Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌵Bab 23🌵

JUNA menatap lurus manik mata Anggita yang terlihat kebingungan. Pria itu mendengkus kecil. "Nggak, lupain," ujarnya seraya melambaikan tangan. Memilih menyesap kembali americano di atas nakas. Dalam hatinya, ia merasa konyol karena mengatakan hal itu tanpa pikir panjang. Terlebih pada seorang gadis 18 tahun? Damn, sadar, Juna.

Anggita hanya bisa mengangguk. Enggan menambah obrolan karena ia harus fokus. Jam belajarnya cukup berkurang karena harus mengajar Bima hampir setiap hari.

Tanpa peduli keberadaan Juna, Anggita segera mengarahkan jemarinya ke keyboard.

Lima menit berselang, Juna menyerah. Pemuda itu memutuskan untuk mengeluarkan ponsel dari saku dan menyalakannya. Mencoba menggulir halaman media sosial milik Anggita. Sesekali ia menyempatkan diri untuk mengamati sosok gadis itu diam-diam.

Juna tersenyum kecil. "Kamu suka kaktus, 'kan?" tanya pria itu mencoba mencari peruntungan. Jika Anggita bersikeras tidak ingin diganggu, gadis itu pasti akan mengatakannya saat itu juga. Namun, jika dia menanggapi, itu berarti Juna bisa mengatakan selamat tinggal pada kejenuhan.

"Iya," jawab Anggita singkat.

Juna berdeham. Masih berusaha membuat Anggita tidak terganggu dengan keberadaannya. "Kalau saya kasih kamu kaktus, gimana?"

Gerakan tangan Anggita terhenti. Alisnya terangkat. "Maksud Bang Juna?"

"Yeah, kemarin kan saya rencana mau kasih kamu kado buat balasan udah nganterin saya. Walau mungkin sudah telat. Atau ... kamu mau sesuatu yang lain?" tanya pria itu memasang senyum khasnya.

Pipi Anggita berkedut. Antara merasakan kengerian, atau memang semua hal ini memang membuatnya merinding.

Melihat ekspresi Anggita yang terlihat tak nyaman, membuat bibir Juna yang tadinya melengkung ke atas, berbalik ke bawah. "Kenapa? Saya aneh?"

Gadis itu buru-buru menggeleng. "Of course not. Tapi saya merasa semua yang saya lakuin ke Bang Juna itu memang murni mau bantu saja. Nggak ada niat lain apalagi pamrih. Jadi Bang Juna nggak perlu repot-repot balas jasa saya."

Juna menghela napas. Menatap Anggita sejenak, lalu bersidekap. "Begitu?"

Anggita mengangguk mantap. Berniat kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.

"Kamu suka kaktus, tapi kenapa Dewi bilang ke saya kalau jangan kasih kaktus ke kamu?" tanya Juna mengalihkan topik. Sadar sudah tiga kali dia membuat suasana hampir canggung.

Alunan musik indie kini disetel. Seorang karwayan kafe berambut panjang diikat ekor kuda mendatangi tempat duduk mereka. "Permisi, bisa tolong permisi sebentar? Saya harus bersihkan kaca bagian sini."

Juna dan Anggita saling tatap. Mereka mendadak bingung dengan sikap karwayan tersebut. Ditilik dari nametag-nya, pastilah gadis ini adalah anak magang.

Di saat Juna dan Anggita masih terkejut, seorang karyawan dengan rambut ikal mendatangi gadis itu dan menegurnya dengan bahasa isyarat.

"Kenapa lagi? Kan saya harus bersihin jendelanya," protes gadis dengan poni tidak simetris tersebut. Karyawan bernama Tasya Aranda itu tampak kesal pada karyawan bernama Andrea yang sepertinya tunawicara.

Anggita yang menyaksikan drama itu memilih untuk membereskan barang-barangnya, lalu menyesap habis minuman yang tersisa separuh. Tak perlu waktu lama, Anggita sudah bangkit dari kursi dan memutuskan pergi meninggalkan Kafe Senja dengan raut muka datar seolah tidak terjadi apa-apa. Juna yang melihat hal itu mau tak mau menyusul Anggita. Setelah sebelumnya menegur dua karyawan yang tidak kompeten tersebut.

"Kamu kenapa keluar?" tanya Juna berusaha mensejajari langkah Anggita.

Gadis berjaket merah itu terkejut dengan sosok Juna yang mengikutinya. "Bang Juna kenapa ngikutin saya?" tanyanya heran.

Juna menyeringai. "Kamu sendiri kenapa keluar?"

Anggita menelan ludah. Membenarkan posisi tas ransel yang ia gendong. "Saya nggak mau pindah tempat duduk. Mungkin mereka lagi berantem. Walau itu nggak profesional, tapi saya mending pergi aja daripada keganggu."

Pria itu terkekeh. "Kalau gitu saya juga sama."

Anggita melirik Juna yang kini berjalan santai di sebelahnya dengan kedua tangan tersimpan di saku celana. Gadis itu lagi-lagi merasa aneh dengan sikap Juna yang seenaknya.

"Bang Juna ke sini jalan kaki juga?"

Juna tersadar. Pria itu segera menepuk dahi. "Oh iya! Saya kan naik mobil tadi. Bentar. Kamu tunggu sini," kata pria itu sebelum akhirnya melangkah terburu-buru kembali ke pelataran Kafe Senja.

***

"Saya kan sudah bilang, anggap aja ini balas budi karena udah nganterin saya." Juna menghela napas. Entah sudah kali ke berapa pria itu mengatakannya pada Anggita. Gadis itu kini duduk diam di kursi depan bersamanya.

Mobil putih Juna berhenti di lampu merah. Anggita yang tadinya berniat turun lagi-lagi dicegah Juna dengan perkataan barusan.

"Kamu setelah ini luang?" tanya Juna buru-buru mencari topik pembicaraan sebelum Anggita kembali protes.

Gadis yang masih mengenakan kacamata itu menggeleng. "Tugas saya belum selesai."

Senyum kecil Juna terbit. "Mau saya kasih tahu tempat yang nyaman buat ngerjain tugas?"

***

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro