Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 9 - Warmth

Hening sudah menyelimuti sejak perjalanan tersebut dimulai. Pasalnya, tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibir mereka. Kedua sukma hanya saling diam tanpa berniat untuk membuka percakapan.

Telah diputuskan bahwa (Y/n) akan memasak di rumah Giyuu saja. Ia teringat jika di rumahnya sendiri tidak ada bahan-bahan makanan untuk membuat makanan kesukaan lelaki itu. Well, ia harap di rumah Giyuu terdapat semua bahan-bahan yang ia butuhkan.

Perjalanan yang terasa seperti satu tahun itu-padahal hanya memakan waktu tiga puluh menit saja-mereka berdua pun tiba di rumah Giyuu. Rumah itu terlihat sederhana. Meskipun terbuat dari kayu, rumah itu tampak kokoh. Kesan tradisional masih terasa kental dari balik rumah itu. Yang seketika membuat (Y/n) teringat bahwa dirinya sedang berada di era Taisho.

Mereka pun melangkah masuk ke dalam. Hal yang pertama kali (Y/n) lihat adalah sebuah meja kayu di ruang tamu. Ia terdiam selama beberapa saat di sana. Tatapannya tertuju ke arah meja tersebut.

Ditolehkan kepalanya ke samping. Mencari keberadaan Giyuu. Namun, nyatanya lelaki itu sudah tak berada di sebelahnya. Alhasil, (Y/n) pun memutuskan untuk mencarinya.

Menelusuri lebih dalam sambil mencari keberadaan Giyuu. Gadis itu masih belum menemukannya di manapun. Ia mengernyit. Ke mana Giyuu pergi secepat itu? Sungguh aneh.

Karena tidak ingin terlalu memusingkan hal tersebut, (Y/n) pun melangkah ke dapur. Letak dapur tersebut dapat ia ketahui karena secara kebetulan (Y/n) melewatinya saat tengah mencari Giyuu.

Dipotong-potong daikon tersebut menjadi potongan kecil agar bisa dimakan dengan lebih mudah. Kemudian, (Y/n) memasukkannya ke dalam panci. Tak lupa menambahkan air ke dalamnya. Juga bintang utama masakannya saat ini, ikan salmon.

Semua bahan-bahan mentah itu dimasak dengan api kecil. Lalu, (Y/n) menambahkan kecap dan mirin. Mirin berfungsi agar rasa amis dalam ikan salmon itu tidak dapat dirasakan kala dimakan. Setelah semuanya matang, ia menuangnya ke mangkuk.

Langkahnya membawa dirinya ke ruang makan. Di tangannya terdapat nampan berisi dua mangkuk salmon rebus serta mangkuk nasi dengan jumlah yang sama. Nampan tersebut ia letakkan di atas meja.

Keterkejutan tampak tersirat pada wajah Giyuu kala ia melihat apa yang terpampang di hadapannya. Sebuah senyum yang merekah di wajahnya membuat (Y/n) lebih terkejut. Sama sekali tidak terpikirkan olehnya jika lelaki itu akan tersenyum seperti itu. Namun, senyuman itu pun lenyap tak lama setelahnya ketika Giyuu tersadar dengan keberadaan (Y/n) di hadapannya.

Untuk menghilangi suasana canggung yang mendadak muncul, (Y/n) pun berseru, "Ittadakimasu!"

Meskipun (Y/n) berkata demikian, nyatanya gadis itu masih diam. Jantungnya berdetak kencang. Menunggu reaksi yang akan Giyuu berikan kala lelaki itu mencicipi masakannya.

(Y/n) mencuri pandang ke arah Giyuu. Menatapnya dengan tatapan khawatir. "Bagaimana rasanya, Tomioka-san?" tanyanya sesaat kemudian. Masih dipenuhi oleh keraguan.

"Enak."

Kelegaan sontak meliputi (Y/n) sesaat setelah mendengar jawaban Giyuu. Walaupun hanya satu kata saja, nyatanya satu kata tersebut sangat berarti bagi (Y/n). Ia mengulum senyumnya dan mulai memakan porsinya sendiri.

Hening kembali menjadi suasana yang terasa saat ini. (Y/n) menikmati keheningan ini untuk sesaat. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Giyuu. Bertanya-tanya dalam benaknya apa yang tengah Giyuu pikirkan tentang makanan kesukaannya yang dibuatkan oleh (Y/n) itu.

Usainya acara makan dalam diam itu, (Y/n) pun bergegas membawa semuanya ke bak cuci piring. Satu per satu peralatan bekas makan mereka ia cuci hingga tak tersisa noda di manapun.

Keputusannya untuk duduk di tepi halaman belakang rumah tidaklah salah. Suasana di sana sungguh membuat (Y/n) merasa tenang. Suara burung yang berkicau serta gemerisik dedaunan yang saling bergesekan dapat ia dengar dengan jelas. Di kala matanya terpejam.

"(F/n)."

Mendengar asmanya yang dipanggil, manik (e/c) itu pun kembali terlihat setelah bersembunyi di balik kelopak matanya. Kala (Y/n) menoleh ke sebelahnya, rupanya Giyuu sudah duduk di sana.

"Ya? Ada apa, Tomioka-san?" sahutnya.

"Bagaimana kau tahu jika salmon rebus merupakan makanan kesukaanku?" tanya Giyuu setelah mengalihkan pandangannya kembali pada (Y/n).

Pertanyaan dengan tujuan mengorek informasi itu kembali ditanyakan. (Y/n) membuang pandangannya ke arah lain. Perempatan imajiner terbentuk pada keningnya. Sementara otaknya memikirkan jawaban yang paling tepat.

"Ah, apakah salmon rebus makanan kesukaanmu? Aku baru tahu hal itu," dusta (Y/n). Air mukanya tampak terkejut.

Pada akhirnya, gadis itu memutuskan untuk berbohong. Setidaknya untuk saat ini memang lebih baik demikian.

"Kau baru mengetahuinya?" sahut Giyuu. Tentu saja wajahnya tetap terlihat datar.

(Y/n) pun mengangguk. "Ya. Lagi pula, hanya ada bahan-bahan untuk membuat salmon rebus di dapurmu. Maka, aku pun memutuskan untuk memasak makanan iru," dustanya lagi. Setengahnya benar, setengahnya yang lain ialah kebohongan.

Rupanya jawaban yang (Y/n) berikan tidak membuat Giyuu bertanya apa-apa lagi setelahnya. Rasa lega memenuhi benaknya dikarenakan sesi tanya-jawab tersebut telah usai. Gadis itu pun tidak perlu berbohong untuk menutupi apapun.

"Aku ingin kau memasak untukku."

Mendengar pernyataan itu diucapkan, (Y/n) sontak menoleh ke arah Giyuu dengan kecepatan sepersekian detik. Netra berwarna biru samudra itu rupanya juga tengah menatap (Y/n). Melihat wajahnya yang masih saja datar membuat (Y/n) bertanya-tanya apa yang lelaki itu sedang pikirkan dan rasakan kala ia berkata demikian.

Dengan kebingungan yang melanda serta rasa aneh di dalam dirinya, (Y/n) pun menjawab, "Y-Ya. Aku bisa memasak untukmu."

Giyuu pasti tengah bercanda, bukan? Saat ini merupakan yang pertama kalinya bagi (Y/n) memasak untuk lelaki itu. Namun, lihatlah kenyataannya. Giyuu justru memintanya menjadi koki pribadinya. (Y/n) hanya menghela napas panjang. Tidak habis pikir dengan hal yang lelaki itu inginkan darinya.

"Aku tidak bercanda, (F/n). Aku serius."

Tatapan ngeri (Y/n) lemparkan ke arah Giyuu. Tatapannya yang seolah-olah berkata: 'kau bisa membaca pikiranku?'.

Tentu saja ekspresi yang Giyuu tunjukkan hanyalah wajah datarnya. Untuk yang kesekian kalinya, (Y/n) menghela napas. Memang bukan hal aneh jika Giyuu selalu memasang wajah datar. Tidak peduli bagaimana perasaannya saat ini.

Apakah lelaki itu tidak bisa tersenyum kala ia bahagia? Atau menangis kala dirinya tengah bersedih? Tidak mungkin jika ia hanya tersenyum ketika melihat salmon rebus saja, bukan?

"Tomioka-san, aku pamit sekarang. Ada hal lain yang ingin kuurus," ujar (Y/n).

Gadis itu bangkit berdiri, membungkuk singkat ke arah Giyuu, lalu beranjak dari tempat itu.

***

Langit berwarna jingga menaungi (Y/n) selama di perjalanannya menuju kediaman Kagaya. Gadis itu berharap agar ia bisa tiba tepat sebelum matahari terbenam. Dikarenakan dirinya yang tak ingin berurusan dengan para iblis.

Sesuai dengan harapannya, (Y/n) pun tiba di tempat tujuannya tepat sebelum sang swastamita terbentuk. Ia yakin hanya ada sedikit waktu yang tersisa sebelum hal itu terjadi.

"Konnichiwa, Oyakata-sama."

Sapaan itu langsung diucapkan kala (Y/n) berdiri di hadapan Kagaya. Lelaki itu berada di dalam kediamannya. Terlindungi dari teriknya sinar matahari.

"Ah, (Y/n)?"

"Ya, saya adalah (Y/n), Oyakata-sama. Maaf menganggu sore Anda hari ini. Ada hal yang ingin saya katakan pada Anda, Oyakata-sama," jelas (Y/n) sopan.

Masih dengan senyum di wajahnya, Kagaya berucap dengan lembut, "Katakanlah. Aku akan mendengarkannya."

"Saya akan menerima tawaran Anda menjadi seorang Hashira."

Reaksi Kagaya yang sudah (Y/n) perkirakan benar terjadi. Lelaki itu menyunggingkan sebuah senyum. Senyum yang ditujukan pada (Y/n).

"Aku tahu kau pasti akan menerimanya, (Y/n). Kuakui, aku sangat senang mendengarnya." Kagaya diam sejenak. Lalu, ia berkata, "Mulai hari ini dan seterusnya, kau adalah Hashira Bintang. Selamat atas kedatanganmu, (Y/n)." Ia tersenyum.

Senyuman itu pun dibalas oleh (Y/n). "Hai. Terima kasih, Oyakata-sama."

Seketika keadaan berubah menjadi hening. (Y/n) tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Memikirkan tentang hal-hal yang akan ia lakukan ke depannya. Sekaligus menyiapkan mentalnya mengenai dampak yang akan ia terima nanti.

"Maaf sebelumnya, Oyakata-sama. Ada hal yang ingin saya tanyakan pada Anda."

"Tanyakan saja, (Y/n)."

Digandrungi oleh rasa penasaran serta keraguan, (Y/n) pun melontarkan pertanyaannya. "Sepengetahuan saya, Hashira hanya berjumlah sembilan. Tetapi, mengapa Anda justru menambahkan saya sebagai Hashira yang kesepuluh?"

"Ah, tentang itu rupanya." Kagaya tersenyum. "Ketika aku pertama kali bertemu denganmu, firasatku seolah-olah berkata bahwa kau adalah orang yang tepat. Tepat untuk menjadi seorang Hashira. Maka dari itu, aku langsung menawarkannya kepadamu sedetik setelah pertemuan pertama kita. Lagi pula, kau sudah memenuhi syarat sebagai seorang Hashira, (Y/n)."

Gadis itu seketika tergugu. Tidak menyangka jika Kagaya justru akan berkata demikian. Namun, sesaat setelahnya (Y/n) memberikan senyum terbaiknya.

"Terima kasih sudah memberikan kepercayaan itu kepada saya, Oyakata-sama," ujarnya mengakhiri pembicaraan.

***

First published :: October 6th, 2020
Revised :: February 24th, 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro