
ETP | 31
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Pada hakikatnya perempuan memang mudah terbawa perasaan. Tak heran jika mudah sekali termakan bujuk rayu seorang ikhwan."
⏭️⏸️⏮️
DISAMPING terkenal dengan tempat wisata yang kaya akan keindahan alam, Garut juga dikenal memiliki wahana dan sarana arung jeram yang bisa dikatakan sebagai unggulan.
Di Sungai Cimanuk terdapat beberapa area yang biasa digunakan para wisatawan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Arung jeram dilaksanakan pada pagi hari setelah sarapan, sekitar pukul delapan.
Sebelum memulai kegiatan, kami diberi arahan terkait tatacara dan teknik pengarungan yang disampaikan oleh instruktur. Diharapkan dengan diberitahukannya hal tersebut, para peserta bisa memahami dan mensimulasikan teknik yang disampaikan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Selanjutnya kami dibantu untuk memasang dan menggunakan perlengkapan pengarungan, dari mulai pelindung kepala, pelampung, sampai dayung. Dengan dipandu oleh seorang Guide kami melakukan simulasi di air terlebih dahulu, setelah dirasa siap barulah start pengarungan.
Selama pengarungan kami disuguhkan dengan aneka ragam pemandangan. Dari mulai tebing bebatuan yang menjulang, pesawahan yang terhampar di pinggir sungai, bahkan saya pun menemui beberapa satwa seperti burung dan biawak yang sudah akrab dengan setiap manusia yang lewat.
Meskipun baru pertama kali melakukan kegiatan semacam ini, tapi saya cukup menikmati. Bisa dikatakan sangat memacu adrenalin. Setiap melalui jeram yang dianggap berbahaya, team rescue akan memposisikan diri guna mengantisipasi kejadian yang tidak diharapkan, seperti perahu terbalik ataupun peserta terlempar dari perahu.
Lengkingan suara saling bersahutan saat melakukan jumping di lidah arus yang memungkinkan. Benar-benar seru dan sangat mengasikan. Definisi healing bersama dengan alam yang sesungguhnya.
Jarak pengarungan sekitar 12 Km dan memerlukan waktu tempuh kurang lebih dua setengah hingga tiga jam. Fasilitas yang ditawarkan cukup lengkap, sebelumnya kami sudah disuguhi welcome drink, lantas setelah selesai pengarungan kami pun diberi snack dan juga makan siang.
"Basah kuyup kamu, Tha, bukannya ganti baju dulu malah langsung makan," tutur Mama.
"Makan dulu yah, Ma, laper banget. Lagi pula bajunya setengah basah, kok, sebentar lagi juga kering."
Beliau mengangguk lantas kembali fokus makan.
"Boleh ikut gabung?"
Saya mendongak dan menelan rusuh makanan yang masih ada di dalam mulut secepat kilat, sebelum akhirnya mengizinkan dia untuk ikut bergabung.
"Bagaimana kegiatan rafting tadi?" tanyanya seraya membuka nasi box.
"Seru, Mas."
"Syukurlah, Ibu bagaimana? Apa ada sesuatu yang membuat Ibu kurang nyaman dengan acara gathering ini?" tanya Mas Dipta.
Mama tersenyum lebar. "Tidak ada, Nak Dipta. Alhamdulillah saya sangat menikmati dan juga berterima kasih karena sudah diperkenankan untuk ikut serta dalam acara ini."
"Lega saya mendengarnya, kalau memang perlu apa-apa bisa langsung hubungi tim saya. Jangan sungkan," cetus dia begitu ramah.
Ini merupakan kali pertama Mama dan Mas Dipta terlibat perbincangan, apalagi kami pun duduk dalam satu meja dan menikmati makan siang bersama.
Mama mengangguk singkat sebagai respons.
"Nanti selepas isya kita masih ada fun games dan juga barbeque-an di taman belakang villa. Kalau setelah ini bebas, mau dipakai istirahat ataupun jalan-jalan di sekitaran villa juga boleh."
"Siap, Mas."
Kami terlibat obrolan hangat dengan diselingi tawa dan juga canda. Mas Dipta memang pribadi yang humble, ramah, serta pencair suasana.
Rasa canggung yang semula ada, seketika sirna karena Mama dan juga Mas Dipta yang memang sangat senang berbicara. Beda dengan saya yang lebih banyak menyimak.
"Saya duluan, harus siap-siap untuk salat zuhur," katanya saat sudah menghabiskan makan siang.
"Masih lima belas menit lagi. Mau jamaah di masjid?" tanya Mama.
Sebuah anggukan dia berikan. "Iya, Bu, lagi pula saya juga harus membersihkan diri terlebih dahulu. Tadi habis rafting, kan."
"Silakan, Nak Dipta."
Suara salam melepas kepergian Mas Dipta, dan kini hanya menyisakan saya dan juga Mama.
"Pria semapan Nak Dipta kok masih lajang. Enggak mungkin, kan kalau nggak ada perempuan yang mau jadi istrinya?" seloroh Mama terlihat sangat penasaran.
"Bukannya nggak ada perempuan yang mau, tapi mungkin Mas Diptanya yang sangat selektif dalam memilih. Untuk perkara meminang naskah saja perlu banyak pertimbangan, apalagi meminang seorang perempuan," sahut saya sekenanya.
"Bener juga apa yang kamu katakan. Mama jadi penasaran, kira-kira perempuan seperti apa yang kelak akan jadi istrinya. Nak Dipta itu paket lengkap, MSG lha."
"MSG? Maksud Mama?"
"Mapan, shalih, ganteng."
Saya menyemburkan air minum yang masih ada dalam mulut. Bahkan, kedua mata saya pun membulat sempurna saking terkejutnya. Baru kali ini beliau memuji secara gamblang seorang ikhwan.
"Enggak jaga pandangan nih, Mama. Sudah berumur juga, masih tahu yang ganteng-ganteng," ujar saya seraya geleng-geleng kepala.
"Bukannya nggak jaga pandangan, dilihat dari sekilas mata juga sudah terlihat jelas."
"Astagfirullahaladzim."
"Kenapa istighfar?"
"Baru tahu Nitha kalau mata Mama sejeli itu memerhatikan orang lain."
"Lebay kamu, Tha!"
Saya meringis pelan sebelum akhirnya berujar, "Mau ke kamar sekarang nggak? Nitha mau bersih-bersih dulu. Bentar lagi azan."
"Mama mau langsung ke masjid saja, Tha, capek kalau harus bolak-balik cuma buat nungguin kamu mandi."
Saya pun mengangguk. "Ya sudah, masjidnya samping villa. Mama jangan ke mana-mana, kalau nyasar Nitha susah nyarinya."
Saya pun bergegas menuju kamar, dan membersihkan diri secepat mungkin. Memilih untuk salat di kamar, karena akan memakan waktu lagi jika harus pergi ke masjid. Terlebih, pasti tidak akan kebagian salat berjamaah juga.
⏭️⏸️⏮️
Angin malam dengan ditemani bisingnya orang-orang yang tengah asik berbincang mewarnai kegiatan kali ini. Tawa riang saling bersahutan, bahkan ada juga yang sengaja memetik sebuah gitar, bermunculan pula para vokalis dadakan yang semakin membuat suasana semakin riuh.
Sedangkan saya lebih memilih untuk membakar berbagai jenis seafood dan daging bersama rekan-rekan sesama penulis lainnya. Berbeda dengan Mama yang memilih berdiam diri di kamar, beliau tidak ikut serta sebab acara ini didominasi oleh anak-anak muda.
"Mendadak berubah jadi shalawatan, beda emang kalau yang pegang kendalinya Mas Dipta. Dari yang semula lagu-lagu galau, sekarang diajak mengingat Sang Maha Pencipta," komentar salah satu rekan saya.
Saya pun menoleh ke samping, di sana terdapat sekumpulan orang-orang dengan Mas Dipta yang berada di tengah seraya memetik gitar, sembari melantunkan shalawat.
"Calon suami orang damage-nya nggak ada obat!"
"Halu aku semakin tak tertolong, Mas Dipta jelmaan tokoh-tokoh fiksi yang sering aku ciptakan."
Banyak sekali komentar-komentar yang saya dengar, terlebih tentang kekaguman mereka pada Mas Dipta. Hal yang sudah sangat biasa saya dengar, memang sekharismatik itu sosoknya.
"Mas arabic song dong," pintanya setengah berteriak.
Sebuah acungan jempol diberikan Mas Dipta, dan seseorang yang me-request lagu tersebut berjingkrak kesenangan.
"Zaujatii, Antii habiibatii anti."
Tepat saat Mas Dipta menyanyikan lirik tersebut, teriakan histeris dari kaum perempuan menguar hingga memekakan indra pendengar.
"Zaujati katanya, Tha, berasa aku yang dipanggil itu. Padahal, kan cuma lirik lagu," ocehnya begitu histeris.
Saya geleng-geleng. "Istighfar, halu kamu semakin menjadi-jadi. Khawatir nggak kesampaian malah mampir ke RSJ Cisarua lagi."
"Sadis banget itu mulut!"
"Ya lagian, kamu juga kurang kerjaan sih. Pakai request lagu itu, awas kalau bener-bener baper."
Dia malah senyum-senyum tak jelas. "Sudah kepalang baper dari lama, Tha. Pesona Mas Dipta nggak ada lawan emang."
Assyifa itulah namanya. Penulis religi yang satu generasi dengan saya, dan juga bisa dikatakan sebagai teman baik saya di sini. Dia memang termasuk dalam golongan fans fanatik Mas Dipta. Tak heran jika sampai segitunya.
"Rasanya pengen banget denger kalimat qobiltu nikahaha dari bibir tipis Mas Dipta."
Saya menjitak keningnya. "Qobiltu nikahaha, hahahaha!"
Tanpa aba-aba dia malah menginjak kaki saya. "Rasain tuh!"
⏮️◀️⏭️
Padalarang, 01 Oktober 2023
Alhamdulillah sudah sudah masuk bulan baru. Semoga bisa menuntaskan cerita ini sampai akhir bulan nanti. Jangan lupa tinggalkan jejak yah 👣☺️
Dukung selalu cerita Epilog Tanpa Prolog dalam Event GMG Branding Challenge 2023 ✨
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro