🌵Bab 20🌵
AGA yang baru saja pulang setelah bersusah payah mendapatkan izin karena tidak enak badan, merasa marah karena suasana rumah yang menyambutnya. Terlihat sang Ayah sedang berusaha menarik Angga agar menjauh dari Anggita yang tampak marah.
Aga memegang kepalanya yang berdenyut. Pria itu menggeram pelan setelah sebelumnya berusaha mengatur emosinya agar tidak tumpah. Setelah mendesah kasar, Aga melangkah menghampiri mereka bertiga. Tangannya sigap menarik Anggita agar masuk ke dalam kamar. Sementara Angga berteriak marah karena dituduh mencuri.
Pintu kamar Anggita dengan sigap Aga kunci dari dalam. Pria itu kini menoleh pada sang Adik yang duduk termenung di sisi ranjang.
"Kamu nuduh Angga nyuri uang kamu?" tanya Aga memastikan. Sedikit tidak suka dengan sikap Anggita tersebut.
Anggita tersenyum miring. Senyum yang membuat Aga merasakan hawa kengerian samar. Tidak biasanya gadis pendiam itu bersikap seperti ini.
"Siapa lagi kalau bukan dia," tukas Anggita kemudian. Memegang erat celengan tabungnya dengan tatapan dingin.
Aga menyugar rambut basahnya ke belakang. Berjalan mendekati sang Adik. "Anggita, kamu punya bukti? Angga emang suka mintain duit, tapi bukan berarti dia bakal mengambil sesuatu yang bukan hak-nya," kata Aga berusaha meyakinkan gadis itu.
Anggita lagi-lagi menyeringai aneh. "Kalau bukan Angga siapa? Papa? Atau Mama? Cih, yang bener aja."
Aga mengatupkan rahang. "Kamu tenang dulu di sini. Aku bakal tanyain ke Papa." Pria itu berbalik. Melangkah menuju pintu dan beranjak keluar setelah membuka kunci.
"MANA CEWEK SIALAN ITU HAH!" Teriakan Angga terdengar sampai kamar Anggita. Gadis itu hanya bisa menatap kosong lantai kamarnya tanpa peduli dengan kemarahan Angga.
Aga menarik kerah pakaian Angga dan membawanya agar menjauh dari pintu kamar Anggita.
Brama, Ayah mereka, ikut menarik Angga agar menjauh. "Angga, kamu bisa tenang, nggak?!" bentak Brama membanting tubuh Angga ke sofa. Aga berkacak pinggang menatap sang Adik dengan rahang terkatup. Sifat kasar Angga ketika marah memang cukup menguras emosi. Pemuda itu tak segan untuk berteriak hingga membuat tetangga bisa mendengarnya. Itulah sebabnya mengapa mereka selama ini selalu berhati-hati menghadapi sang bungsu yang mudah tersulut.
"Dia nuduh aku nyuri, Pa!" seru Angga tidak terima. Mendongak menatap Brama dan Aga bergantian.
Aga memijat pelipisnya yang berdenyut. Kali ini tatapannya tertuju pada Brama yang tampak berusaha menahan diri untuk tidak menghajar anak bungsunya.
"Pa," panggil Aga, membuat pria paruh baya itu menoleh. "Papa tahu ke mana uang Anggita? Dia gak simpan uang di bank karena Papa sama Mama nggak ngizinin."
Alis Brama terangkat sebelah. Pria itu mendelik tajam. "Maksud kamu? Kamu nuduh Papa yang ambil uang Anggita?"
Aga menggeleng. "Nggak gitu, Pa. Tapi nggak mungkin kalau yang ambil Angga. Mungkin aja Papa atau Mama lagi butuh, jadi---"
"Ada apa ini?" Mira muncul dari arah pintu. Tampilannya terlihat necis dengan make up tebal yang membuat wanita itu terlihat jauh lebih cantik dari biasanya. Dengan santainya, Mira duduk di sofa dan mengeluarkan kaca dari dalam tas. Berniat menghapus make up yang seharian ini membuat wajahnya terasa gerah.
Suasana mendadak hening.
***
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro