Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1 - Tangis di Musim Dingin

Author's POV

Ketika salju sudah turun di kota Tokyo pagi itu, orang-orang hanya ingin bergelung di balik selimut. Menghangatkan tubuh mereka di baliknya. Meskipun matahari memancarkan sinarnya, udara dingin tetap berhembus dengan kencang.

(Y/n) duduk seorang diri di kursi sebuah taman. Ia memejamkan matanya. Membiarkan semilir angin menerpa wajahnya. Ia tidak memikirkan apapun. Hanya menikmati suasana di sekitarnya.

Di sekelilingnya tidak begitu ramai. Hanya terdapat satu atau dua orang saja. Wajar, Tokyo sudah memasuki musim dingin dan suhu pasti berada di bawah nol derajat. Kebanyakan orang pun pasti memilih berada di dalam rumah daripada di luar rumah.

(Y/n) membuka matanya yang sedari tadi terpejam. Langit berwarna biru menjadi pandangannya pertama kali. Tidak ada seekor burung pun yang terbang di angkasa. Melainkan ada butiran salju yang turun dari sana. Mengenai pipi mulus (Y/n).

Sesuatu yang melayang di udara menarik perhatian gadis itu. Ia tidak bisa melihat benda apa itu dengan jelas karena jarak pandangnya yang cukup jauh. Ditambah matanya yang memiliki rabun jauh namun (Y/n) memaksa tidak ingin mengenakan kacamata ataupun softlens minus.

"Apa itu?" gumamnya sambil memicingkan manik (e/c)nya agar ia bisa melihat lebih jelas.

Benda itu semakin mendekat ke arahnya. Terbawa oleh angin yang berhembus ke arah (Y/n). Semakin dekat, hingga akhirnya mencapai di genggaman tangan gadis itu.

Sebuah syal rajut. Syal itu berwarna mint. (Y/n) menatap dengan saksama bagaimana bentuk syal itu. Ia berpikir keras di mana ia pernah melihat syal itu. Namun, pikirannya buyar saat melihat sebuah nama yang dijahit pada bagian ujung syal.

Nama yang sangat-sangat ia rindukan selama ini. Setetes air mata membasahi syal itu. Disusul oleh tetes air mata selanjutnya. Yang lama-kelamaan menjadi sebuah isak tangis pilu di bawah hujan salju.

"(Y/n)?"

Mendengar namanya dipanggil oleh seseorang, (Y/n) menoleh ke kanan, ke arah sumber suara. Matanya yang memerah karena tangis bersitatap dengan manik berwarna mint itu. Pandangannya menelusuri wajahnya yang sama persis dengan wajah seseorang yang ia rindukan.

***

Seusai tangisnya reda, mereka terdiam di dalam keheningan. Duduk saling berdampingan tanpa ada seorang pun yang berniat membuka percakapan. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Saling menanyakan di dalam pikiran mereka apa yang sebenarnya terjadi.

"(Y/n)."

(Y/n) yang awalnya menunduk kini mendongak menatap tepat pada manik berwarna mint itu. Warna yang sama dengan warna milik seseorang yang sangat ia cintai.

"Kita semua merindukannya. Sangat merindukannya," ujarnya membuka percakapan. Membiarkan (Y/n) mendengarkan perkataannya.

"Tentang syal itu," Ia menatap pada syal rajut di tangan (Y/n), "aku salah mengambilnya. Aku mengambil milik adikku. Itu karena ibu kami yang membuat syal dengan warna yang sama. Meskipun sudah ada nama yang membedakannya, aku masih saja sering salah mengambilnya. Maaf, (Y/n). Aku memakai syal miliknya," ujarnya.

"Tidak apa-apa, Yuichirou nii-san," jawab (Y/n).

Yuichirou—sang kakak yang lahir lebih dulu beberapa saat daripada Muichirou—menatap ke atas langit. Butiran salju yang sedari tadi turun sudah mulai mereda. Meskipun demikian, tetap saja tidak membuat udara menjadi lebih hangat.

"Bagaimana kabar Baa-san?" tanya gadis itu tiba-tiba.

Yuichirou tersenyum kecil, "Sudah lebih baik dari sebelumnya."

"Syukurlah." Helaan napas lega keluar dari bibirnya. Menyisakan asap berwarna putih yang mengepul di udara.

"Apa kau tahu, (Y/n)? Saat itu, di saat Muichirou meninggal, apa kau tahu siapa yang ia panggil untuk terakhir kalinya?" tanya Yuichirou sambil menatap (Y/n) dengan tatapannya yang sulit diartikan.

(Y/n) menggeleng perlahan. Air mata mulai merebak di pelupuk matanya. Tinggal menunggu beberapa saat saja hingga air matanya mengalir ke luar.

"Namamu. Ia memanggil namamu," ucapnya yang membuat detak jantung (Y/n) berhenti seketika.

Detik selanjutnya, cairan bening itu mulai menetes. Membasahi kedua pipinya hingga berubah menjadi isak tangis yang tertahan. Ia sudah tahu jika Muichirou pasti akan memanggil namanya. Meskipun (Y/n) tak berada di saat-saat terakhirnya, ia tetap menyebut namanya untuk yang terakhir kalinya sebelum ia pergi meninggalkan dunia ini.

Tangis gadis itu semakin keras. Membuat Yuichirou merasa ikut terpukul. Kepergian sang adik satu-satunya membuat ia sangat sedih. Ditambah, Muichirou dengan dirinya merupakan saudara kembar identik. Di saat adiknya itu telah pergi dan tidak akan kembali lagi, Yuichirou juga merasa seperti meninggal saat itu juga. Rasanya sama seperti saat separuh jiwanya pergi begitu saja.

"Yuichirou nii-san..."

"Ya?"

"Maaf. Maafkan aku yang tidak ada di sana bahkan di saat terakhir kalinya. Maaf—"

(Y/n) tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Tangisnya sudah pecah lebih dulu. Mengingat kekasihnya yang kini sudah tiada membuatnya terus meneteskan air mata. Ia tidak tahi harus berbuat apa di saat Muichirou sudah tiada. Harapannya dan semua mimpinya telah pupus. Menyisakan bekas yang mendalam di dalam pikirannya.

Lelaki di sampingnya itu hanya terdiam. Membiarkan gadis bernama (Y/n) itu terus menangis. Menumpahkan semua kesedihannya yang selama ini berada di dalam benaknya.

Kepergian Tokito Muichirou telah membuat kesedihan yang mendalam bagi orang-orang yang ia tinggalkan. Keluarganya, teman-temannya, saudaranya, dan orang yang paling ia cintai, kekasihnya: (F/n) (Y/n). Hanya tersisa memori dan kenangan di dalam diri mereka yang tak bisa diputar ulang. Semua itu terlalu menyakitkan untuk dianggap sebagai kenyataan dan kebenaran saat ini.

Tangan (Y/n) mengusap air mata yang turun perlahan di pipinya. Tangisnya mulai mereda. Namun, kesedihan itu masih ada. Belum hilang sama sekali.

"Yuichirou nii-san..."

Yuichirou menggumam sebagai jawabannya.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanyanya putus asa.

Jika ditanya seperti itu, Yuichirou sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Terlalu banyak waktu dan kenangan yang telah ia habiskan bersama sang adik yang kini telah tiada. Terlalu banyak memori yang tak akan pernah ia lupakan.

"Aku tidak tahu, (Y/n)," jawabnya. "Namun, Muichirou pernah berkata padaku saat beberapa hari sebelum kepergiannya. Ia bilang: 'Jika aku sudah tiada, jangan lupa untuk tersenyum'," Yuichirou tersenyum getir, "Ia malah menitipkan pesan yang sangat sulit untuk dilakukan, ya."

(Y/n) mengangguk setuju. Pandangannya menerawang. Ia mengingat-ingat saat mereka masih bersama. Bagaimana senyumnya yang langka, suaranya, tawanya yang pelan. (Y/n) membayangi itu semua di dalam kepalanya. Kepalanya dipenuhi oleh kenangan singkat namun bermakna yang diciptakan oleh mereka berdua.

Ya, (Y/n) sangat merindukannya, Tokito Muichirou.

***

Yo minna!

Happy Valentine buat kalian yang gak jomblo!❤✨

Buat yang jomblo, mari kita merapat😭🙌🏿💔

Mui udah jadi mayad di sini🗿🔫

Padahal baru chapter 1😭💔Masih panjang perjalanan kita menuju tamat🗿

Dan, makasih banyak buat kalian yang udah baca, vote, dan comment!!❤💖💕💗💟💞

I luv ya!
Wina🌻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro