Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌵Bab 39🌵

ANGGITA berjalan menuju dapur dengan langkah gontai. Gadis itu baru saja menyelesaikan urusannya di kamar mandi, dan berniat mengisi perut karena lapar.

"Tumben baru bangun, Nggi," tegur Aga yang tengah membuka pintu kulkas.

Gadis bermata cokelat itu terlonjak. "Kak Aga?"

Aga tersenyum miring. "Pagi."

Masih dengan ekspresi terkejutnya, Anggita melangkah mendekati Aga yang kini tengah meneguk air dari botol.

"Kak Aga nggak kerja?" tanya Anggita melirik jam dinding sekilas.

Aga mengusap ujung bibirnya yang basah, lalu menggeleng. "Libur," jawabnya. "Lo sendiri, nggak kuliah?"

Anggita menggeleng. "Libur."

Perlahan, Anggita dan Aga tersenyum bersamaan.

"Mau jalan-jalan?" tawar Aga seraya menutup pintu kulkas. Jemarinya kini sibuk menyisir rambut ikal yang sudah lama tidak diurus.

Sementara Anggita membuka lemari makanan, Aga memilih untuk mencuci piring bekas sarapan pagi tadi.

"Boleh," jawab Anggita setelah mengeluarkan nasi bungkus dari dalam lemari. Hari ini Anggita diberitahu Angga kalau Mama dan Papanya akan pergi ke luar kota untuk menghadiri undangan pernikahan saudara jauh. Dan seperti biasa, jika tidak ada yang bisa memasak sarapan, Mira akan membeli makanan di ujung kompleks dengan jumlah tertentu dan meninggalkan catatan di atas meja makan.

"Jarang banget Kak Aga punya waktu libur," komentar Anggita setelah menelan suapan pertamanya.

Aga balas tersenyum demi mendengar kalimat saudarinya. "Makanya, mumpung libur, gue mau bahagiain lo."

Mendengar itu, Anggita tak bisa menahan tawanya. Gadis itu meletakkan sendok, lalu menatap punggung Aga intens. "Biasanya kata-kata yang Kak Aga omongin barusan cuma ada di cerita fiksi."

Aga tergelak. Pemuda itu segera mengelap tangan basahnya dengan handuk kecil di sisi wastafel, lalu berbalik melihat Anggita yang masih sibuk menatapnya. "Jadi gue pemeran utamanya, dong?"

Anggita mendengkus kecil. Tangannya kembali mengambil sendok dan berkutat dengan makanannya.

"Gue mau gantiin hadiah ulang tahun lo yang tertunda kemarin. Jadi, mau jalan-jalan ke mana?" Aga ikut duduk di samping Anggita dan bersidekap di atas meja. Memperhatikan gadis berambut pendek itu menyantap sarapannya dengan tenang.

"Mau ke Dufan?"

Mata Anggita membulat. "Ha? Kak Aga nggak lagi bercanda, 'kan?"

Aga menggeleng polos. "Kenapa? Tempatnya juga nggak jauh-jauh amat."

"Tapi ... kenapa Dufan? Paling cuma ada antrian panjang di sana. Nggak ada sesuatu yang menarik dan bermanfaat. Buang-buang uang sama waktu aja."

Mendengar itu, Aga tertawa. "Loh, kata siapa? Bukannya pas SMP dulu kamu pengen banget ke Dufan, tapi nggak dibolehin karena umur kamu masih 11 tahun pas itu?"

Anggita mendengkus. "Itu kan pas aku masih kecil."

"Sekarang juga masih kecil. Nggak ada bedanya," cibir Aga seraya menarik pipi gadis itu gemas.

Seketika itu juga, Anggita berseru kesal dan balas memukul lengan sang Kakak geram.

"Tuh, 'kan. Masih bocah," kekeh Aga disusul tawa yang kian menjadi.

***

"Kalau gitu, saya pamit dulu, Pak." Alex pamit ketika pemuda itu selesai mendampingi Juna menemui Pak Handi pagi ini.

Juna menghela napas panjang. Telapak tangannya kini menepuk bahu Alex singkat, lalu mengangguk. "Thanks, sudah menemani saya hari ini. Kamu boleh pulang lebih awal."

Senyum Alex mengembang. Pemuda itu mengangguk semangat. "Baik, Pak. Terima kasih," ucapnya kemudian balik badan. Berniat menaiki taksi online yang baru saja tiba beberapa saat lalu.

Juna balas mengangguk. Pria itu tak sengaja mengalihkan pandangannya ke seberang jalan.

Mata Juna melebar ketika mendapati sosok Anggita tengah berjalan beriringan dengan seorang pria berambut ikal di trotoar dan kini sedang berjalan menuju sebuah tempat wisata.

Juna buru-buru mengetuk pintu depan mobil yang baru saja dinaiki Alex.

Kaca diturunkan. "Kenapa, Pak?" tanya pemuda itu melongokkan setengah kepalanya keluar.

"Kamu setelah ini luang?"

Alex bergumam ragu. "Iya, Pak. Tadi kan Pak Juna ngasih saya libur."

Juna mengangguk. "Kalau begitu, saya nggak jadi kasih kamu libur. Turun."

***

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro