Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian Dua: Itou Akira

Sepuluh menit kemudian, seluruh siswa dikumpulkan di gedung olahraga. Setelah pemberitahuan ini dan itu, mereka diberi hari libur sehari. Karena desas-desus yang beragam, respons siswa tidak terlalu kuat. Selain itu, mereka juga harus mempersiapkan diri untuk ujian tengah semester.

Kakak Rachaela bergabung dalam penyelidikan, jadi gadis itu pulang bersamanya. Yuki yang masih sedikit pucat diantar pulang oleh Kuroki yang merupakan tetangganya. Kai, Miwa, Natsuki, dan Sachi berjalan pulang bersama.

Beberapa orang di jalan sedikit melirik ke arah mereka karena bagaimanapun ini masihlah jam sekolah.

"Kau tidak meramalkan hari ini akan datang, Sachi-chan?" Natsuki bertanya.

"Ah? En, tidak."

Melihat ekspresi tak wajar gadis itu, Kai mengusap kepala Sachi dengan lembut. "Kau tidak benar-benar lepas dari fobia itu, ya?"

"Aku malah merasa semakin parah." Sachi tersenyum tak berdaya. "Padahal aku sudah berhati-hati untuk tidak menyentuh sesuatu pun yang berkaitan dengan kejadian seperti ini."

"Kau memerlukan makanan penutup." Miwa menyengir.

"Aku sedang ingin memakan sesuatu yang berkuah dan pedas."

Kai mengingatkan, "Ini masih terlalu pagi untuk hotpot."

"Aku tidak berkata menginginkannya pagi ini," ucap Sachi. "Nanti malam Allen akan datang ke rumahku untuk belajar bersama. Aku akan minta dibuatkan Allen saja."

"Saat di kelas kau hampir tidak pernah berbicara dengan Allen-kun, tetapi sebenarnya kalian cukup dekat saat di rumah." Miwa menguap malas. "Ingatkan Allen-kun untuk membuat tiga porsi, aku akan ikut."

Natsuki berucap lesu, "Aku juga ingin tinggal di dekat rumah Sachi-chan. Aku bisa diajari pelajaran dan bisa merasakan masakan Allen-san tidak hanya saat Sachi-chan membawa bekal darinya."

"Kenapa kau memanggil Allen dengan -san? Itu selalu membuatku merinding."

"Aku juga."

Sachi dan Miwa saling melempar kerutan dahi.

Di tengah keduanya, Kai diam di tempat. Hirearki aneh dalam keluarga Sachi memungkinkan Allen untuk mengawasi gadis itu bergaul dengan siapa. Sudah menjadi rahasia umum bahwa atas alasan yang belum diketahui, Allen sangat suka menyusahkan Kai.

Atas dasar rasa cintanya pada Sachi, Kai dengan terpaksa tunduk.

Untuk mengurangi dia kehilangan wajah di hadapan Sachi karena Allen, Kai harus menghindari pemuda itu sebanyak mungkin. Meski dia tidak bisa sering ke rumah Sachi untuk masa ini, setelah mereka menikah nanti dia akan berada di atas Allen dalam hirearki yang tidak pernah dia pahami hingga sekarang.

Yang dia perlukan hanyalah bersabar.

"Kai?"

Panggilan Sachi menyadarkannya dari lamunan. Kai mengulas senyum tipis yang sangat mahal bagi siapa pun kecuali Sachi.

"Sampai jumpa besok."

Di perempatan, Kai dan Natsuki berpisah dengan Sachi dan Miwa yang rumahnya searah.

"Ada tempat yang ingin kukunjungi," ujar Sachi.

"Aku yang membeli bunganya, ya?" balas Miwa. Tanpa gadis itu perlu mengatakan apa pun, dia sudah mengerti.

Setelah mampir untuk membeli dua bucket besar bunga mawar putih, Sachi dan Miwa mengunjungi makam Ritsu.

Tidak ada banyak orang di sana, membuat suasana penuh kesunyian.

"Kau memang bukan orang yang baik, tetapi kau juga bukan orang yang jahat," ujar Miwa. "Hinata-san pasti bahagia dengan kau memberikannya pemakaman yang indah. Kau tidak bisa membiarkannya terus membayangimu."

Bisa melihat masa depan bukan berarti kau bisa dengan mudah mengubahnya, lanjut pemuda itu dalam hati.

"Untuk apa aku diberikan kemampuan ini jika aku tidak bisa mencegahnya bunuh diri? Hanya Ritsu saja. Bukankah ini kutukan?"

"Kau tidak melakukan sesuatu yang salah."

"Aku sudah muak dengan kata-kata itu."

Miwa mengatupkan bibir. Dia diam memperhatikan punggung Sachi selagi gadis itu berlutut di depan pusara Ritsu.

Mungkin hanya dirinya atau mungkin Yuki sudah tahu bahwa Sachi telah melihat kematian Ritsu jauh sebelum kejadian itu benar-benar terjadi.

Meski hampir tidak pernah berinteraksi di sekolah, bagi Sachi, Ritsu adalah penyelamat hidupnya. Kegagalan semacam ini memang cukup menghantui seseorang seumur hidup.

"Kau sendiri yang berkata bahwa menyesal adalah hal yang curang." Miwa ikut berlutut di sampingnya. "Jika setiap orang bisa dengan mudah menyesal, maka mereka berkemungkinan untuk mengulangi kesalahan yang sama dengan mudah pula."

Sachi menatap pusara di hadapannya tanpa ada air mata yang mengalir.

Gadis itu tidak bisa menampakkan kesedihannya di hadapan orang lain. Miwa mengetahui hal itu sejak lama.

Bahkan sebelum mereka mulai akrab di SMP, sejak kata-kata aneh gadis itu bertahun-tahun sebelumnya, Miwa sudah memperhatikannya.

Terutama pada topeng indah di wajah gadis itu.

Bahkan mata kehijauannya yang indah penuh tipuan.

Dia jadi membayangkan bahwa ilusi yang dibangun bertahun-tahun oleh Sachi itu runtuh dengan konyolnya di depan Yuki. Mungkin, daripada dirinya, Yuki lebih memahami Sachi.

Meskipun begitu, dia tidak ingin menyerah.

Dia harus menguras habis gadis di hadapannya itu. Janji seumur hidup.

"Apa kau berpikir bahwa Ritsu kembali untuk balas dendam?"

"Apa yang kaugumamkan itu? Hinata-san adalah orang yang baik. Dia tidak akan melakukan hal yang menggelikan seperti itu."

"Jika arwah gentayangan mendengarnya, kau bisa dihantui."

"Aku mulai merasa dingin," cibir Miwa, "karena kata-katamu, sih."

"Jika menyesal itu adalah hal yang curang ..., bagaimana dengan balas dendam?"

Miwa berdiri dan mengelus kepala gadis itu. "Setiap hal memiliki banyak sisi. Semua tergantung niat pelakunya."

"Apa aku berpikir terlalu berlebihan, ya?"

.

.

"Belum seminggu dan sudah ada dua kasus kematian di SMA Hikaru. Enak sekali kau."

Rachaela mengernyit. "Victor, jika Ibu mendengarnya, kau akan dipukul."

"Berani sekali kau berkata seperti itu selagi kau tidak memanggilku kakak!"

"Pergi ke neraka sana!"

"Jahatnya ...."

Di sebuah ruang keluarga yang hangat itu, Rachaela memeluk bantalan sofa dengan wajah kesal. Victor, sang kakak, duduk di sampingnya menonton televisi. Saat jam makan malam tinggal lima belas menit lagi, kepala keluarga Sendou pulang ke rumah itu.

Pria paruh baya dengan mantel hitamnya itu meletakkan dokumen yang dibawanya ke atas meja dengan sembarangan, membuat Rachaela mengernyit. "Ayah, jangan letakkan barang-barang yang bisa menyakiti mataku."

Berbeda dengan gadis itu, Victor dengan antusias membaca satu persatu kertas yang sedikit berserakan di sana.

"Oh, ini keterangan saksi di sekolah Racha, Ayah?"

Rachaela sedikit melirik.

"Begitulah." Juan Sendou menyandarkan badannya ke sandaran single sofa.

Semakin banyak Victor membaca, semakin banyak gumaman yang dikeluarkannya. Ketika sampai pada beberapa informasi yang terus diulang, dia sedikit menyipitkan mata.

Sudah menjadi rahasia umum jika Akira Itou adalah pelaku penggertakan Ritsu Hinata yang paling menonjol. Dan, menurut keterangan teman baik gadis itu, sehari setelah kematian Ritsu, dia selalu mendapatkan bayangan-bayangan buruk.

Yang terparah adalah ketika dia tidur.

Mungkin itu bisa menjadi bayangan psikologis yang biasa. Akan tetapi, kematiannya tidak biasa.

Selain karena perlakuannya pada Ritsu, tempat kejadian di mana dia jatuh juga membuat orang semakin yakin bahwa mimpi buruk maupun kematian gadis itu adalah akibatnya menggertak Ritsu.

Semua itu karena Hinata Ritsu ingin membalas dendam.

Para murid yang ada di sana mungkin bisa dengan mudah memercayai hal ini dan membuat rumor besar yang dibenar-benarkan. Akan tetapi, sebagai seorang detektif, mereka perlu mencari alasan paling logis.

Mudah saja mengatakan bahwa bukan saja Akira yang pernah mati karena jatuh dari tangga. Yang tidak mudah dikatakan adalah kenapa gadis itu melewati tangga itu. Teman-temannya tahu betapa Akira menganggap melewati tangga di mana Ritsu gantung diri akan membawa kesialan.

Akan tetapi, hari itu ia terlihat berjalan terburu-buru ke sana. Hingga siapa yang tahu bagaimana ia berakhir terpeleset dan membocorkan kepalanya.
.

.

03 February 2020
10.55 PM

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro