Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 52 - For the Last Time

"Oyakata-sama akan meninggal hari itu."

Hanya sebuah kalimat. Hanya sebuah kalimat saja namun bisa menghentikan detak jantung mereka secara tiba-tiba. Mereka sontak menatap pada satu-satunya orang yang berani mengatakan hal yang tidak terbayangkan seperti itu.

"Kau... serius?" Mitsuri mengeluarkan suaranya yang tercekat di kerongkongannya.

"Aku serius," ucapnya singkat, padat, dan jelas. Namun memberikan rasa sakit di ucapannya.

Keheningan tiba-tiba tercipta di antara mereka. Sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Jika memang perkataan (Y/n) itu benar dan akan terjadi, apa yang harus mereka lakukan untuk mencegahnya? Apakah ada cara untuk mencegahnya? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di dalam benak mereka. Masing-masing mempertanyakan dan memikirkan hal yang serupa.

"Tetapi, tenang saja. Kita tidak akan pernah melihat kejadian itu."

Ucapan dari Kazuo membuat secercah harapan untuk para Hashira, kecuali (Y/n). Mereka diam mendengarkan apa yang akan Kazuo katakan. Lalu, mereka semua mengangguk paham saat lelaki itu selesai berbicara.

"Jangan lupa, Kibutsuji Muzan hanya bisa mati oleh sinar matahari," ucap Kazuo lagi. Ia menambah pesan yang sangat penting untuk rencana mereka nanti.

"Baiklah, karena aku dan Kazuo sudah mengatakan apa yang ingin kami katakan, kita bisa mengakhiri pembicaraan kita kali ini," ujar (Y/n) sambil tersenyum.

"Ano...(Y/n)-chan."

(Y/n) menolehkan kepalanya lalu menatap Mitsuri yang terlihat ragu di hadapannya. Kedua jemarinya saling bertautan. Raut wajahnya terlihat ragu dan gelisah. Tatapan matanya sulit diartikan oleh (Y/n).

"Ya, Mitsuri-san?" sahut (Y/n) ramah.

Mitsuri diam sejenak. Ia mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan satu pertanyaan yang ia pendam sejak pertemuan ini diadakan.

"Apakah...kalian akan pergi nanti?"

Detik selanjutnya, sontak mereka semua menatap pada (Y/n). Meminta kepastian akan jawaban dari pertanyaan Mitsuri itu.

(Y/n) membeku. Ia tidak pernah memikirkannya sama sekali jika salah satu di antara orang yang ia sayangi akan menanyakan hal itu. Hal yang paling ingin ia hindari jika ia mampu. Namun, nasi telah menjadi bubur. Semuanya telah terlanjur terjadi dan (Y/n) pun harus segera menjawabnya sebelum membuat mereka semakin curiga akan jawabannya nanti.

"Tentu saja tidak! Aku dan Kazuo pasti akan tinggal di sini. Bersama-sama dengan kalian." Ia tersenyum. Namun, jika diperhatikan, senyuman itu terlihat berbeda. Senyuman yang tidak sampai ke mata. Senyuman yang terlihat sedikit dipaksakan.

"Kau tidak berbohong, 'kan?" Kini Shinobu yang ingin memastikan jawaban yang keluar dari bibir gadis itu.

(Y/n) menggeleng kuat. "Tidak. Apakah aku pernah berbohong pada kalian?" Lagi-lagi ia tersenyum. Ah, merupakan senyuman yang pandai menyembunyikan kebohongan.

Helaan napas lega dihembuskan oleh Shinobu dan Mitsuri sebelum mereka berdua ikut membalas senyuman (Y/n).

Ya, (Y/n) memutuskan untuk menggumamkan dustanya.

***

Sudah beberapa saat lamanya keheningan tercipta di ruangan itu. Seorang gadis dan lelaki itu hanya duduk dan saling terdiam. Sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Entah apa yang sedang mereka pikirkan saat ini.

Hingga suara lelaki itu terlebih dahulu memecahkan keheningan dalam sekejap. "Mengapa kau berbohong pada mereka, (Y/n)?"

Pertanyaan yang telah (Y/n) tunggu sejak tadi. Ia sudah sangat yakin jika Kazuo akan menanyakannya. Menanyakan perihal kebohongan yang gadis itu katakan tadi sore.

Sekali lagi, keheningan mengambil alih sebelum (Y/n) menjawab, "Aku tidak ingin mereka bersedih. Hanya itu saja."

"Kita bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi setelah kita menyelesaikan pertempuran itu nanti. Apakah kita akan pergi atau menetap di sini, kita masih tidak tahu. Bukankah mereka akan lebih kecewa jika ternyata kau berbohong?"

Ia tahu. (Y/n) sangat tahu. Ia sudah tahu apa yang akan mereka rasakan jika ternyata (Y/n) dan Kazuo memang benar-benar akan pergi dari sini, dari dunia ini. Namun, yang bisa ia katakan hanyalah kebohongan. Kebohongan yang ia harap akan menjadi suatu kebenaran nantinya.

"Aku tahu, Kazuo. Aku sudah tahu akan hal itu. Namun, meskipun demikian, aku tetap berbohong pada mereka, bukan? Jika kau yang harus menjawab, maka apa yang akan kau katakan? Tentu saja kau pasti akan berbohong juga. Benar 'kan kataku?" (Y/n) menatap Kazuo dengan tatapannya yang terlihat sedih. Netra berwarna (e/c) miliknya terlihat kelam dan redup. Tidak ada cahaya hangat yang biasa terpancar dari sana.

Kazuo menghela napas panjang. Ya, ia juga pasti akan berbohong. Bagi (Y/n) dan Kazuo, perasaan teman-temannya merupakan hal yang utama. Hal yang mereka prioritaskan.

"Apa kau sudah memberitahu tentang kita pada Tanjirou dan kedua temannya?"

Pertanyaan Kazuo seketika mengingatkan (Y/n) akan keberadaan anak sulung keluarga Kamado itu. Raut wajahnya berubah panik dalam beberapa saat.

"Gawat, aku lupa mengatakannya pada mereka." (Y/n) menepuk keningnya.

"Tenang saja. Kau masih bisa melakukannya esok hari. Saat ini sudah larut malam. Dan, aku yakin para Iblis sedang berkeliaran di luar sana. Mencari mangsa yang empuk," ujar Kazuo menenangkan (Y/n).

"Kau benar." Gadis itu diam sejenak. "Apa kau ingin pulang sekarang?"

"Ya. Aku akan pulang."

Kazuo bangkit berdiri dari posisi duduknya. Ia menyibak rambut ikalnya. Merupakan pose yang (Y/n) sukai.

"Hati-hati. Jangan sampai kau bertemu dengan Iblis manapun," ucap (Y/n).

"Hai, (Y/n)-sama." Ia tersenyum jahil.

"Sudah kubilang jangan pernah memanggilku seperti itu!" protes (Y/n) kesal.

Kazuo terkekeh. "Kau tidak boleh lupa jika peranmu saat ini adalah seorang Hashira, (Y/n)-sama."

Sebelum (Y/n) menjadi lebih marah lagi, Kazuo langsung lari keluar dengan kecepatan kilat. Ia sempat berpamitan sebentar dengan Asano yang saat ini berbentuk seberkas cahaya berwarna biru sebelum pulang ke rumahnya.

***

Hari sudah siang. Langit berwarna biru cerah menemani (Y/n) di dalam perjalanannya menuju kediaman Tanjirou. Di sepanjang jalan, banyak pepohonan yang rimbun.

Sebuah rumah yang memiliki halaman yang terawat terpampang di hadapan (Y/n). Suasana sunyi langsung menyambutnya begitu ia menapakkan kakinya ke halaman rumah itu. Pandangannya disapukan ke sekeliling. Mencari si pemilik rumah.

Suara pintu yang terbuka mengejutkan (Y/n). Tanjirou-lah yang membukanya. Di belakangnya Nezuko berdiri, di bawah sinar matahari yang telah ia taklukan.

"Nee-san..."

"Tanjirou, apa kabar?" (Y/n) tersenyum hangat.

Tanjirou tidak berkata apa-apa. Ia berjalan mendekati (Y/n) lalu ia langsung memeluk tubuh gadis yang sudah dianggap seperti kakak olehnya. (Y/n) membalas pelukannya sambil menepuk-nepuk kepalanya dengan lembut.

Melihat adegan di depan matanya, Nezuko ikut mendekati mereka. Yang disambut oleh pelukan hangat dari (Y/n).

"Tanjirou, Nezuko," panggil (Y/n) sambil menatap mereka berdua, "ada yang ingin kukatakan pada kalian."

***

"Jadi, Nee-san bukan berasal dari dunia ini?" tanya Tanjirou memastikan. Pandangan matanya menerawang jauh.

"Ya," jawabnya. "Maafkan aku baru mengatakannya sekarang," sesalnya. (Y/n) menunduk.

"Tidak apa-apa, Nee-san. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan," ujar Tanjirou seraya tersenyum.

"Ah, aku lupa mengatakannya padamu satu hal."

"Apa itu?"

"Hari di mana aku mati suri saat itu, aku bertemu dengan Sabito dan Makomo. Kau pasti ingat dengan mereka berdua, bukan?" (Y/n) tersenyum.

"Kau serius?! Bagaimana bisa? Bukankah seharusnya jiwa mereka telah pergi?" tanya Tanjirou heran.

(Y/n) menghela napas. Ia pun kembali merasa bingung. "Entahlah. Aku juga tidak begitu mengerti. Namun, aku senang bertemu dengan mereka."

Mereka bertiga diam sejenak. Membiarkan keheningan mengambil alih pembicaraan mereka.

"Nee-san."

"Ya?" (Y/n) menoleh.

Tanjirou menunduk dalam-dalam. Rasa bersalah melingkupi dirinya saat ini.

"Maaf, karena aku belum menemuimu lagi sejak kita berada di Desa Penempa Katana hari itu. Aku juga tidak tahu jika kau sempat mengalami mati suri. Maaf." Ia menunduk semakin dalam.

"Daijoubu, daijoubu." (Y/n) tersenyum. "Kau tidak perlu meminta maaf, Tanjirou. Kau tidak bersalah. Aku juga meminta maaf karena aku jarang berkunjung ke sini."

(Y/n) menatap pada Nezuko. Gadis Iblis itu menatap mereka yang sedari tadi berbicara. (Y/n) pun tersenyum ke arahnya. Lalu, ia beralih lagi menatap Tanjirou dengan tatapan seriusnya.

"Tanjirou, tolong beritahu pada Zenitsu dan Inosuke tentang hal yang kukatakan padamu tadi. Tolong, ya," pinta (Y/n).

Tanjirou mengangguk paham. Ia sangat paham dengan apa yang harus ia lakukan saat ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro