Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian Dua: Yoshimura Kiyoko

Masih berada pada posisi penuh kecanggungan, Miwa menyugar rambut. "Aku akan bertanya pada Ryu-sensei besok."

Sachi beranjak berdiri dengan susah payah. "Rachel, ayo kita mengintip Natsuki."

Rachaela mengangguk dan kedua gadis itu dengan cepat pergi. Sachi melempar pandangan sekilas pada Nagisa. Kemudian tidak memedulikan apa yang akan dilakukan empat pemuda itu.

"Apa kau mengenal Hanatsuki, Rachel?" tanya Sachi.

Rachaela hampir kehilangan pijakannya saat menuruni tangga. Gadis itu berdeham, menyesuaikan ekspresinya, dan tersenyum kecil. "Aku tidak ingin menyembunyikannya darimu, tetapi untuk saat ini bukan waktu yang tepat untuk kau tahu seperti apa hubunganku dengan Hanatsuki."

"Aku melihat itu adalah sebuah hubungan yang rumit," ujar Sachi.

"Kau meramalnya?" Rachaela agak tidak percaya.

"Ramalan itu tidak datang setiap saat. Jika begitu aku tidak akan mengalami susahnya hidup. Aku menebak, juga memikirkan reaksimu terhadap pemuda itu."

Rachaela tidak bisa berkata-kata.

Ada dua perpustakaan di SMA Hikaru. Yang pertama dinamakan perpustakaan lama, menampung buku-buku bekas yang disumbangkan siswa maupun guru, buku-buku pelajaran lama, segala bacaan yang kuno dan sudah ketinggalan zaman.

Perpustakaan "lama", seperti namanya, memiliki beberapa rumor buruk. Sudah dipastikan bahwa Natsuki tidak akan berani datang ke sana.

Yang kedua merupakan perpustakaan layaknya perpustakaan sekolah pada umumnya. Sedikit lebih luas dan lengkap dibanding sekolah lain, katanya.

Rachaela sudah bisa melihat Natsuki saat mereka baru saja memasuki perpustakaan. Gadis itu duduk di meja paling pojok dan agak jauh dari pintu. Sementara penglihatan Sachi tidak terlalu baik, gadis itu hanya menebak-nebak dari kode yang diberikan oleh Rachaela.

"Ke mana sebaiknya kita bersembunyi?" bisik Rachaela.

Sachi diam-diam menunjuk ke arah rak tinggi yang tidak terlalu jauh dari tempat Natsuki. Rachaela menunjukkan jempolnya.

"Apa kau yakin dia benar-benar akan kencan di perpustakaan?" bisik Rachaela. Keduanya secara acak mengambil buku sebagai pegangan.

"Sebentar lagi sang pangeran akan datang," balas Sachi.

Sesuai perkataan gadis itu, seorang pemuda memasuki perpustakaan dengan baju yang tidak dikancing, memperlihatkan kaus hitam di dalam. Murakami Aoi. Ketika pemuda itu mendekat, muncul binar di mata Natsuki.

Gadis itu tersenyum hingga matanya menyipit. "Aoi-kun."

Rachaela menarik diri dari acara mengintipnya, begitu pula dengan Sachi.

"Mereka terlihat baik-baik saja," ucap gadis berambut ungu itu.

Sachi bersidekap dada setelah meletakkan kembali buku di tangannya. "Mungkin."

"Apa maksudmu? Ramalanmu salah?"

"Ramalan adalah ramalan, bukan kenyataan."

Ketika itu, sebuah suara lembut terdengar. "Aoi-kun, sungguh kebetulan bertemu denganmu di sini."

Rachaela dengan cepat kembali mengintip ke tempat Natsuki berada.

Ada seorang gadis tambahan yang diketahui Rachaela sebagai juara umum sekolah, Yoshimura Kiyoko. Selain jenius, gadis itu juga cantik. Jenis kecantikan dewasa yang disukai banyak pemuda.

"Seorang pelakor!"

"Apa yang kaukatakan, Rachel?"

"Ah, tidak. Aku hanya mengambil sebuah istilah dari negara lain untuk seorang perusak hubungan."

Sachi berdeham acuh tak acuh.

"Apa Yoshimura menyukai Murakami?" tanya Rachaela. Gadis itu berjongkok di tempat. "Jika lawan Natsuki-chan adalah orang seperti itu, maka tidak ada harapan."

"Saat seseorang berada di atas, mereka cenderung menjadi serakah," jawab Sachi.

Rachaela dengan cepat paham.

Jika kau disuruh memilih antara gadis dengan kepintaran biasa saja tetapi baik hati dan ramah dengan seorang gadis jenius tetapi memiliki sedikit cacat pada sikapnya, beberapa orang akan memilih pilihan pertama, meski tidak sedikit juga yang membutuhkan gadis jenius demi kelangsungan kehidupan mereka di sekolah.

Mungkin, di mata Kiyoko, Natsuki adalah saingan baginya.

Rachaela memahami maksud tersirat Sachi bahwa Kiyoko tidak menyukai Aoi, tetapi karena Natsuki menyukai pemuda itu maka ia menganggu.

"EQ-nya benar-benar menyedihkan," gumam Rachaela. Lalu, gadis itu mengalihkan pandangan pada Sachi secara tiba-tiba. "Kau selalu berkata kau menahan penglihatanmu selama ujian. Sekali saja, kenapa tidak mencoba mengalahkannya?"

"Tidak mungkin." Sachi berjalan pergi.

Rachaela kebingungan antara membantu Natsuki atau mengikuti Sachi, tetapi pada akhirnya gadis itu tidak ingin berhadapan dengan Kiyoko dan keberadaan mereka di perpustakaan adalah rahasia. Dia mengembalikan buku ke rak.

Keduanya pun pulang ke rumah masing-masing.

.

.

"Sebelum ujian aku akan menemanimu mengunjungi paman dan bibi," kata Allen

Sachi berhenti sejenak ketika dia melepas sepatu. Meletakkan di rak, gadis itu berdeham mengiyakan.

Paman dan bibi yang dimaksud pemuda itu adalah kedua orang tua Sachi yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Itu adalah masa-masa sulit bagi Sachi.

Beruntung ketika itu Allen dan ayahnya menemukan Sachi dengan cepat. Mereka diberi keberuntungan untuk menghalau gadis itu dari membunuh dirinya sendiri.

"Aku akan membawakan bunga lily untuk Sora." Miwa muncul dari arah dapur dengan kaleng soda di tangannya. Pemuda itu kemudian duduk di atas sofa, menonton televisi bersama Allen.

Sora adalah adik laki-laki Sachi. Untuk melengkapi kesedihan gadis itu, anak itu pergi lebih awal juga. Lebih awal dari kedua orang tuanya.

Untuk saat ini, Sachi bisa dikatakan sedang dalam masa tenang. Allen tidak ingin menjadi begitu percaya diri untuk mengatakan bahwa Sachi sudah menerima apa yang terjadi pada keluarga kecilnya yang bahagia.

"Terima kasih," ucap Sachi pelan. Gadis itu memasuki kamarnya tanpa kalimat tambahan.

"Kupikir jika aku katakan hal ini pada teman-temanku yang lain, dia akan mendapatkan lebih banyak dukungan." Miwa mengecilkan suara.

"Tidak ada orang yang ingin dikasihani."

.

.

"Mengarungi luasnya lautan, melintasi pegunungan menjulang, ketika sampai pada dirimu, apa kau masih menunggu? Jika sedetik aku lebih cepat, apakah akan ada yang berubah? Mungkin yang terbaik menganggap pertemuan kita sebagai mimpi."

Sachi membuka matanya di tengah malam, meneliti pemandangan kegelapan yang akrab. Gadis itu memegangi kepalanya yang sedikit pusing ketika dia beranjak duduk, mencari gelas di atas nakas yang ternyata telah kosong.

Dengan kaus kaki yang menghalau dinginnya lantai, gadis itu berjalan perlahan ke luar kamar dengan gelas di tangannya. Saat sedang menuang air, dia mendengar suara televisi dan mengintip bahwa Allen dan Miwa masih duduk di ruang tengah.

Keduanya mungkin menyadari bahwa Sachi terbangun, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Bukan hal baru bagi gadis itu untuk terbangun di tengah malam. Dia tidak terlalu menyukai pengatur suhu ruangan. Jika cuaca sedang sangat panas atau sangat dingin, gadis itu tidak akan tidur nyenyak.

Baik Miwa maupun Allen tidak pernah bertemu orang yang ingin menyusahkan dirinya sendiri sampai seperti itu. Padahal gadis itu yang lebih sering memanfaatkan orang lain.

Sachi bersin.

Meski dengan nada datar, Allen akhirnya angkat bicara, "Sachi, nyalakan penghangat ruanganmu."

"Panas."

"Kau bisa mengaturnya."

"Aku menyukai kedinginan ini."

"Awas jika kau sakit dan tidak ingin minum obat."

Sachi tidak membalas, hanya menutup pintu kamarnya dengan kuat.

Ketika dia sudah meletakkan gelas yang isinya tinggal setengah itu ke atas nakas, dia mulai menyadari bahwa rasa dingin yang ada bukan hanya dari lingkungan, tetapi juga dari dalam dirinya. Jantung yang berdebar lebih kencang dan napas yang sedikit tertahan.

Setelah berjuang selama setengah jam, dia akhirnya bisa kembali melanjutkan tidur.

Diam-diam, Allen masuk ke kamarnya.

Pemuda itu mengatur suhu ruangan yang tidak hangat, tetapi juga tidak sedingin udara yang asli.

Sebelum pergi, dia mendekati Sachi.

"Jangan kembali pada masa itu lagi," bisiknya, mencium kening gadis itu, kemudian pergi.

.

.

24 Februari 2020

06.29 PM

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro