📒 1. Prolog
Bulan sudah tiga hari melewati fase purnama. Biasanya setiap malam, Aria akan keluar ke balkon kamar dan menghirup aroma bunga melati di pot dekat jendela.
Namun malam ini berbeda. Wanita dengan anak semata wayang itu tidak di sana. Aroma melati yang biasa menemani indera pembau Aria kini merebak dengan darah. Kepalanya tertunduk di lantai.
"Cari ke seluruh ruangan! Jangan sisakan keluarga Meterata seorang pun!" teriak pria berwajah bengis.
Hati Aria hanya bisa berdoa mendengar gemuruh sepatu besi milik prajurit yang menggeledah mansionnya. Berharap mereka tak menemukan buah hati tersayangnya.
Pria bengis menjambak rambut keemasan Aria dan menyeretnya ke teras mansion. Di sana ia melihat Reia, Lusian dan Philari terkapar tak berdaya. Mereka bertiga adalah pengawal Aria.
Si pria melempar Aria ke tanah. Dengan ujung jari yang bersinar, ia menuliskan formasi aksara magis di depannya yang melayang di udara.
Aria mencoba menopang tubuhnya yang memar dengan kedua tangan. Perih di wajah yang tak tertahankan membuatnya sulit berfokus. Hal benar yang ia lakukan agar si pria bengis tidak dapat mengorek informasi.
Seketika dengan seluruh tenaga yang tersisa, Reia denga napas terisak-isak bangkit dan menerjang dengan senyap kepada si pria bengis dari belakang. Ia tak memiliki senjata apa-apa lagi selain kepalan kedua tangannya. Berharap mampu menyelamatkan nyonya Aria.
Namun si pria bengis tak tergerak sedikitpun, sebab dua anak panah memelesat dan meng-cover dirinya dari serangan Reia.
Pengawal wanita itu tersungkur. Dua anak panah menancap cukup dalam pada punggungnya.
"Kak Aria ...," gumam pelan Reia sebelum kehilangan kesadaran.
Hati Aria semakin teriris menyaksikan detik-detik adik kandungnya tersungkur. Namun apalah daya, seluruh kekuatannya sudah habis.
Dari arah gerbang mansion, empat prajurit baru mendatangi Aria dan si pria. "Letnan Ozen, kami tim interogasi yang diminta utusan Far-"
"Iya sudah, cepat lakukan segel pikiran pada wanita ini."
"Baik, Pak!"
Tiga prajurit mengelilingi serta mengadahkan tangan ke arah Aria. Sementara satunya lagi mengangkat tubuh wanita tersebut.
Pria bengis bernama Ozen itu menyelesaikan aksara magisnya. Ia bawa formasi tersebut dekat dengan kepala Aria.
Ketiga prajurit lalu memulai fokus mereka. Energi magis berwarna krim terkumpul pada Aria dan menyelimuti seluruh tubuhnya.
Wanita malang itu berteriak kesakitan seolah tubuhnya tersengat aliran listrik. Bersamaan dengan itu Ozen langsung mendekapkan formasi magis ke dahi Aria.
Kedua mata Aria melotot. Ia berhenti menjerit namun tubuhnya masih merasakan kesakitan.
Ozen berkonsentrasi penuh saat memegangi kepala Aria. Salah satu kekuatannya berupa manipulasi pikiran. Sama seperti milik Aria. Itulah mengapa Ozen memerlukan bantuan ketiga prajurit untuk melakukan segel pikiran, agar Aria tidak dapat melawan balik secara psikis kepada Ozen.
Ozen mulai memasuki pikiran Aria, tepatnya pada bagian ingatan. Ia melihat ketika dirinya memasuki kamar atas mansion, tempat Aria berada sebelum kemudian menghajarnya hingga babak belur.
Bukan tanpa alasan. Aria hanya dengan tatapan mata melumpuhkan dua anak buah Ozen saat penyergapan. Membuat mereka seketika jatuh pingsan. Sebuah kekuatan manipulasi pikiran di tingkat yang mengerikan. Namun Ozen mampu bertahan dari serangan psikis tersebut dan berhasil menjatuhkan Aria.
Kini Ozen mampu mensinkronkan alur ingatan milik Aria dengan yang ia terima. Ia pun membalik alur tersebut, melihat dari sudut pandang Aria sebelum kedatangan dirinya dan prajurit-prajurit Ozen.
Dalam ingatan yang Ozen intip, Aria berada di basemen mansion sebelum malam penyergapan. Di sana ia bersama seorang wanita yang mengenakan seragam maid dan seorang bocah laki-laki.
Aria kemudian berlutut di hadapan bocah tersebut dan memberikan kalung yang ia kenakan kepadanya.
"Itu dia ...," gumam pelan Ozen. Bocah itulah yang belum ia temukan sampai sekarang dan kalung yang dikenakan si bocah merupakan tujuan ia kemari.
Ozen lalu melepaskan tangannya dari kepala Aria dan menonaktifkan kekuatannya. Ia sudah menemukan ke mana perginya bocah beserta kalung tersebut.
"Dua dari kalian ikutlah denganku. Sisanya bawa Aria ke tempat penahanan."
"Siap, Pak!"
Tanpa menunda, Ozen berlari memasuki mansion diikuti oleh dua prajuritnya. Mereka menuruni tangga kayu dan tiba di basemen pertama.
Kelopak mata Ozen menyipit memerhatikan ruangan tersebut. "Hmm, bukan di sini tempatnya."
"Letnan! Kami menemukan jalan ke basemen kedua," pekik seorang prajurit yang tidak sengaja bertemu mereka bertiga.
"Bagus, tunjukkan jalannya."
Prajurit itu menuju ke sebuah papan kayu yang lebar. Awalnya mereka berpikir itu adalah sebuah meja sampai si prajurit mengangkat papan tersebut pada poros engselnya.
Ozen langsung menuruni tangga yang terlihat dengan cepat. Ketika sampai di ujung anak tangga mereka hanya mendapati ruangan yang berfungsi sebagai gudang barang dan sebuah perapian bawah tanah.
Tidak ada siapapun kecuali mereka sendiri di sana. Tetapi Ozen mengetahui sesuatu dari ingatan Aria.
Ia lalu berjalan mendekati perapian dan menurunkan bingkai lukisan tua. Di balik lukisan itu terlihat saklar besar terbuat dari kayu. Ozen menaikkan saklar tersebut lalu mendorong tembok bata yang mengelilingi perapian.
Tembok itu bergeser. Di baliknya menampilkan sebuah lorong gelap yang tak terlihat ujungnya.
Kemudian salah satu prajurit dengan kekuatannya menyalakan api di tangannya. Lalu ia tembakkan sebuah bola api ke dalam lorong tersebut, menyinari kegelapan untuk memastikan tidak ada perangkap pada lantainya.
"Ayo," perintah Ozen sambil menggerakkan kepala. Ia berlari di depan diikuti keempat prajuritnya.
Di ujung lorong tampak berkasan cahaya obor. Mereka tiba di sebuah ruangan sungai bawah tanah. Ujung sungai tempat keluarnya air berdiri patung seorang wanita. Di samping patung tersebut mereka menemukan maid yang Ozen lihat di dalam ingatan Aria. Namun ia tak menemukan si bocah.
Keempat prajurit menahan si maid tanpa ada perlawanan sama sekali. "Di mana anak itu?!" bentak Ozen.
Wanita yang ketakutan itu tidak mengatakan apa-apa. Namun ia menggerakan jari dan menunjuk ujung aliran sungai bawah tanah tersebut, terus menuju lorong gelap yang tak terlihat dan hanya ada air tanpa udara.
Ozen mematung sejenak sebelum berteriak, "aghh! Sialan!"
"Pak, apa perlu kita menyelam ke sana?"
"Iya jika kau bosan hidup!"
Salah satu prajurit mencelupkan tangannya ke air. Ia kemudian berfokus dan menumpahkan kekuatannya ke dalam badan air. Tampak aliran sungai sedikit memiliki kilatan energi biru. Energi tersebut mengikuti arus sungai.
Kemampuan itu adalah perabaan ekstraordiner. Ketika energi biru tersebut bersentuhan dengan objek, si prajurit akan menerima sentuhan tersebut dalam bentuk visual ke dalam pikirannya, sehingga ia dapat mengetahui apa-apa saja yang ada sejauh yang disentuh oleh energi tersebut.
"100 kaki ke dalam sana tidak ada apa-apa selain air," lapornya.
Ozen berbalik. "Tentu saja tidak ada. Anak itu menggunakan kekuatan dari kalung Aria. Kita takkan menemukannya di sini, atau bahkan di mana pun."
"Di mana pun? Maksudnya anak itu mengalami teleportasi ke tempat lain?"
"Lebih kepada perpindahan dimensi," sahut Ozen pada prajuritnya. "Bawa wanita tersebut! Sedikit saja bekas penggunaan Venevisium pada anak itu dan kalungnya dapat menjadi petunjuk pelacakan bagi departemen manipulasi ruang-waktu."
"Siap, Pak!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro