🌵Bab 37🌵
ANGGITA melangkah cepat menyusuri garbarata diiringi Juna yang tampak kelelahan setelah melewati penerbangan selama kurang lebih 18 jam.
"Kamu mau saya antar pulang sekalian?" tawar Juna seraya melirik arloji di pergelangan. Raut mukanya terlihat letih.
Anggita menggeleng. "Makasih, Bang. Saya bisa pulang sendiri naik taksi online. Bang Juna kan harus ke kantor sekarang juga."
Juna mengusap wajahnya yang kebas. Setelah pulang dari makan malam, Juna mendapatkan panggilan dari Fera yang memberitahukan soal Antony Wang yang ditangkap polisi karena kasus pencucian uang dan sengaja menggunakan gudang furniturenya sebagai tempat melancarkan aksi.
Mendengar itu, Juna yakin semua ini ada hubungannya dengan masalah distribusi perusahaannya dan harus segera pulang untuk melakukan rapat darurat dengan timnya. Anggita yang saat itu mengatakan ingin pulang, meminta Juna untuk membawanya juga.
Pria bermata elang itu hanya bisa mengangguk pasrah karena tatapan Anggita yang terlihat seolah tidak nyaman jika terus berada di sana.
Setelah berusaha meyakinkan Dewi, Anggita dan Juna segera membeli tiket dan mengambil penerbangan malam itu juga.
Juna mengeluarkan ponselnya dari saku. Dengan sigap ia menelpon sang supir agar menjemputnya segera.
Anggita yang kini berdiri di dekat pintu masuk tepat di sebelah pria itu, ikut membuka ponsel dan beniat memesan taksi online.
Setelah memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, Juna beralih menoleh pada Anggita yang masih sibuk menatap gawainya.
"Gimana? Sudah dapat?" tanya Juna di sela-sela kegiatan menggulung lengan kemejanya hingga siku.
Anggita menyeringai samar. "Baterai saya habis."
Juna menghela napas singkat. "Kamu bareng saya aja. Ini sudah malam. Bahaya kalau anak kecil pulang sendirian," gumamnya setengah bergurau. Membuat Anggita yang masih menggenggam ponsel, mendelik samar pada Juna yang tersenyum miring padanya.
Anggita mendengkus. "Saya bukan anak kecil."
"Tapi bagi saya kamu masih anak-anak," kelakar Juna disusul tawa renyah.
Gadis berambut pendek itu terdiam. Pandangannya beralih ke ponsel yang mati di tangan. Entah kenapa, ucapan Juna barusan membuat perasaannya mendadak kalut.
"Kalau saya anak-anak, berarti Bang Juna pedofil," lirih Anggita dingin.
Juna terhenyak. Pria itu mengerjap beberapa kali sebelum menyahut, "Apa?"
Anggita berdecih. Mendelik ke arah Juna yang berdiri di sampingnya. "Kemarin minta saya cium pipi Bang Juna. Padahal bagi Bang Juna saya ini anak-anak. Itu bukan pedofil namanya?" sinis gadis itu tak terima.
Mendengar itu, Juna tertawa hambar. Tangannya terangkat untuk mengacak rambut Anggita seperti biasa. "Kamu ini ada-ada saja. Kan bisa saja kamu nganggap saya Om kamu, dan saya nganggap kamu sebagai ponakan."
Kini Anggita yang gantian tertawa. Tawa yang terdengar dibuat-buat itu berhasil membuat Juna seketika begidik.
Tatapan Anggita kini sempurna tertuju pada sosok Juna yang tampak bergeming di tempat. "Bagi saya, Pak Juna itu hanya orang asing."
***
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro