Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian Satu: Itou Akira

Pelajaran pertama hari ini adalah matematika.

Bagi para pecinta pelajaran yang penuh hitungan itu, menempatkan matematika di pagi hari adalah sebuah keberuntungan. Akan tetapi, bagi mereka yang kurang menyukai, mereka akan terus menggerutu.

"Kenapa aku selalu disuruh mencari x dan y? Padahal mencari pujaan hati saja aku tidak bisa." Rachaela memasang wajah terluka. Gadis berambut sepunggung itu menatap deretan soal di hadapannya.

"Rachel, ketahuilah bahwa mencari x dan y lebih realistis daripada mencari pujaan hati." Kaede, yang duduk di sampingnya, menyentuh bahunya dengan wajah prihatin.

Kemudian, gadis berambut pirang itu membulatkan mulutnya seakan baru menyadari sesuatu yang menakjubkan. "Untukmu, bukankah pujaan hati sudah ketemu?" Dia menunjuk Miwa yang duduk di depan Rachaela dengan dagunya.

"Apa yang kaukatakan?" Rachaela mendengkus.

"Sadarilah perasaanmu selagi kau bisa." Kaede menatap Yuki yang duduk di samping jendela dengan tatapan terfokus pada Sachi yang sedang menerangkan sesuatu padanya. "Yukihina-kun sangat keren dan baik, tetapi pandangannya hanya mengarah pada Sachi-chan."

"Kau tidak berpikir Yuki-kun menyukai Sachi-chan, bukan?"

Kaede mengernyit pada Rachaela. "Tidak mungkin, 'kan?" Dia melanjutkan dengan suara yang lebih kecil, "Yukihina-kun adalah tangan kanan yang setia. Memang sangat disayangkan bahwa dia bisa terus berkata mencintai Sachi-chan sementara tidak ada yang menganggapnya begitu."

Kaede menegakkan badan dan sedikit menjauh saat melihat Sachi menghampiri meja Rachaela. Dia tidak ingin tanpa sengaja diramal gadis itu dan mendapatkan ramalan yang buruk dengan terpaksa dan tiba-tiba.

"Fuku kaichou, aku izin ke toilet." Sachi meletakkan satu tangannya di atas meja Rachaela.

Ouji, guru matematika mereka, pergi ke kantor bersama sang ketua kelas. Oleh karena itu, yang bertugas mengondisikan kelas adalah wakilnya, Rachaela. Merupakan peraturan sekolah bahwa setiap siswa yang ingin keluar kelas harus izin terlebih dahulu.

"Aku ikut, Sachi-chan," ujar Natsuki yang langsung berdiri dari duduknya.

"Kau juga ingin ke toilet?" tanya Sachi.

Natsuki menggeleng sembari tersenyum. "Aku ingin melihat apakah Mister Misteri sarapan dengan baik."

"Berhentilah memanjakannya seakan dia manusia." Rachaela menghela napas.

"Boleh, ya?"

"Cepatlah kembali." Rachaela melambaikan tangan.

Seusai kepergian dua gadis itu, Miwa yang sedari tadi menguping menjulurkan lehernya ingin melihat jawaban Sachi. Namun, bagai ada angin yang bertiup, buku itu langsung tertutup rapat.

Dia memberikan tatapan tajam pada sang pelaku yang berpura-pura melihat ke luar jendela. "Jahat, ya, Kai-kun."

Kai menoleh dengan tatapan polos seakan tak bersalah.

Miwa sebenarnya bisa saja langsung mengambil buku Sachi di atas meja gadis itu. Hanya saja, dia tidak siap jika tiba-tiba tangannya menyentuh sesuatu yang tak berwujud, tetapi mengeluarkan hawa yang dingin.

Pada akhirnya, dia memberikan tatapan memelas pada Yuki.

Yuki yang bisa memahami pikiran seseorang dari tatapannya saja berkata, "Aku tidak akan memberimu contekan, tetapi aku bisa mengajarimu."

Miwa menghela napas kesal sebelum mengangguk. "Setidaknya jawabanku tidak kosong saat Ouji-sensei kembali."

Pemuda itu baru saja beranjak berdiri saat sebuah teriakan terdengar disertai kegaduhan dari banyaknya langkah kaki.

Semua murid di dalam kelas tersentak, beberapa orang langsung melihat ke luar jendela.

Yuki melihat Kai menatap penuh arti pada udara di dekatnya, melempar kode pada teman-nya seperti yang biasa ia lakukan.

"Apa yang terjadi?"

"Ada yang jatuh di tangga?"

"Patah? Apa yang patah?"

Siapa pun bisa melihat bahwa di koridor ada banyak orang berjalan menuju gedung bagian utara, tidak terkecuali beberapa guru. Semua murid di kelas beranjak berdiri tanpa terkecuali.

"Apa kita harus ikut melihat?" tanya Rachaela. "Sepertinya serius."

"Yuki tidak usah keluar kelas," kata Kai tiba-tiba.

"Kau sudah tahu apa yang terjadi, 'kan?" tanya Miwa. "Apa yang dikatakan teman-mu?"

"Sesuatu yang berdarah."

Setelah kata-kata datar dari Kai, Yuki dengan patuh kembali duduk. Dia fobia dengan darah.

Di saat Kai, Miwa, Rachaela, juga teman-teman sekelasnya yang lain keluar dari kelas, dia menjadi satu-satunya yang diam di tempat.

Hanya selangkah dari kelas, terlihat banyak orang berkumpul dan memperhatikan sesuatu di tangga utara gedung.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Kai?" tanya Rachaela. Dia, Kai, dan Miwa mendekat dengan langkah tenang.

"Ada seseorang yang terjatuh di tangga."

Rachaela dan Miwa menghentikan langkah mereka dengan wajah kaku. Kai bersidekap dada menyandarkan badannya pada dinding koridor, selagi banyak orang berjalan menuju tempat kejadian.

"Sangat serius?" Meski sudah tertebak dari respons orang-orang, Rachaela tetap ingin memastikan.

"Jika menurutmu kematian itu sesuatu yang serius."

"Itu ... tangga di mana Hinata-san gantung diri, bukan?" Miwa menatap kedua temannya bergantian, meminta kepastian.

"Sudah ada terlalu banyak orang. Sekarang tidak ada gunanya jika kita ke sana," kata Kai.

Rachaela menatap ponselnya di mana ada notifikasi dari group chat khusus keluarga Sendou. "Kita tunggu penyelidikan saja?"

"Aku belum bisa tenang sebelum mengetahui siapa orang itu," ucap Miwa. Dia melempar tatapan bertanya pada Kai.

Pemuda bertindik itu berucap datar, "Itou Akira, kelas 3-A."

"Sebaiknya kita bicarakan ini bersama yang lain saja," usul Rachaela.

Pada akhirnya, ketiganya berjalan kembali ke kelas. Ketika sampai di sana, Yuki tidak ada di tempat. Sebagai gantinya, Natsuki meninggalkan pesan di group chat mereka bahwa ia dan Sachi membawa Yuki ke ruang kesehatan.

Meski tidak melihat langsung, berdasar dari percakapan maupun tatapan orang-orang yang sudah melihat si korban, Yuki pasti merasa seakan melihat seluruh tempat kejadian dengan mata kepalanya sendiri.

.

.

"Apa tidak ada cara untuk menghalau kemampuan yang kaukatakan itu?"

Menjawab pertanyaan petugas kesehatan sekolah, Yuki hanya bisa menggeleng pelan. Pemuda itu menatap pasrah pada Kuroki, petugas kesehatan yang menertawakannya.

"Berhentilah mengejek Yuki, Kuroki-sensei," kata Sachi. "Dia sudah kesusahan."

"Beraninya kau mengatakan itu padaku selagi kau menahan tawa." Kuroki berdecak. "Padahal dulu kau juga fobia dengan hal-hal yang berhubungan dengan darah. Ajari temanmu itu untuk menghadapinya."

"Metode yang kugunakan sangat khusus." Sachi mengangkat kepala dengan sombong.

Memutar mata, Kuroki mengganti topik pembicaraan. "Menilai dari respons kalian, tampaknya Itou Akira-san orang asing, ya?"

"Bukan orang asing juga." Natsuki melirik Sachi. "Meski tidak baik membicarakan keburukan orang yang sudah tidak ada, tetapi sebenarnya Itou-senpai adalah pelaku intimidasi paling terkenal di sekolah."

"Kupikir akan muncul sebuah rumor yang lucu." Kuroki terkekeh.

Pintu ruang kesehatan dibuka. Kai, Miwa, dan Rachaela melangkah masuk. Ketiganya melihat Yuki yang terbaring di salah satu ranjang. Natsuki duduk di sampingnya sementara Sachi duduk di kusen jendela. Kuroki duduk di kursinya.

"Informasi apa yang kalian dapatkan?" tanya pria dengan jas putihnya.

"Bukankah kau yang lebih tahu?" tanya Rachaela. "Kupikir kaudatang dan memeriksa di sana."

"Aku di sini saja menunggu Yukihina-kun." Kuroki membenarkan letak kacamatanya. "Sesuatu yang melibatkan kematian seperti itu harus menunggu polisi untuk memeriksa." Dia mengedipkan sebelah mata. "Lagi pula kau yang akan mendapat informasi paling banyak, Sendou-san."

Rachaela mengerutkan bibir.

Natsuki mengangkat ponselnya. "Sudah ada yang mengunggahnya di forum sekolah, meski tanpa gambar. Banyak orang percaya bahwa itu adalah arwah Hinata-san yang ingin membalas dendam."

"Katakan saja logikanya." Kai menyugar rambut.

"Itou-senpai terpeleset." Natsuki meletakkan ponselnya ke atas meja. "Sejak kejadian hari itu, semua orang menghindari tangga utara, tidak terkecuali petugas harian. Selain itu, ada yang mengatakan kalau Itou-senpai pergi ke tangga utara sambil berlari. Mungkin dia sedang terburu-buru dan terpeselet memang hal yang wajar."

"Ada yang mengatakan bahwa Itou-senpai mengejar seseorang, tetapi sampai sekarang tidak diketahui siapa orang itu." Rachaela menatap Kai dengan mata berbinar.

"Ini bahkan belum satu jam." Kai menghela napas. "Tunggu kesimpulan akhirnya saja."

"Arwah yang membalas dendam itu sedikit mendebarkan. Kenapa tidak kau selidiki, Kai?"

Yuki ingin menghentikan Rachaela dari melanjutkan perkataannya, tetapi akhirnya ia diam. Pemuda berambut kecokelatan itu memperhatikan Sachi yang memusatkan perhatian pada apa yang ada di luar jendela.

"Kemungkinan besar ini adalah kesalahan Itou-senpai sendiri," kata Miwa."Membawa-bawa Hinata-san pada masalah ini sedikit tidak sopan."

"Maaf, tetapi aku tidak bermaksud mengungkit Hinata-san," ujar Rachaela dengan wajah bersalah. "Tangga utara itu memang sudah horor sejak dulu. Hanya saja setiap tahun kisahnya selalu berusaha diredam oleh sekolah. Mungkin energi kebencian di sana sudah sangat menumpuk?"

"Rachel, chunibyo-mu datang lagi."

.

.

Note :
Fuku kaichou = wakil ketua

30 Januari 2020
11.39 PM

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro