Bab Empat: Yoshimura Kiyoko
"Kurang dari seminggu sebelum ujian dimulai." Miwa menatap ponselnya, menggulir forum sekolah.
Beberapa menit yang lalu dia baru saja terburu-buru bersiap karena jika tidak dia akan terlambat. Akan tetapi, melihat berita kematian yang kembali terjadi di sekolah membuatnya berpikir ulang.
Mayat juara umum sekolah ditemukan di ruang musik.
Allen yang sedang memasak nasi goreng menatap Miwa yang duduk di salah satu kursi meja makan. Karena Sachi tiba-tiba demam pagi ini, maka dia juga tidak bisa berangkat ke sekolah. Sementara temannya itu sudah berseragam lengkap. "Ada apa?"
"Sepertinya ... Yoshimura Kiyoko sudah tidak ada di dunia ini."
"Sekolah diliburkan?" tanya Allen dengan nada datar. Dia sama sekali tidak menyembunyikan fakta bahwa dia tidak toleran sedikit pun pada kematian. Lagi pula, Miwa bukan orang luar.
"Belum ada pemberitahuan," jawab Miwa. "Meskipun begitu, lebih baik datang untuk mendapatkan lebih banyak informasi."
"Belum sebulan dan sudah ada tiga kematian." Allen menyajikan nasi goreng dalam satu mangkuk besar sebelum mengambil saus, sendok, dan garpu.
Di balik sikap dingin dan sok keren yang dimilikinya, juga bentuk badan yang proporsional, dia adalah pemakan besar. Jika pemuda itu tidak rajin berolahraga dan jika gen-nya berbeda, maka dia hanya akan berubah menjadi karung berjalan.
"Beri aku sedikit," ujar Miwa, mengambil sendok lain, dan baru berencana akan menyendok jika saja Allen tidak dengan sigap memindahkan mangkuk. "Pelit!"
"Aku hanya menjagamu agar tidak terlambat," ujar Allen dengan wajah datar. "Silakan pergi."
Miwa berdecih.
Pemuda itu mengambil tas yang dia letakkan di atas meja bar, mencuri kesempatan menyendok nasi saat Allen lengah, kemudian berjalan pergi dengan cepat.
Dia baru sadar bahwa dia masih memegang sendok saat akan sampai di gerbang sekolah.
"Kau seperti akan makan orang saja," komen Yuki yang dia temui di dekat tangga.
Miwa menggigit sendoknya dengan wajah nakal. "Kau ingin kumakan?"
"Jangan nodai Yuki-kun, Miwa," ujar Rachaela yang berjalan melewati kedua orang itu.
"Jangan nodai Yuki-kun, Miwa-kun," tambah Natsuki yang mengikuti di belakang.
Yuki menaikkan satu sudut bibirnya dan mengikuti dua gadis itu sementara Miwa berdiri tertinggal.
"Hei!" teriak Miwa. "Jangan memperlakukan kami seakan malaikat dan iblis."
Di ujung tangga, Rachaela membalikkan badan. Secara otomatis Natsuki dan Yuki mengikuti. "Di mana Sachi-chan?"
Miwa menghela napas dan berjalan menyusul. "Gadis itu sakit."
"Sayang sekali."
"Dia terlalu malas menggunakan penghangat ruangan."
Keempat orang itu berjalan sembari mengobrol ringan tentang Sachi yang tidak menjaga kesehatan dan sebagainya. Ketika sampai di kelas, itu sepi seperti yang dibayangkan. Tidak sampai sepuluh orang membentuk kelompok dua atau tiga orang dan mengobrol pelan.
"Ke mana semua pemilik tas ini?" tanya Natsuki. Meski sepi dari orang-orang, sebagian besar meja telah diisi dengan tas.
"Mereka pergi ke gedung ekstrakulikuler," jawab gadis bernama Sakura di kursi depan.
"Apa kita tidak sebaiknya ikut ke sana?" tanya Miwa.
"Ayahku sudah datang sejak satu jam yang lalu," kata Rachaela. "Aku akan bertanya padanya nanti. Daripada berdesakan."
Natsuki duduk di kursinya. "Lalu kita diam di sini."
"Aku ingin mengatakan sesuatu," ujar Rachaela dengan wajah serius.
Ketiga temannya fokus mendengarkan.
Gadis itu melanjutkan, "Deretan pohon tua di belakang sekolah ditebang tidak lama sebelum kejadian seperti ini terjadi di sekolah. Tidakkah kalian berpikir hal-hal ini berhubungan?"
Ketiga orang yang baru saja memfokuskan pikiran memundurkan tubuh mereka perlahan. Datang lagi, sang chunibyo.
"Jangan kaitkan semua hal pada sesuatu yang tidak nyata," ucap Miwa.
"Tapi keangkeran pohon itu sudah dibuktikan saat perkemahan di sekolah beberapa tahun lalu," balas Rachaela.
"Daripada kau mencari informasi semacam itu, lebih baik mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian." Miwa menyangga dagunya dengan tangan.
"Benar juga," kata Natsuki. "Apakah ujian akan tetap berjalan sesuatu jadwal?"
"Kau tahu bagaimana sekolah ini." Rachaela mengambil permen tangkai dari dalam tas, memberikan satu kepada Natsuki sementara yang lain dia makan. "Kasus semacam ini tidak akan diperpanjang."
"Latar belakang para korban tidak cukup kuat untuk mengalahkan ideologi sekolah," sambung Miwa.
.
.
Rachaela pulang bertepatan dengan sang ayah pulang dari kantor. Keduanya masuk ke dalam rumah dan menyaksikan Victor memperhatikan banyak foto dan kertas di atas meja.
Pemuda itu langsung menoleh ketika sudut matanya menangkap keberadaan sang ayah. "Ayah, bagaimana? Kau sudah berjanji akan memaparkan hasil penyelidikan kepadaku."
Sang ibu yang datang menyajikan teh tersenyum tak berdaya. "Victor, biarkan ayahmu mandi dan makan terlebih dahulu. Dia bahkan belum melepas mantel miliknya."
"Habisnya aku penasaran." Victor membuat wajah cemberut. "Kejadian ini berbeda dari dua sebelumnya."
Rachaela menyelipkan rambut ke belakang telinga. "Aku juga penasaran, Ayah."
Hasil penyelidikan selalu menjadi rahasia kepolisian dan orang-orang yang pantas terlibat. Akan tetapi, ada sebuah izin rahasia terhadap Keluarga Sendou agar dapat mengorek informasi apa pun yang mereka inginkan dalam tingkat kota. Tidak ada rahasia di antara anggota Keluarga Sendou.
Juan duduk di sofa tunggal setelah melepas mantelnya. "Apa yang ingin kalian ketahui?" tanyanya.
"Semua," jawab Rachaela. Gadis itu menaruh tasnya ke samping Victor dan tetap berdiri.
"Yoshimura Kiyoko ditemukan tewas di ruang musik pagi ini oleh dua anggota klub musik yang ingin mengambil barang mereka yang ketinggalan. Gadis itu tergantung pada kait yang tampak sudah dipersiapkan. Ada dua kait lain dan tali yang mengikat kedua tangannya, diperkirakan awalnya kedua tangan itu juga digantung sebelum tali diputus. Anehnya, mengapa sang pelaku rela bersusah payah untuk memakaikan korban seragam? Ada bukti bahwa sebelumnya korban mengenakan piyama."
"Seragam?" Rachaela mengernyit. "Aku belum melihat beritanya sedikit pun."
"Sebagian seragam dan piyamanya dipotong asal-asalan. Perut gadis itu terbuka dihiasi banyak darah. Selain luka tusukan dangkal, ada sebuah ukiran di perutnya, sepertinya pelaku menggunakan pisau. Mengenai penyebab kematian ..., itu karena tercekik.
"Kita bisa menganggap kejadian sebelumnya murni sebagai kecelakaan, tetapi untuk Yoshimura, ini dipastikan sebagai peristiwa pembunuhan. Adapun pelaku, ada beberapa petunjuk yang belum pasti." Juan menghela napas. "Rachaela, apa kau memiliki dugaan?"
"Yoshimura sudah menjadi juara umum sekolah sejak awal. Meskipun ada banyak dugaan, tetapi tidak ada bukti bahwa dia melakukan kecurangan. Selain itu, dia adalah teratai putih." Rachaela menyesap tehnya, bersikap begitu dewasa dan serius saat ini. "Jika ada yang tidak suka dengannya, mungkinkah itu si juara kedua? atau orang-orang di klub musik? atau mereka yang tidak pernah menonjolkan diri?"
"Kau berpikir pelakunya adalah teman sekolahmu?" Victor mengernyit mengejek.
"Ini salah Ayah karena memilihkan sekolah yang buruk." Rachaela melempar pandangan sekilas.
"Kau berjanji tidak akan membahas hal semacam itu lagi."
"Aku sedikit lebih baik karena ada teman-temanku."
Sang ibu yang sedari tadi diam berkata, "Meskipun teman-temanmu adalah orang yang baik, aku tadinya berharap kau akan berteman dengan orang-orang yang lebih ceria. Saat kau dan teman-temanmu bersama, hanya ada kekakuan dan gunung es. Kalian begitu mirip dalam hal sikap dan perilaku."
"Bu, teman-temanku baik."
"Aku sudah mengatakannya."
"Satu lagi," kata Juan. "Ukiran di perut gadis itu ... jika diperhatikan seperti membentuk gambar bunga matahari."
.
.
Note :
Teratai Putih = Orang yang di depan terlihat baik, tetapi di dalam sebenarnya buruk
.
.
9 Maret 2020
07.03 PM
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro