Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Perspective (5)

!!WARNING!!

•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada perkataan yang menyinggung.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.

~Selamat Membaca~





Sejak kecil, Halilintar sudah kenyang dipuji atas parasnya yang terbilang tampan. Yang hampir tidak ada bedanya dengan kakaknya yang berselisih 5 tahun itu, Supra.

Tapi, semakin ia beranjak dewasa. Ia semakin merasa muak dengan semua orang yang malah mulai membandingkan kelebihan dan kekurangannya dengan Supra.

Mereka selalu mengejek Halilintar, bahwa dia hanya memiliki modal tampang nya saja tapi tidak sepintar dan se jenius Supra. Kehebatan kakaknya selalu di besar besar kan, yang mampu menutupi 1001 kekurangan yang dimiliki.

Sementara Halilintar sebaliknya, segala kekurangannya selalu menjadi bulan bulanan semua orang, tapi bakat dan kemampuan yang ia miliki itu menjadi padam tak terlihat.

Jika Supra melakukan sebuah kesalahan, maka semua orang akan dengan mudah memaafkan dan melupakannya seolah tak pernah terjadi apa apa.

Kalau Halilintar yang tidak sengaja atau bahkan itu bukan kesalahannya, maka cacian dan hinaan yang akan ia terima, tak luput dengan beberapa pukulan sebagai hukuman tambahan.

Tidak adil memang.

Padahal masing masing dari mereka itu menonjol dalam hal yang berbeda, Supra lebih unggul di bidang akademik, lain halnya dengan Halilintar yang unggul di non akademik.

"Jadi atlet? Kamu bercanda Halilintar?" tanya Altezza dengan nada yang terdengar tak suka

"Iya, Hali ingin jadi atlet yah. Kan, jadi atlet juga bisa jadi suatu kebanggaan? Ikut turnamen yang gitu gitu lah pokoknya, keren kan? Kalau Hali berhasil, gak akan ada lagi tuh orang yang berani ngejek ngejek" jawab Halilintar dengan mantap

Altezza menghembuskan napas gusar "Ayah udah bilang berapa kali Halilintar, kamu gak usah bermimpi ingin jadi yang begitu. Kamu gak liat apa? Mana anggota keluarga kita yang berkeinginan kaya kamu?"

"Gak ada. Keluarga kita ini turun temurun lebih mengutamakan ini" katanya sambil menunjuk dan sedikit mengetuk kepalanya Sendiri

"Ck, tapi ayah. Ayah juga tau kan kalau Hali itu gak pinter kaya kalian semua. Nilai Hali juga gak sebagus kak Supra yang selalunya dapet 100"

"Tapi Hali lebih-"

"Makanya belajar. Usaha dong, kamu belum apa apa udah ngeluh gak bisa. Ya kamu sendiri aja belajarnya setengah hati gitu, sekarang kamu udah 13 tahun loh, udah kelas 1 SMP. kapan mau bisanya hm?" Altezza menyela, kali ini ia mulai tersulut emosi

"Dari dulu kakak kamu juga selalu berusaha tuh belajar setiap waktu, dia mau les bahkan di hari libur sekali pun dari kelas 1 SD sampai sekarang udah mau lulus SMA. Tapi mana, ada gak dia ngeluh kaya kamu? Enggak kan?"

"Gak bisa apa kamu contohin salah satu kebiasaan Supra itu? Tinggalin ekskul yang berbau olahraga gitu, gak penting. Mending kamu masuk yang kaya sains atau english club kan ada"

Halilintar tak menjawab, ia hanya menunduk sambil mengepalkan kedua tangannya sebagai bentuk menahan kekesalannya terhadap sang ayah.

"Ayah udah bersusah payah masukin kamu ke SMP elit kaya gitu. Jangan kamu buang buang usaha sama uang ayah cuma buat mentingin ekskul olahraga doang"

"Dulu kamu bilang mau bikin ayah bangga terus muji kamu kaya ayah muji Supra kan? Kalau gitu cukup kamu buktiin sama prestasi nilai di sekolah sampe kelulusan nanti"

"Tapi kalau kamu masih keras kepala, ayah gak akan segan segan ngirim kamu ke sekolah asrama di Kuala Lumpur"

=====

"Miris. Sampai sekarang usaha gue gak pernah di apresiasi tuh sialan. Gue udah mati matian belajar sampai gila gini, tetep aja masih kurang!" gerutu Halilintar yang sekarang tengah duduk di sebuah pendopo

"Gak pernah ngeluh hm? Haha bodo, kaliannya aja yang gak tau, gak pernah nanya. Bahkan sampai dia mati pun, kalian gak pernah tau gimana perasaanya yang sebenernya"

"Bahkan dulu gue sampai ngeluarin semua keluh kesah kita berdua tapi kaliannya yang gak mau denger. Tutup telinga sama mata banget si babi. Malah ngatain gue banyak tingkah"

Tiba tiba saja, memori masa lalunya terputar kembali sedikit demi sedikit. Aneh, padahal tadi dia sedang kesal karena bertemu dengan Ying. Tapi kenapa yang singgah di alam lamunannya malah dirinya yang selalu menjadi bahan bandingan kakaknya. Sudahlah..

Ah iya, jadi sekarang jangan heran kalau kemarin Halilintar terlihat se setress itu dengan hasil nem nya. Yap, dia ingin mendapat pengakuan dan juga tak ingin dikirim ke Kuala Lumpur oleh ayahnya.

"Hhhh brengsek, lagian kenapa cewek itu juga harus sekolah disini sih? Kaya gak ada sekolah lain aja" geramnya dengan beberapa umpatan yang tak sengaja ia ucapkan

«Skip Time»

"Kamu bikin masalah di sekolah ya?"

Halilintar mendongakkan kepalanya sejenak menatap sang ayah yang fokus melihat layar tv, lantas kembali beralih pada ponsel sambil memperbaiki posisi duduknya.

"Gak"

"Terus?"

"Apa?" tanya Halilintar heran "To the point aja bisa gak sih?!"

"Kalau gitu kenapa guru kamu bilang, kamu tidur di jam pelajarannya? Dari awal dia masuk kelas"

Halilintar mengernyit, bagaimana ayahnya ini bisa tahu? Apa bu Dessy sungguhan mengadu pada Altezza? Kalau iya bukannya itu berlebihan ya..

Dan juga bukannya murid yang suka ketiduran dikelas sekarang sudah dianggap menjadi hal yang lumrah? Lagipula yang mengalami hal begitu bukan hanya Halilintar, itu pun kali pertama dia tidur.

"Apasih yah, hal sepele gitu aja mau diributin kah?" tanya Halilintar sedikit malas

"Kamu tau kan kita ini udah biasa di didik buat disiplin? Hal kaya gitu gak bisa dianggap sepele Halilintar" tegasnya

"Kenapa? Hal apa yang nyita waktu tidur kamu sampai bisa ketiduran dikelas gitu? Kalau sampai keluarga yang lain denger, bisa bisa kamu jadi bahan cemoohan lagi, kamu gak capek apa jadi bahan ejekan terus?"

Entah kenapa, penuturan kata ayahnya itu berhasil menggelitiki ulu hatinya, ia terkekeh pelan.

"Gila emang, perkara tidur di kelas aja beneran diributin. Lah, kalian sendiri gak capek apa komenin hal gak penting yang bahkan gak ngerugiin aktivitas kalian sehari hari?"

"Mikir dong pakai otak, gue juga manusia biasa, gak selalunya harus bisa sempurna kali, kalian pasti pernah kan ngelakuin hal sepele yang manusiawi kaya gitu juga? Tailah! Sok perfeksionis banget"

Nah, tanpa ia sadari emosinya terlepas. Tentu saja hal itu berhasil mengundang emosi Altezza yang langsung menampar Halilintar cukup keras.

"Kamu ini..ucapan kamu dari dulu kaya yang gak pernah di didik aja! Kamu bener bener bikin ayah kecewa!" pekiknya

Halilintar tak menyahut, tamparan tadi cukup menyakitkan sampai ia pun bungkam. Terdiam seribu bahasa.

"Tatap ayah, kalau ayah lagi bicara sama kamu!" bentaknya sekali lagi, Halilintar pun menurut, ia menatapnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan

Tapi itu malah membuat Altezza kesal "Berani sekali kamu natap ayah kaya gitu hah?! Nantangin kamu?!"

Halilintar kembali mengalihkan pandangannya, ia bahkan tidak tahu harus apa sekarang.

"Jawab ayah! Kenapa kamu malah diem hm? Coba, mana ocehan kamu tadi? Ayo sebutin semuanya"

"Ck, Hali..minta maaf yah, lagian Hali gak bermaksud-"

"Berani kamu ngelawan ayah hah?!"

Oke cukup. Halilintar benar benar muak.

"Mau lo apasih, njir?! Serba salah banget keknya gue! Capek tau gak?! Cuma karena gue tidur dikelas aja sampai dimarahin gini! Sehat lo?!"

"Coba kalau gue ini kak Supra, lo bakal marah gak? Bakal nampar gak? Pasti enggak kan? Kenapa cuma ke gue doang?!"

Genap setelah berkata demikian, tadinya Halilintar memilih untuk melenggang pergi ke kamarnya, dan tak menghiraukan Altezza yang memanggil manggil namanya.

Persetan lah kalau nanti dia akan di kirim ke Kuala Lumpur juga, toh bagus, jadinya dia tidak harus bertatapan wajah lagi dengan manusia menyebalkan seperti ayahnya itu.

Tapi sayang, ibunya menahan pergelangan tangannya ketika hendak menaiki tangga. Ternyata beliau sudah mendengarkan dari awal disana.

"Apa sih mah?! Hali pengen sendiri dulu, Hali udah bosen dengerin omelan kalian tau gak? Hali capek.." tuturnya mencoba menurunkan nada suaranya

Sifia mengangguk paham "Mamah ngerti, tapi dengan kamu yang malah ikutan emosi kaya gini, gak akan ngeberesin masalah, Hali. Apalagi kamu bawa bawa Supra sekarang"

Altezza kembali mendekat,

"Kamu liat Sifia? Anak kamu ini semakin dibiarin semakin gak tau diri!"

Sifia beralih menatap suaminya "Al, udah. Kamu juga jangan berlebihan dong marahin Hali"

"Apa? Kamu gak denger tadi dia bilang apa? Dia bahkan udah berani ngelawan orangtua, terus sekarang kamu masih mau bersikap lembut sama dia?" protes Altezza sesekali bergeleng kesal

"Ya lo juga, kenapa masalah kecil gitu aja harus dibesar besarin kurang kerjaan ban-"

Sifia menarik keduanya, mengharuskan Halilintar menghentikan ucapannya. Ia membawa mereka keruang keluarga, mencoba menyelesaikan baik baik kesalahpahaman yang baru saja terjadi,

Dengan setengah hati, baik Halilintar atau Altezza hanya menurut. Mendudukkan diri disana saling melempar bisu.

Sifia tahu, bahwa emosinya mereka berdua ini sebenarnya bukan hanya karena Hali yang tidur dikelas saja, tapi..tentang kejadian lalu yang belum sempat terselesaikan dengan baik dan benar.

Itulah yang menyebabkan mereka sensi satu sama lain.

"Hhh, kita bahas ulang masalah kita ini dari awal.."



SYNT tahun depan

02 September 2023
=====
TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro