ETP | 6
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda. Lemah di satu bidang, bukan berarti tidak mempunyai keahlian sama sekali."
⏭️⏸️⏮️
EDITING video tidaklah mudah, bahkan dengan gamblang saya katakan susah. Perlu tangan profesional untuk melakukannya, terlebih kegiatan ini pun sangat amat memakan waktu.
Saya cukup tertarik dengan bidang ini, tapi hasil editing saya masih sangat jauh dari standar, dan layak untuk dipublikasikan. Berbeda dengan dia yang memang menggeluti bidang tersebut, seringkali saya meminta untuk diajari.
"Jangan kebanyakan pakai efek, Tha, blur nanti hasilnya," tegur dia saat saya tengah fokus menatap layar dan menggerakkan mouse.
Saya mengangguk paham.
Dia meminta saya untuk menyingkir dan membiarkan dirinya duduk di depan layar. Saya pun menurut dan berdiri di belakangnya.
"Kamu terlalu banyak pakai efek, pencahayaannya kurang. Sound-nya juga nggak cocok, Tha. Mana teks yang kamu pakai kejar-kejaran sama musik. Lagi balapan?"
Saya hanya diam menyimak. Tangan saya ini memang lebih cocok dipakai untuk menulis dibandingkan dipakai untuk mengedit. Susahnya minta ampun.
"Lebih baik kamu saja yang edit, pusing saya," sahut saya memilih untuk menyerah.
Mendapat banyak kritik serta arahan darinya malah membuat kepala saya berdenyut. Terlalu banyak kurangnya, terlalu banyak cacatnya, bahkan pekerjaan saya yang sudah memakan waktu hampir tiga jam itu tidak ada yang benar.
"Sabar adalah kunci dari proses editing, Zanitha," katanya seraya merapikan hasil kerja saya yang berantakan.
Niat hati ingin membantu sekaligus belajar, saya malah mengacau, dan membuang-buang waktu dia hingga harus kerja dua kali.
"Modal sabar tanpa skill yang menunjang itu percuma, A Hamzah!"
Tanpa dosa dia malah tertawa puas.
"Edit full documentation sudah buat kamu pusing, apalagi kalau ditambah edit video cinematic, wedding clip, SDE yang ngeditnya harus pakai kecepatan kilat karena dikejar-kejar waktu. Bisa-bisa kamu badmood seharian, Tha," ocehnya.
Jika bergaul dengan dia, saya suka mendapat istilah-istilah asing, sekaligus ilmu baru dalam dunia fotografi ataupun videografi. Lumayan, hitung-hitung belajar gratis pada ahlinya langsung. Ada beberapa istilah dalam dokumentasi pernikahan, di antaranya ialah yang sudah disebutkan tadi.
Full documentation, rekaman atau liputan seluruh rangkaian acara pernikahan dari awal sampai akhir. Biasanya liputan dimulai dari pagi saat calon pengantin wanita di-make up. Karena isi videonya adalah seluruh rangakaian acara, maka tak heran jika durasinya cukup panjang dan hasilnya biasa, istilahnya kurang artistik.
Cinematic video, biasanya memiliki hasil yang lebih aesthetic. Kualitas videonya pun sangat bagus. Karena kamera yang digunakan telah memiliki spesifikasi seperti yang digunakan dalam pembuatan film. Sehingga alat yang digunakan pun bukan kamera video biasa, melainkan menggunakan kamera DSLR.
Trailer atau wedding clip, video dengan durasi pendek (short video). Meskipun singkat tapi trailer ini memuat keseluruhan acara dan berisi highlights dari moment yang penting selama acara berlangsung. Biasanya lama trailer sekitar 3-5 menit.
Terakhir Same Day Edit (SDE), video yang menampilkan liputan akad dan akan ditayangkan pada saat resepsi berlangsung. SDE dibuat jika waktu akad dan resepsi tidak mepet, semisal akad di pagi hari dan resepsi di malam hari.
"Untung kemarin Hanin nggak minta dibuatkan SDE yah, A Hamzah," kata saya.
Dia mengangguk. "Kalaupun minta nggak akan saya turuti, akadnya jam 8 pagi, resepsi jam 10, waktunya nggak cukup, Tha. Biasanya kalau klien request SDE saya minta waktu tiga jam untuk mengerjakannya."
"Tiga jam? Bisa selesai memangnya?"
Sebuah anggukan singkat dia berikan.
Saya benar-benar tak habis pikir. Keahlian yang dia miliki tak bisa diragukan lagi. Waktu tiga jam saya habiskan hanya untuk mengacau tanpa ada hasil yang didapatkan.
Sedangkan Hamzah?
"Mending kamu recording saja, Tha, narasinya sudah dibuat, kan?" titahnya sekilas melirik ke arah saya.
"Sudah, kenapa nggak pakai suara Hanin saja? Supaya feel-nya lebih dapet," saran saya seraya membongkar tas dan mencari buku catatan mini, yang selalu saya bawa.
"Enggak cocoklah, Tha. Suara Hanin itu nyaring dan cempreng. Enggak masuk nanti, tabrakan sama musik."
Tanpa sadar saya tertawa, alasan yang dilayangkannya terasa menggelitik perut.
"Bagus! Hina saja sampai puas adeknya!"
Tawa saya pun terhenti kala mendengar Hanin yang baru saja keluar kamar.
"Aa nggak hina kamu, itu fakta yang harus diakui," sela dia masih tetap fokus menatap layar.
Saya melirik arloji sejenak. Merasa heran dengan penampilan Hanin. "Ini jam 10 pagi, lho, Nin. Kamu baru mandi?"
Hamzah pun memutar kursi dan menatap objek yang saat ini tengah saya pandangi, Hanin. Tawa lelaki itu pecah tak terbendung, tapi Hanin malah memberengut sebal.
"Enggak salat subuh pasti kamu, Nin. Aa laporin sama Mama," tutur dia masih sesekali tertawa.
"Salat lha, A Hamzah. Bisa dipanggang hidup-hidup aku sama Mas Suami kalau nggak salat."
Saya menahan senyum, manis sekali panggilan yang Hanin berikan pada suaminya. Padahal mereka sama-sama asli Jawa Barat, tapi malah pakai kata Mas sebagai sapaan. So sweet.
"Itu mandi jilid dua, Ham," serobot Mama yang baru saja datang seraya membawa nampan berisi camilan.
Wajah Hanin langsung merona. Seketika otak saya mulai paham kenapa bisa Hamzah sampai tertawa terbahak-bahak. Loading-nya makan waktu memang.
"Keramas terus sampai mampus!" ledek Hamzah dengan sengaja merampas handuk di kepala adiknya hingga terlepas.
"Ngiri kamu, Ham?"
Pertanyaan yang beliau layangkan membuat tawa Hamzah mereda.
"Enggaklah, Ma!"
Mama berdecih, seolah tidak mempercayai perkataan putra sulungnya. "Iri bilang, Boss!"
Saya hanya diam dan menjadi penyimak yang baik.
"Lain kali kalau habis mandi, keringin dulu rambutnya baru keluar kamar, jangan lupa juga pakai kerudung."
"Hairdryer aku rusak, Ma. Beliin," rajuknya.
"Masa sudah nikah masih minta sama Mama. Suami kamu tersinggung nanti, Nin."
"Iya, deh, iya, nanti aku minta sama Mas Suami saja," sahutnya seperti tak ikhlas.
"Sekarang di mana suami kamu?" Kini Hamzah pun ikut kembali larut dalam obrolan.
"Masih di kamar mandi."
Hamzah geleng-geleng kepala. "Aura-aura penganten baru bukan maen emang!"
"Jangan banyak ngoceh. A Hamzah kelarin saja kerjaannya. Aku nggak mau nunggu lama yah, harus beres dalam waktu dekat!"
Hamzah bangkit dari kursinya, menggiring Hanin untuk menempati kursi yang tadi dia duduki. "Kerjain sendiri."
Hanin berdecak kesal. "Ogah!"
"Ngedit video itu susah, Nin, makan waktu dan nguras otak. Enggak papa lama yang penting hasilnya bagus, memangnya mau kamu apakan sampai harus selesai cepat?" sahut saya.
"Mau aku upload ke sosmed lha, Tha."
"Bayar dulu honor Aa sama Zanitha, jangan main upload-upload saja," cerca Hamzah.
"Honornya makan siang gratis dari Mama. Iya, kan, Ma?"
Mama hanya mengangguk pelan.
"Murah banget jasa Aa di mata kamu, Nin. Ini tuh butuh effort."
"Ya sudah Aa mau dibayar berapa? Aku transfer, tapi nanti aku minta dulu sama Mas Suami," katanya diakhiri cengiran.
"Bayar pakai ponakan. Iya, kan, Ma?"
"Ish, ish, nikah saja baru kemarin. Masa sudah diteror ponakan. Mending A Hamzah yang nikah terus kasih aku ponakan. Bener nggak, Ma?"
Mama mengangkat kedua tangannya, sebab nampan yang tadi beliau bawa sudah disimpan di meja.
Tak lama dari itu, beliau menarik tangan saya. "Mama nggak ikutan. Mending kita masak ke dapur yah, Tha."
Saya mengangguk singkat.
"Tuh lihat, Mama sudah lengket banget sama Zanitha. Enggak ada niat untuk memperjelas hubungan apa A Hamzah?!"
Samar-samar saya mendengar perkataan Hanin, tapi tak ingin meneruskannya. Lebih baik segera masak bersama Mama.
Baru saja saya sampai dapur. Suara teriakan Hamzah memekakan telinga.
"Zanitha recording dulu!"
⏮️▶️⏭️
Padalarang, 06 September 2023
Seru dan kocak juga yah keluarga Hamzah ini. Heboh, apalagi ada Hanin ☺️🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro