Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian Tiga: Terjatuh

Rachaela menatap permukaan danau yang tenang, milik taman yang mereka berdua datangi. Natsuki yang berdiri di sampingnya sibuk berfoto bersama Mister Misteri. Keduanya tidak berbicara, hanya menikmati ketenangan yang ada.

Beberapa pengunjung taman tampak melirik mereka. Mungkin karena seragam SMA Hikaru. SMA yang menjadi terkenal dalam waktu singkat karena kasus pembunuhan. Setelah beberapa menit dan merasa tidak nyaman dengan tatapan orang-orang, keduanya berjalan pergi.

"Rachel, apa kau kesal?" Natsuki menyimpan ponselnya yang kehabisan daya.

"Sedikit. Mungkin."

"Jawaban tidak jelas macam apa itu?"

"Aku hanya ... tidak tahu apa yang harus dilakukan saat bertemu dengan Sachi besok."

"Tentang itu, ya." Natsuki memeluk Mister Misteri lebih erat. Kucing itu mengeong protes dan melompat turun dari tangan Natsuki. Gadis itu tersenyum canggung. "Maaf, Mister Misteri."

"Wajah seperti apa yang harus kutunjukkan pada Sachi besok?"

"Bisakah kita seperti biasa saja? Dan, kau tidak menambahkan –chan lagi?"

Sejak kecil, Rachaela sudah terbiasa menjadi tomboi, menyukai hal-hal yang laki-laki sukai. Dia kasar dan sembrono. Namun, sejak bertemu Natsuki, dia mulai berpikir untuk berubah sedikit. Hanya sedikit. Sebagai contoh, menambahkan honorifik –chan pada teman perempuan.

"Berbicara seperti itu terlalu imut untukku." Gadis itu bergumam.

"Rachel, kau kecewa? Karena Sachi-chan menyembunyikannya dari kita?"

"Dia memang tidak banyak bicara kecuali pada pelanggan, sih."

"Kita juga tidak bertanya lebih banyak." Natsuki tersenyum. "Kita sama-sama berpiki kalau kepribadian Sachi-chan memang seperti itu. Kita berpikir untuk tidak mengganggunya. Berpikir itu adalah hal yang tepat."

"Kupikir Kai dan Yuki sudah tahu lebih awal, tapi mereka tidak mengatakan apa-apa."

"Mungkin ... lebih baik kita tidak tahu."

"Mungkin."

"Rachel, mau main ke toko hewan keluargaku? Kita bisa mengobrol lebih lama."

"Ide yang bagus."

.

.

"Kuroki-sensei, apa jika seseorang itu merasakan rasa sakit, maka dia bebas melakukan apa pun?"

"Aku seperti pernah mendengar pertanyaan yang sama dari seseorang."

"Dari Yousei-san."

"Kau memang tahu segalanya, ya."

Yuki menggembungkan pipi dengan cemberut, menonton televisi di hadapannya. Dia tidak tahu mengapa Sachi menyukai acara "Kehidupan Binatang Peliharaan", tetapi karena gadis itu menontonnya, dia juga harus menonton. Dia harus memahami semua yang Sachi bicarakan.

Kuroki, pemilik rumah yang pemuda itu tempati saat ini, duduk di sampingnya merapikan bulu kucing peliharaan.

Setelah acara itu selesai dan lagu latar dimainkan, Yuki bertanya, "Apa kau percaya bahwa aku bisa melihat segalanya?"

"Cukup percaya."

"Kenapa? Bisa saja aku menebak dengan asal dan kebetulan benar."

"Jika kau hanya asal menebak, kau tidak akan memiliki tatapan yang berat sepanjang hari. Itu membebanimu, bukan?"

"Dulu aku senang karena dapat menebak hadiah yang ayah dan ibu siapkan, tapi setelah ibu sakit, aku tidak bisa memalingkan wajah dari ayah setiap kami bertemu, mengetahui keparahan kondisi ibu. Semua kata "baik-baik saja" yang ayah katakan adalah kebohongan. Betapa aku berharap tidak mengetahuinya."

"Kau tidak akan begitu kesusahan jika kau mau menerimanya."

"Tapi aku melihat terlalu banyak dari yang bisa kutanggung."

Kuroki menatap pasrah pada Yuki yang sudah menangis. Tangisan yang sama seperti saat dia kecil. "Kenapa kemampuan seperti itu dimiliki pemuda cengeng sepertimu?"

"Mana aku tahu." Yuki menyeka air matanya. "Aku semakin berpikir ini adalah kutukan."

"Yukihina-kun, kau tahu pelaku semua pembunuhan ini, 'kan?"

Pemuda yang ditanya memalingkan wajah, isyarat lain untuk iya.

"Kau diberikan kemampuan itu karena kau bisa menanggungnya, Yukihina-kun. Jika itu aku, aku pasti akan melawan hukum dunia, mengatakan segalanya, dan menjadi gila, bahkan mencongkel mataku sendiri. Aku bukan orang yang pandai menyimpan hal-hal."

"Kuroki-sensei, jika aku mengungkapkan siapa pelakunya, berarti aku melawan hukum dunia, ya?"

"Mungkin. Itu juga akan membahayakanmu jika orang jahat mengetahuinya. Kau yang memilah apa yang seharusnya diungkapkan dan tidak. Kau sudah bisa berpikir matang."

"Kuroki-sensei."

"Ya?"

"Lebih baik memanggilku Yuki mulai sekarang. Aku harus belajar menjadi dewasa dan tidak terjebak dengan masa lalu."

Kuroki bergumam setuju. Setelah Yuki pamit pulang, pria itu menghela napas dengan senyum kebapakan.

Kematian ibunya membuat Yuki terluka. Dia tampak sederhana dan polos, bahkan dengan kemampuan khususnya. Namun, selalu ada badai tersenyumbunyi, seperti orang lainnya, dia tidak bisa lepas dari itu.

Yuki secara khusus meminta Kuroki memanggilnya Yukihina karena dengan begitu dia merasa sang ibu bersamanya. Kuroki sendiri tidak tahu pasti, tetapi dia tetap melakukan. Sekarang, sepertinya badai itu telah terlepas. Dan, itu menenangkan.

Merasakan rasa damai di hati, Kuroki berniat untuk tidur dan mimpi indah. Jika saja bel rumah tidak berbunyi.

Pria itu membuka pintu dengan malas dan melihat Ren di sana. "Ada apa?"

"Apa Yuki di sini?"

"Dia baru saja pulang."

Ren memandang ke rumah di seberang jalan yang sepi. "Mungkin dia pergi ke swalayan."

"Mau menunggu di sini?"

"Tidak. Aku masuk dengan kunci cadangan saja."

Kuroki menatap datar kepergian sepupu Yuki itu. Jika kau memiliki kunci, mengapa datang ke sini?

Suasana hatinya turun.

.

.

"Ayah." Allen memasuki ruang kerja Weifler.

"Sachi sudah tidur?" Weifler melepas kacamata baca miliknya.

"Ya. Dia bersekolah seperti biasa hari ini."

"Itu bahaya."

"Apa kakek mengatakan sesuatu?" Allen duduk di sofa empuk dekat jendela.

"Kau tidak perlu terlalu berhati-hati. Aku juga akan melindungi Sachi jika Pak Tua itu ingin melakukan sesuatu, tapi nyatanya tidak. Dia sudah bertaubat."

"Musuh-musuhnya masih ada."

"Pamanmu Tara sudah lebih dulu menghalau semua itu." Weifler tertawa. "Yah, ada banyak konflik saat Tara memisahkan diri dari keluarga. Setelah semua kesusahan itu, dia akhirnya mati. Dan, anak gadisnya malah terjebak di sekolah mengerikan dengan banyak pembunuhan."

"Ini lingkungan yang buruk."

"Kau sangat menjaga Sachi, ya?"

"Ibu menghubungimu?" Allen mengubah topik pembicaraan.

"Ya. Tadi dia mengeluh karena kau tidak menerima panggilannya."

"Saat itu sedang tengah malam di sana. Dia seharusnya menjaga tubuh."

"Allen yang manis. Jika ibumu tahu alasan ini, dia pasti akan memaksa membawamu pergi." Weifler kembali memasang kacamatanya.

Kemudian pasangan ayah dan anak itu diam dengan kegiatan masing-masing. Ketika itu, pesan dari Miwa masuk ke ponsel Allen.

[ Aku sudah mengatakan tentang orang tua Sachi pada mereka. Aku tidak tahan dan benar-benar ingin mengatakannya. Aku percaya mereka tidak akan menganggu, sungguh. Lagi pula, Kai dan Yuki sudah tahu lebih awal. Hanya Rachaela dan Natsuki yang kelihatan terkejut. ]

Allen membalas. [ Lalu? ]

[ Kau tidak marah? ]

[ Kenapa aku harus marah? ]

[ (menghela napas) ]

Allen memandang ponselnya sedikit lama, melirik sang ayah yang fokus bekerja, kemudian menatap latar dinding pesan yang merupakan foto pertamanya bersama Sachi. Pada akhirnya, dia masih mengetik dan mengirim pesan ke Miwa.

[ Itu sudah tidak apa-apa sekarang. Seharusnya ini dilakukan sejak lama. Bagian ini maupun yang lain. Aku tidak harus menjaga Sachi selamanya. Maaf karena mencegahmu membantu Sachi lebih awal ]

Ponsel Weifler berdering. Dia menerima telepon dari Miwa. "Ada apa, Miwa-kun?"

Allen melirik. Sang ayah menyalakan fitur pengeras suara.

"Paman Weifler, apa Allen baru saja memakan sesuatu yang salah? Atau ponselnya dibajak Sachi? Jika tidak, kupikir kau harus mengirimnya ke ruang putih itu seperti Sachi. Oh, atau aku akan menghubungi Kai untuk tahu apa dia kerasukan. Aku sungguh-sungguh merinding saat ini dan tidak berani tidur. Astaga, apa kau baru saja mendengar anjing Jiyuu-san menggonggong? Aku ragu bisa tidur malam ini. Aku akan ke rumahmu. Oh, tidak jadi, kakakku pulang. Sekali lagi, tolong periksakan Allen, Paman Weifler. Meskipun dia menyebalkan dan bossy, dia tetaplah sepupu Sachi dan juga temanku. Baiklah, selamat malam. Doakan aku mimpi indah."

.

.

Penulis memiliki sesuatu untuk dikatakan:

Kupikir pembaca bisa paham maksud Rachaela tentang "pelanggan" Sachi. Itu ... orang-orang yang minta diramal olehnya. ( TДT)

Lalu, Jiyuu-san adalah tetangga Miwa dan Allen. (╯_╰)

Dan, Ending akan menjumpai ending. (。•́︿•̀。)

.

.

25 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro