesuai perkataan aku. Aku juga udah panik Li sumpah"
"Gataunya dia balik arah. Kak Supra mau nyebrang, tapi ternyata..ada truk yang ngebut dan..ya kak Supra ketabrak, bukan nabrakin diri"
Halilintar menendang tempat sampah di dekatnya, hanya sekedar menyalurkan emosi, dia hanya tidak mau kalau harus menyakiti perempuan.
"Maksud lo kaya gitu biar apa njing?!" cerca nya sambil menunjuk nunjuk Ying "Apa urusannya sama lo hah?! Emang ngerugiin lo?! Enggak kan!"
"Lo tau gak..gara gara lo-" Halilintar menahan ucapannya, ia hanya bisa mengepalkan tangannya
"Aku ngelakuin itu juga karena aku cint-"
"Bangsatlah! Cinta cinta tai anjing! Gue muak sama lo! Pergi lo dari hadapan gue, jangan pernah muncul lagi, dasar cewek gila!"
Sakit. Perkataan Halilintar benar benar menyakiti perasaannya. Tapi ia sadar, bahwa dirinya juga salah jadi dia pun tidak membantah bentakkan Halilintar.
Pada akhirnya Ying pergi, berlari secepat mungkin sambil menahan tangisnya yang hampir pecah. Dan, hari ini pun akan menjadi hari terakhirnya bertemu dengan Halilintar dan semua temannya yang lain.
[Flasback End]
Ternyata nambah satu chap lagi
19 September 2023
=====
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro