Chapter 4 - Met Him Under The Snow
Author's POV
Setelah perbincangan singkat dengan Aretha dua hari yang lalu, (Y/n) pun mulai menyusun rencana di sehari setelahnya. Ia berusaha mengingat semua kejadian yang akan terjadi dalam waktu dua minggu ke depan. Lalu, ia menulisnya di dalam sebuah buku kosong yang menganggur di atas meja belajarnya.
Gadis itu tidak bisa mengingatnya dengan detail berhubung kejadian ini sudah terjadi hampir dua bulan yang lalu. Jadi, ia hanya bisa menulis garis besar kejadiannya saja. Yah, setidaknya ia punya gambaran tentang apa yang akan terjadi.
Pensil di tangannya ia ketuk-ketuk ke atas meja belajar. Pikirannya melayang ke hal lain selama beberapa saat. Ia menatap ke arah jendela yang berada tepat di depannya. Sambil mengingat apa saja yang akan terjadi dalam waktu dekat.
Ponsel di atas mejanya tiba-tiba berbunyi pesan masuk. Mengejutkan si empunya ponsel itu. Tangan (Y/n) pun bergerak mengambilnya sebelum membaca pesan apa yang berada di sana.
Hei, apa yang sedang kau lakukan?
Setelah membaca satu kalimat itu di layar ponselnya, sebuah senyuman terbit di wajahnya. Terlebih, saat ia melihat nama dari si pengirim pesan. Air mata mulai merebak di pelupuk matanya. Ia tak kuasa menahan tangisnya. Rasa rindu yang membuncah membuatnya tidak sanggup untuk menahan tangis.
Kau membaca pesanku namun tidak membalasnya. Apa yang sedang lakukan sebenarnya?
(Y/n) mengusap air mata di kedua pipinya. Dengan cepat ia mengetik balasan untuk Muichirou.
Sinyalku tidak begitu bagus. Jadi, pesanku lama terkirim.
Sent! Setelah membalas pesan itu, (Y/n) meletakkan ponselnya lagi ke atas meja belajar. Ia menghirup udara sebanyak mungkin. Perasaannya tak karuan saat ini. Ia mengubah posisi tangannya di atas meja lalu menelungkupkan kepalanya ke sana. Tangisannya yang tertahan mulai terdengar di detik selanjutnya.
***
"Ada apa dengan kedua matamu?"
Secara otomatis, (Y/n) meraba bagian bawah matanya. Letak di mana bagian itu menghitam akibat tangisnya semalaman.
"Ini bukan apa-apa, Kaa-san. Aku hanya kurang tidur semalam," dustanya.
Mata ibunya memicing. Memastikan kebenaran dari perkataan anaknya.
"Apa kau sudah yakin akan pergi ke sekolah hari ini?" tanya ibunya lagi. Kali ini nada khawatir terselip di ucapannya.
"Aku sudah baik-baik saja. Jadi, Kaa-san tak perlu khawatir, oke?" (Y/n) tersenyum agar ibunya tak khawatir lagi.
Ibu (Y/n) menghela napas panjang. Ia memegang kedua lengan putri satu-satunya itu.
"Setelah pulang sekolah, jangan pergi ke mana-mana lagi. Langsung pulang ya, Nak," pesan sang ibu.
"Tenang saja, Kaa-san. Aku pasti akan langsung pulang," ucap (Y/n) seraya tersenyum.
"Hati-hati, (Y/n)."
Seusai berpamitan pada ibunya, (Y/n) menyusuri jalan di tepi kota menuju sekolahnya. Sekolah (Y/n) berada tak jauh dari rumahnya. Hanya cukup dengan berjalan kaki selama sepuluh menit.
Beberapa saat kemudian, ia tiba di sekolah. Gedung bercat putih menyambutnya ketika ia sampai. (Y/n) pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Ia langsung berjalan menuju ke kelasnya, kelas 2-2.
Tangannya bergerak menggeser pintu kelasnya. Suasana kelas yang cukup ramai menyambutnya. Bahkan suara keramaian itu sudah terdengar dari luar kelas.
(Y/n) berjalan menuju kursinya. Setelah ia duduk dan meletakkan tasnya di kursi, ia melungkupkan kepalanya ke dalam lipatan tangannya.
(Y/n) berusaha mengingat semua kejadian yang akan terjadi hari ini. Ia tak bisa mengingatnya secara detail. Namun, ia akan berusaha mengingat semua kejadian yang berhubungan dengan Muichirou.
Namun, ia tak bisa mengingat-ingat terlalu lama karena sensei-nya sudah masuk ke dalam kelas dan bersiap memulai pelajaran.
***
(Y/n) mengeratkan syal berwarna merah yang melilit lehernya. Setiap kali ia menghembuskan napasnya, uap berwarna putih muncul di udara. Sekolah telah usai sejak beberapa menit yang lalu. Suasana kelas sudah mulai sepi. Di koridor sekolah hanya berada segelintir murid saja yang juga ingin bersiap untuk pulang.
"Dingin sekali," gumam gadis itu seraya membenarkan letak mantel yang ia kenakan.
Langkah kakinya ia percepat menuju gerbang sekolahnya. Berhubung salju sudah mulai turun dan (Y/n) tak membawa payung di tasnya. Jadi, ia hanya bisa cepat-cepat kembali ke rumahnya.
Namun, langkah kakinya berhenti saat ia melihat sosok seorang lelaki yang memegang sebuah payung transparan. Lelaki itu berdiri tak jauh darinya. Ia berdiri tepat di depan gerbang sekolah. Wajahnya tak bisa ia lihat karena lelaki itu sedang memunggunginya.
Lelaki itu membalikkan tubuhnya. Menatap tepat pada manik (e/c) milik (Y/n). Di saat itu juga, tubuh (Y/n) membeku. Kakinya seperti terpaku di atas tanah, tak dapat bergerak satu senti pun. Pandangannya tak lepas dari manik berwarna mint itu.
Cukup lama (Y/n) bertahan pada posisi itu. Lelaki yang berdiri beberapa meter di depannya juga melakukan hal yang sama di bawah guyuran hujan salju yang tak terlalu lebat. Mereka terdiam selama beberapa saat sebelum (Y/n) berlari ke arahnya dan memeluknya erat.
Air mata sudah tumpah dari pelupuk matanya. Tangisnya terdengar di balik pelukannya. Lelaki itu, Muichirou, juga membalas pelukan (Y/n) dengan erat. Memberikan kehangatan di hari bersalju siang itu.
"Mengapa kau menangis, (Y/n)?"
Suara itu. Suara yang sangat (Y/n) rindukan. Ia tak sanggup menjawab pertanyaan Muichirou dan hanya terus menangis. Membuat Muichirou merasa bingung dan heran.
"Sampai kapan kau akan terus menangis?" tanyanya lagi.
Setelah ia mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Muichirou, (Y/n) pun terdiam. Ia sudah berhenti menangis meskipun ia masih sesenggukan.
Melihat sang kekasih yang sudah mulai tenang, Muichirou mengusap kedua pipi (Y/n). Di mana ada bekas air mata yang membekas di sana.
"Kutanya sekali lagi. Mengapa kau menangis, (Y/n)? Kau bisa katakan padaku apa penyebabnya," ucap Muichirou lebih tenang.
Penyebabnya adalah dirimu. Karenamu, aku menangis, jawab (Y/n) dalam hati.
Dan, tentu saja, ia tak mungkin mengatakan itu pada Muichirou yang tak bersalah apa-apa. Kekasihnya itu tidak tahu apa-apa.
"Tidak. Tidak ada apa-apa. Aku... aku merindukanmu, Mui-chan," ujar (Y/n) sambil tersenyum. Air mata mulai mengumpul di pelupuk matanya.
"Apakah karena kau sakit beberapa hari yang lalu jadi mendadak kau merindukanku?" Muichirou menatap gadis di hadapannya itu dengan intens. Yang membuat (Y/n) menjadi salah tingkah.
"T-Tidak," sahutnya cepat.
"Kau tidak merindukanku?" tanya Muichirou yang membuat (Y/n) ingin menghilang dari Bumi saat itu juga.
"Aku merindukanmu!" seru (Y/n) kesal. Wajahnya memerah meskipun udara sangat dingin.
Muichirou tersenyum samar, "Aku juga... merindukanmu, (Y/n)."
Lengan milik Muichirou melingkar di tubuh ramping (Y/n). Men-transfer kehangatan dari dalam dirinya.
Hari itu, di bawah hujan salju yang tak terlalu lebat, (Y/n) bertemu lagi dengan Muichirou, kekasihnya yang paling ia cintai.
***
Yo minna!
Bentar lagi genap setahun Wina belajar daring🗿✨
Gak kerasa di rumah mulu( ̄∇ ̄)
Seperti biasa, makasih banyak buat kalian semua yang udah baca, vote, maupun comment. Makasih bangett❤💕💗💞💖
Untuk kalian yang lagi UTS juga, semangat ya!!(人´∀'*)❤✨
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro