ECS - Bab 6. Beberapa Hal Manis
selamat membaca...
ini partnya Jati, kalang kabut diaaa....
cuussss....
Endemi Cinta Sukma – Bab 6. Beberapa Hal Manis
Pembangunan cabang baru hotel The Alana sebentar lagi. Hampir 100%, tinggal finishing di beberapa bagian saja. Kristo sebagai leader team developer yang ia tunjuk, optimis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu sudah bisa melaksanakan soft opening. Mundur dari jadwal yang seharusnya. Sedikit kesal, Jati ogah-ogahan menyimak penjelasan dari Kristo.
"kamu kenapa, sih, Bro? Dari tadi manyun mulu?!" ujar Kristo seraya menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
Sedangkan yang diajak berbicara hanya melengos. Tanda ia benar-benar sedang dalam mood yang tidak baik.
"Oke, emang ada sedikit kesalahan teknis dari pihakku. Tapi, please. Jangan kek anak kecil merajuk karena enggak dibeliin gula-gula kembang kapas kek gini juga," rayu Kristo.
"Aku, tuh, enggak masalah soal mundurnya jadwal soft opening. Cuma kan kamu tahu sendiri bokapku kaya gimana. Dari kemarin sudah neror kalau mau nyusul ke Surabaya,"
"Ya, kalau soal itu, aku, sih, paham banget. Terus, masalahnya di mana? Wajar aja Om mau datang ke sini. Enggak ada yang aneh menurutku," sanggah Kristo.
"Ya, emang enggak ada yang aneh. Ah, lupakan saja." Ujar Jati sembari bangkit berdiri meninggalkan kursi kebangsaannya.
"Kamu mau ke mana? Belum selesai ini," kejar Kristo mencoba mencegah Jati untuk pergi begitu saja.
Sedangkan yang dikejar terus berjalan keluar dari ruangan dan menuruni lantai menggunakan eskalator. Di hotel yang baru dibangun ini tersedia lift dan eskalator. Karena Jati pernah bertemu dengan beberapa orang yang mengaku takut kalau harus naik menggunakan lift.
Memang, kebanyakan dari orang tersebut bukan berasal dari kaum jet set. Justru menengah ke bawah. Tetapi bagi Jati, ia berharap semua kalangan bisa menikmati hotel beserta fasilitasnya. Oleh sebab itu, Jati membangun hotel ini dengan fasilitas yang cukup mewah tetapi tarif yang ia pasang cukup ramah di kantong.
Sembari berjalan, Jati membuka aplikasi perpesanan dan iseng melihat pembaruan status dari nomor-nomor yang ada di buku teleponnya. Terpampang jelas paling atas status dari Ester yang memperlihatkan sedang melakukan hobinya. Yaitu hedon dan sosialita. Yah, tidak dipungkiri memang bisnis keluarga yang sekarang diturunkan kepadanya sedang meroket. Banyak pengusaha-pengusaha muda yang menjadi rekan bisnisnya.
Tetapi Jati enggan untuk melihat pembaruan tersebut. Alih-alih netranya tertuju pada satu pembaruan status yang diunggah beberapa jam yang lalu. Sedang di mana ia sekarang? Tanpa pikir panjang, Jati kemudaian melihat status Sukma yang memperlihatkan pemandangan nan hijau dari dalam kereta.
RJM : wow, beautiful landscape. Where is it?
Terkirim. Centang satu. Hhmmm, agaknya Sukma sedang berada di daerah yang susah sinyal. Baru saja Jati menutup aplikasi tersebut dan akan memasukan ponselnya ke dalam saku, tiba-tiba bunyi nyaring tanda pesan masuk terdengar.
Sukma – Jiwa : Bandung
Apa? Sukma ke Bandung? Kenapa pula pas dia masih berada di Surabaya. Jati mengumpat, karena waktu yang tidak tepat. Kesempatan untuk bertemu dengan Sukma jadi hilang. Gara-gara Kristo, rutuknya dalam hati.
RJM : sayang sekali, aku masih di Surabaya.
Sukma – Jiwa : terus?
RJM : ya, kan, kalau aku sudah balik ke Bandung, kita bisa ketemuan lagi. Aku asli dari sana, FYI.
Sukma – Jiwa : oh...
Ouh.., kenapa pula cewek secantik dia selalu ketus dalam menjawab setiap pertanyaan? Apakah memang sudah kebiasaan? Tetapi, jika kita bertatap muka, aku yakin tremor melanda dari ujung rambut Sukma hingga ke ujung kuku kakinya. Bocah itu, selalu punya cara untuk melindungi dirinya. That's why I'm so adore her.
Sudahlah, Jati enggan untuk membalas lebih lanjut percakapan mereka. Ia kembali berfokus untuk segera menyelesaikan proyek di Surabaya agar bisa segera mengambil jeda waktu untuk lebih mengenal Sukma.
Sejak pertemuan mereka di gerbong kereta beberapa waktu yang lalu, Jati merasakan adanya satu pergerakan dalam batinnya. Sesuatu yang selama ini tidur, kini mulai siuman. Jati takut kalau perasaannya ini akan menjadi sesuatu yang salah. Setiap membayangkan paras elok nan ayu seorang Arunika Sukma Baswara, jantungnya berdebar tak keruan. Bahkan, ia sampai harus berkali-kali mengatur napas untuk dapat menormalkan kembali irama denyut nadi.
Itu baru membayangkan, belum lagi saat bertemu. Kegugupan yang dasyat selalu menyerang hingga yang muncul adalah perbuatan yang terkadang di luar kendalinya. Sebelumnya, Jati tak pernah merasakan hal ini. Sedikitpun. Bahkan, saat Ester mulai mendekatinya sewaktu mereka masih menjadi mahasiswa baru di universitas Jogja, Jati tak pernah merasakan debaran aneh ini. Apa karena Jati tahu kalau Kristo sudah lebih dulu mengincar Ester? Rasanya bukan itu alasan tepatnya. Jati memang tidak merasakan ketertarikan dengan lawan jenis hingga kembali bertemu dengan Sukma.
Tetapi jika berhadapan dengan Sukma, segalanya menjadi pelangi. Seperti penglihatan dalam mata salah satu tokoh kartun favorit anak-anak masa kini. Yang selalu riang gembira tanpa kenal amarah. Yang selalu bahagia meski banyak yang mencemoohnya. Yang selalu berjalan di atas trampolin dan diikuti pelangi di atasnya. Semua terasa indah. Sangat indah saat berada di dekat Sukma.
"Kris, aku mau ke Solo untuk beberapa hari. Tolong nanti kabari perkembangan lanjutannya via email saja." Jati berbicara dengan Kristo via telepon. Sepintas ide cemerlang muncul dalam otaknya. Akan menjadi sebuah kejutan manis untuk Sukma, jika nanti dia pulang dari Bandung dan melihatnya bersandar cakep di peron stasiun. Ah, cintanya hanya sebatas peron stasiun saja. Tidak ada jet pribadi maupun mobil ferari. Itu saja sudah membuat seluruh hidup Jati terasa sempurna.
Terima kasih sudah membaca..
Salam,
Jurnallin.
28 Nov 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro