Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian Dua: Omemoto Yui

Dengan kecepatan super sonic, klub teater menyelesaikan properti dan kostum mereka dalam empat hari sebelum ujian sekolah dimulai. Saat hari minggu mereka menghela napas sejenak, keesokan harinya masa krisis sekolah dimulai.

Sekolah menekankan agar mereka tetap fokus mengerjakan apa yang harus mereka kerjakan dan menyerahkan penyelidikan kepada polisi dan detektif yang telah disewa. Meskipun di permukaan mereka tampak acuh tak acuh, di dalam pikiran mereka terdapat badai berkecamuk.

Siapa korban selanjutnya?

Mereka terus menanyakan hal itu pada diri mereka sendiri.

Ruangan ujian berbeda dari ruang kelas. Kai dan Miwa satu ruangan, Rachaela dan Natsuki masing-masing sendiri, dan Sachi bersama Yuki. Mereka akan terpisah sampai jam ujian selesai dan akan berkumpul di ruang klub setelahnya.

Mengenai Nagisa Hanatsuki yang datang tempo hari ... pemuda itu belum muncul lagi setelahya.

"Sachi-sensei, apa kau tidak menjual lebih banyak jawaban?" Pemuda di depan Sachi bertanya selagi jam istirahat berlangsung. Dia bernama Yoshikawa Hamura.

"Bisa gawat jika kau juara satu karena ramalanku," jawab Sachi.

Hamura tertawa lepas. "Aku akan curang, tetapi tidak sampai juara satu. Itu keterlaluan."

"Sssh ..., Yoshikawa." Gadis di sampingnya melempar tatapan memperingatkan. "Jika kau tidak menjaga omonganmu, kau bisa dihantui Yoshimura-san."

"Aku tidak memercayai hal semacam itu." Hamura berdecak. Pemuda itu kembali beralih pada Sachi. "Sachi-sensei, apa kau bisa meramal siapa korban selanjutnya?"

Gadis di sampingnya menendang kursinya. "Kau tidak percaya hantu, tetapi percaya ramalan!"

Sachi menghela napas dalam hati. Kenapa gadis itu tak katakan saja bahwa dia cemburu jika Homura berbicara dengan gadis lain? Apa karena status mereka hanyalah teman? Gadis yang malang.

"Sachi-san, kau tidak boleh memalangkan gadis lain." Yuki datang dengan dua kotak jus anggur.

Sachi menusuk tutupnya dengan sedotan. "Kau sebelumnya tidak melihat mataku, kenapa kau bisa tahu apa yang kupikirkan? Jika kau mengambil peranku sebagai peramal, aku tidak akan memiliki peran lain."

"Aku menghafal setiap kebiasaanmu." Yuki tersenyum manis.

"Sachi-sensei." Panggilan penuh penekanan Hamura mengembalikan perhatian Sachi "Jika kau tidak bisa meramal korban selanjutnya ..., lalu bisakah kau meramal siapa pembunuh Yoshimura-san?"

Sachi diam selama beberapa saat, menggigit sedotan.

"Kau selalu bisa meramal banyak hal. Keberuntungan, cinta, pertemanan, dan kau bahkan bisa meramal jawaban ujian, sesuatu yang diinginkan semua orang. Kau pasti bisa meramal pelakunya, 'kan?" Hamura mengecilkan suara. "Kau beritahu aku dan aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun. Atau hanya katakan apa kau mengetahuinya."

Sachi baru akan membuka mulut saat pengawas ujian selanjutnya memasuki kelas.

Hamura menghela napas kesal dan membalikkan badan sementara Sachi diam memperhatikan punggung pemuda itu.

"Kenapa kau sangat penasaran?" tanya Sachi pelan.

Pemuda itu tidak mendengarnya.

.

.

"Yousei-san."

Sachi menghentikan langkah saat baru akan berjalan menaiki tangga menuju ruang klub.

Nagisa berlari mendekat dengan tumpukan buku di tangannya. "Apa kau akan ke ruang klub? Kebetulan sekali. Aku juga akan datang."

Keduanya menaiki tangga tanpa kalimat balasan dari Sachi.

Jika di awal Sachi sempat terpana atas senyum pemuda itu, kini dia merasa biasa saja. Sepertinya yang saat itu hanyalah rasa suka sesaat.

"Aku sudah banyak mendengar tentang Yousei-san," kata Nagisa. "Orang-orang berkata bahwa kau adalah peramal yang hebat. Kau juga yang paling dipercaya dari klub sastra--maksudku klub paranormal. Itu sangat hebat."

"Hem."

"Kau sangat imut. Eh, aku tidak bermaksud menyinggung masalah tinggi badanmu, tapi kau kelihatan lebih muda. Apalagi dengan rambut bergelombang dan mata hijau itu. Kau indah."

"Sebelumnya, salam kenal, Hanatsuki-kun." Ketika keduanya berada di pertengahan tangga menuju lantai tiga, Sachi perlahan menghentikan langkah. "Setelahnya, aku ingin memberitahumu kalau aku sudah sudah memiliki pacar dan dia adalah pencemburu yang hebat. Dia juga memiliki pasukan makhluk tak kasatmata. Kau sebaiknya berhati-hati."

Nagisa tertawa hingga matanya menyipit. "Aku tidak akan masuk ke klub paranormal jika aku tidak bisa mengatasi hal semacam itu, 'kan?"

"Bolehkah aku bertanya, apa kau dan Rachel saling mengenal?"

"Kami pernah berada di sekolah yang sama."

Sachi mengeluarkan "oh" kecil dan melanjutkan langkahnya diikuti Nagisa.

"Yousei-san, apa kau keberatan untuk meramalku?"

Sachi diam.

"Ayolah, akan kubayar seperti yang lain lakukan."

"Karena ini pertama kalinya, akan kuberikan secara gratis." Sachi menatap pemuda itu. "Jangan terlalu sering meremehkan orang lain. Berhati-hatilah dan teliti. Itu saja."

Nagisa mengangguk pelan dengan senyum canggung. Ponsel pemuda itu berdering dan dia menatap layar selama beberapa saat. "Maaf, Yousei-san, aku ada urusan mendadak dan tidak bisa menghadiri pertemuan klub."

"Ini bukan jadwal pertemuan wajib."

"Sampaikan permintaan maafku pada yang lain."

"Adakah yang menunggumu?"

Nagisa kembali tertawa atas balasan Sachi yang asal. Pemuda itu perlahan berjalan pergi, tetapi berhenti sejenak pada jarak lima meter. "Yousei-san, aku adalah Childe Young yang kaucari. Salam kenal."

Tidak sampai dua detik, Yuki muncul dari arah punggung Nagisa menghilang.

"Sachi-san, urusanku dengan Katsumi-sensei sudah selesai."

"Baguslah."

"Orang yang tadi itu Hanatsuki Nagisa-san yang ingin bergabung dengan klub, bukan? Miwa-kun sudah menanyakannya pada Ryu-sensei dan beliau berkata pemuda itu berhubungan baik dengan kepala sekolah, jadi kita tidak bisa menghentikan kemauannya."

"Apa kau menemukan sesuatu yang aneh padanya?"

"Aku tidak mengenal pemuda itu dan tidak berniat memperhatikannya."

"Untukku."

"Akan aku cari tahu besok." Yuki memperhatikan Sachi yang menatap lurus ke arah kepergian Nagisa.

Ketika gadis itu mengungkapkan perasaan tidak enaknya terhadap Nagisa kepada Miwa setelah sampai di rumah, pemuda itu bertepuk tangan keras.

"Sudah aku katakan tidak ada yang namanya sahabat menjadi pacar."

"Kenapa nyambung ke sana?"

"Ini sudah saatnya kaulepas dari Kai dan pergi ke pemuda lain. Kudengar Nagisa itu pintar."

"Akan aneh jika dia tidak pintar dengan tumpukan buku rumit yang selalu dibawanya." Sachi besidekap dada.

"Kau meramalkan sesuatu yang aneh tentang pemuda itu?" Miwa mengorek kulkas Sachi.

"Hanya sedikit bayangan kabur. Ini tentang sesuatu yang dia lakukan. Aku tidak tahu apakah aku harus merasa kesal atau lega karenanya. Di kemudian hari."

Allen yang sibuk memasak omurice di dapur mendetingkan gelas dengan sendok. "Waktunya makan."

"Terima kasih, peri makananku," ujar Miwa dengan senyum lebar menduduki salah satu tempat di sekeliling meja makan.

"Panggil aku seperti itu lagi dan pulanglah ke habitatmu."

"Jangan berkata seperti ini rumahmu."

"Kapan paman kembali?" tanya Sachi menatap Allen.

"Aku tidak tahu." Pemuda yang juga bermata hijau itu mengambilkan mentimun dan tomat ke piring sepupunya.

Miwa yang duduk di hadapan keduanya menggigit sumpit, kebiasaan jika dia berpikir keras saat sedang makan.

Setelah lima menit berjalan dan pemuda itu tidak mengubah posisi, Sachi bertanya, "Ada apa, Miwa?"

"Aku sedang memikirkan sesuatu, tapi sekarang tidak penting. Aku benar-benar harus memilah hal apa saja yang pantas untuk kupikirkan dan yang tidak."

.

.

16 Maret 2020

10.15 PM

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro