Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ETP | 24

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Melibatkan Allah dalam segala urusan adalah sebuah keharusan yang tak bisa ditawar."

⏮️⏸️⏭️

SAYA terperangah kala melihat map berisi kontrak kerja sama yang berada tepat di depan mata. Sangat sulit dipercaya, saya rasa ini hanya halusinasi. Tidak benar-benar terjadi.

Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba Mas Dipta datang dengan membawa kabar yang sangat amat mengejutkan. Rasanya saya ingin pingsan sekaligus berteriak dalam waktu yang bersamaan.

"Bagaimana? Apakah tawaran saya Zani terima?"

Saya mengerjap beberapa kali, mencoba untuk mengumpulkan nyawa yang hilang entah ke mana, karena terlalu lama melamun.

"Ini serius? Mas Dipta tidak sedang bercanda, kan?"

Dia malah tertawa tanpa dosa. "Tentu saja tidak. Saya serius, bukan modus."

Saya terbatuk-batuk dibuatnya. "Mas Dipta yakin? Saya tidak ingin mengecewakan banyak pihak, terlebih Mas Dipta. Apa ini merupakan keputusan yang diambil dengan pemikiran yang matang?"

"Tentu saja, saya tidak mungkin memutuskan sesuatu tanpa pikir panjang terlebih dahulu. Zani bisa memikirkannya, tidak perlu tergesa-gesa dalam memberi jawaban," katanya.

Saya pun mengangguk singkat. "Terima kasih atas pengertiannya, Mas."

"Padahal hanya tawaran kerja sama, bukan tawaran untuk hidup bersama. Tapi, respons yang Zani berikan sangat amat di luar dugaan. Perlu waktu untuk istikharah, kah?"

Saya mengangguk cepat. "Tentu, Mas, apa pun yang hendak saya putuskan haruslah melibatkan Allah. Saya tidak mau dicap sebagai hamba yang sombong, karena merasa paling tahu dan paling bisa memutuskan sesuatu. Padahal, untuk waktu satu menit ke depan pun saya tidak tahu apa yang akan terjadi."

"Singkatnya gini, doa tanpa usaha itu bohong, tapi usaha tanpa doa itu sombong. Keduanya harus balance dan memiliki kesinambungan, tidak bisa dipisahkan," tukas saya diakhiri senyum tipis.

"Apa yang Zani katakan memang benar. Apa pun jawaban yang nantinya akan Zani berikan, saya yakin itu adalah jawaban terbaik. Tidak perlu terburu-buru, saya akan setia menunggu," sahutnya begitu ramah.

Saya bernapas lega mendengarnya. "Saya akan pelajari dulu kontrak kerja samanya. Apakah MOU ini masih fleksibel sebagaimana MOU dulu?"

"Tentu, semua masih bisa didiskusikan."

"Boleh saya tahu, kenapa Mas Dipta memiliki keinginan untuk mengangkat buku saya ke layar lebar?" tanya saya to the point.

"Karena jalan ceritanya yang menarik dan dikemas dengan begitu apik. Kisah yang bisa dibilang klasik, tapi mampu membuat siapa pun tertarik. Selain itu, karena permintaan pasar juga. Dari semenjak launching, buku kamu sudah membuat publik penasaran. Bahkan, Papa saya pun mendesak untuk segera menggarap buku kamu menjadi sebuah film."

"Tapi saya memiliki sedikit kekhawatiran, takut gagal dalam mengeksekusi. Karena audio-visual berbeda dengan buku. Jika dalam film, kita memang mendapat gambaran yang jelas, tapi untuk feeling terkadang kurang. Itulah, mengapa ada beberapa film yang dinilai gagal, padahal diangkat dari buku best seller dengan pembaca jutaan."

"Novel itu memang hanya berisi untaian kata, tapi feeling-nya benar-benar sampai ke hati pembaca. Hanya dengan membaca, kita bisa membayangkan dan masuk ke dalam cerita."

"Lain hal dengan sebuah film. Meskipun berwujud, tapi karena durasi yang terbatas, kita kadang tidak sadar melupakan scen penting dan seolah abai hingga memangkasnya. Itulah mengapa film yang diangkat dari sebuah buku, kadang terkesan mengecewakan."

"Maka dari itu saya tidak ingin gegabah dan memaksa Zani. Apa pun keputusannya, akan saya terima," tukas Mas Dipta menjelaskan.

Saya mengangguk setuju. "Yang Mas Dipta sampaikan memang benar. Maka dari itu saya ingin mempertimbangkannya terlebih dahulu, sekalipun tawaran Mas Dipta sangat amat menggiurkan, tapi saya tidak ingin salah dalam mengambil keputusan."

"Menggarap film yang diangkat dari buku best seller itu memiliki pressure tersendiri. Beban mental, takut hasilnya gagal dan tidak sesuai. Tapi, sejauh ini saya selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dan membuat semua pihak merasa terpuaskan."

"Itu sudah pasti, terlebih Mas Dipta memang terjun langsung dalam proses produksi. Tapi, jika kita sudah berusaha maksimal, hasilnya pun insyaallah tidak akan mengecewakan," tutur saya.

"Aamiin, saya harap pun begitu."

"Oh, iya, apakah proses casting pemain akan melibatkan saya? Ini saya hanya bertanya seandainya saya menyetujui kontrak kerja sama yang Mas Dipta tawarkan."

Dia mengangguk mantap. "Tentu saja, PH kami ikut melibatkan penulis dalam penggarapan filmnya, bahkan untuk skenario pun bisa didiskusikan bersama."

"Mau bagaimana pun buku saya ini ber-genre religi, saya tidak ingin melibatkan pemain yang bukan mahram, terlebih jika ada adegan yang mengharuskan adanya kontak fisik. Saya takut kecipratan dosanya, Mas," ungkap saya sehati-hati mungkin. Takut menyinggung Mas Dipta.

"Saya tahu apa yang Zani khawatirkan, tapi saya usahakan untuk tokoh utama merupakan sepasang suami istri sungguhan di dunia nyata. Hal itu dilakukan untuk menghindari dosa karena pasti akan ada scen yang melibatkan kontak fisik."

"Untuk tokoh-tokoh pendukung lainnya pun diusahakan tetap menjaga khalwat dan ikhtilat. Kami berpegang teguh untuk membangun rumah produksi yang sesuai dengan syariat, tidak hanya mementingkan soal duniawi saja. Adegan yang kami pilih pun penuh pertimbangan, karena memang akan menjadi sebuah tontonan sekaligus tuntunan."

"Insyaallah selain untuk hiburan, film yang kami sajikan pun bertujuan untuk edukasi. Bahwasannya, dunia hiburan masih bisa berdampingan dengan syariat islam, jika memang memiliki niat dan kesungguhan," terang Mas Dipta membuat saya lega bukan kepalang.

"Alhamdulillah, jika memang seperti itu. Saya lega mendengarnya, tapi saya tetap ingin meminta waktu untuk mempertimbangkan baik buruknya," sahut saya.

"Silakan, jika sudah ada jawabannya bisa langsung kabari saya."

Saya mengangguk mantap.

Dunia entertainment zaman sekarang cukup mengerikan, terlalu banyak skandal. Dari mulai cinta lokasi, sampai kasus perselingkuhan. Benar-benar harus dibenahi agar tidak dianggap sebagai sebuah kewajaran.

Sebagai seorang aktor bermain peran memang sebuah pekerjaan, tapi kadang ada yang tidak profesional dan melibatkan rasa dalam sebuah adegan, hingga hal semacam itu ikut terbawa dalam dunia nyata.

Entah sudah berapa banyak kabar retaknya rumah tangga selebritis yang kandas, karena sang aktor atau aktris yang terlalu mendalami peran. Nauduzbilah, saya tidak ingin karya saya menjadi sumber kemudharatan.

"Silakan dinikmati dulu hidangannya, mubazir kalau tidak makan," titahnya.

Saya pun mengangguk, dan menuruti perkataannya.

Sepiring nasi dengan semangkuk rawon, tidak akan saya sia-siakan. Pasti akan saya lahap hingga benar-benar tandas, terlebih ada kelapa muda yang semakin menambah nikmatnya makan siang kali ini.

"Hamzah apa kabar, Zani? Saya dengar dia lanjut S2 di Jerman."

Saya tersedak kelapa muda yang belum sempurna saya telan. Cukup terkejut dengan pembahasan yang bisa dibilang melenceng, dari obrolan sebelumnya.

"Iya, Mas," sahut saya kala sudah berhasil menetralkan kerongkongan.

"Pantas ada sesuatu yang melingkar di jari manis kamu, sudah diperjelas sepertinya."

Sontak pandangan saya pun tertuju pada objek yang menjadi pusat perhatiannya. Saya meringis kecil lantas menyembunyikan tangan saya di bawah meja.

⏭️◀️⏮️

Padalarang, 24 September 2023

Masih adakah yang penasaran?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro