Chapter 35 - Cloverleaf
Kemenangan telah berhasil mereka raih. Saat ini Uzui sedang reuni dengan ketiga istrinya. Mereka menangis haru karena Uzui bisa selamat. Oh, mereka juga terus mengucapkan terima kasih pada (Y/n) hingga (Y/n) merasa kenyang mendengarnya terus-menerus.
Untuk menghindari ucapan terima kasih mereka yang tidak akan berhenti dalam waktu dekat, (Y/n) memutuskan untuk menghampiri Tanjirou dan Nezuko. Ia tahu dua saudara bermarga Kamado itu sedang berada di dekat kepala Daki dan Gyuutarou yang sedang bertengkar tidak jauh dari sana. Maka, (Y/n) berniat menghampiri mereka.
"Jangan bercanda! Kaulah yang lemah! Jika saja kau tidak ada, mungkin hidupku akan berbeda! Kenapa harus selalu aku yang menyelesaikan masalah yang kau buat?! Semua hal pasti akan indah jika kau tidak dilahir—"
Mendengar keributan itu yang tiba-tiba terhenti, (Y/n) tahu Tanjirou tengah mengatakan sesuatu. Sesuatu hal yang ia dan Nezuko rasakan.
"Kau sangat menganggu, bocah sialan! Jangan ceramahi kami! Pergilah dari sini!"
"Oh? Kalian belum pergi ke neraka?"
Daki dan Gyuutarou bergidik melihat (Y/n) di sana. Bukan perkataan (Y/n) yang menyeramkan. Pasalnya, (Y/n) mengatakan hal itu sambil tersenyum pada mereka.
"Kau...! Jika saja kau tidak lemah, kita pasti bisa membawa (F/n) (Y/n) ke 'orang itu'! Kau tahu 'kan apa imbalannya?! Mengapa dirimu itu sangat lemah?!" Gyuutarou marah-marah lagi kepada adiknya, Daki.
"Kaulah yang lemah! Aku kesal dengan dirimu yang selalu menyalahkan diriku!" balas Daki lagi.
(Y/n) merasa ingin menepuk dahinya. Kedua Iblis di hadapannya ini padahal sebentar lagi akan mati. Tetapi, mereka berdua malah bertengkar tentang hal sepele. Hal yang bahkan tidak dapat mereka ulangi lagi.
"Kalian itu ternyata sangat bodoh, ya? Seharusnya kalian bersyukur masih bisa menatap satu sama lain. Masih bisa saling memeluk dan memberikan kehangatan."
(Y/n) menatap Daki dan Gyuutarou yang sedang menatapnya balik. "Jika salah satu dari kalian sudah tidak ada, kalian pasti akan merasa kesepian. Di saat itulah kalian baru menyadari betapa sayangnya kalian pada saudara kalian yang sudah tidak ada itu," ucapnya seraya tersenyum simpul. Kali ini senyumnya sangat menenangkan hati dan pikiran bagi mereka yang menatapnya.
"Aku tidak ingin ceramah saat ini. Aku lelah dan ingin tidur. Jadi, lebih baik kalian cepat pergi ke neraka dan rukunlah satu sama lain. Itu pesan terakhirku untuk kalian."
(Y/n) bangkit dari posisi jongkoknya. Ia menatap pada Tanjirou dan Nezuko. "Ayo, kita pulang," ujarnya pada mereka.
Tanjirou mengangguk. Nezuko mengikuti mereka dengan langkah kakinya yang kecil.
Saat mereka kembali, Obanai tengah berbicara dengan Uzui. Raut wajah kekesalan terpancar di wajah Uzui.
"Kau terlambat!"
"Lukamu cukup parah. Padahal yang kau lawan adalah Iblis Bulan Atas peringkat enam. Peringkat paling rendah. (F/n) pun ikut denganmu. Apa yang sebenarnya kau lakukan?" ujar Obanai pada Uzui.
"Uzui-san bertarung dengan baik, Iguro-san," ucap (Y/n) menyela pembicaraan mereka. "Yah, aku tidak membantu banyak." Ia mengusap tengkuknya.
"Begitu? Baguslah setidaknya kau berguna." Obanai menatap (Y/n) dari atas ke bawah. "Apa kau yakin dengan perkataanmu? Kau tidak terluka separah Uzui. Padahal kau bilang kau tidak membantu banyak."
"Yah, itu tidak bisa kujelaskan padamu," jawab (Y/n) sambil nyengir.
"Ck. Kau ini."
"(F/n) telah membantu banyak. Ia hanya merendahkan diri saja di hadapanmu. Dan, ada satu hal lagi yang ingin kukatakan."
"Apa?" tanya Obanai.
"Anak yang kau benci telah berkembang."
Obanai diam seketika. Ia memikirkan anak yang mana yang Uzui maksud. Yah, karena ia membenci orang terlalu banyak, jadi ia sendiri tidak tahu siapa yang dimaksud Uzui.
Setelah berpikir beberapa detik, barulah Obanai teringat akan seseorang. Ia pun berucap dengan wajah tak percaya, "Wah, kau bercanda. Dia selamat dalam pertarungan ini? Kamado Tanjirou?"
"Ya, begitulah."
***
Sehari berlalu setelah pertarungan yang melelahkan itu. Beruntung tidak banyak orang yang menjadi korban. Luka yang dialami oleh (Y/n) pun sudah sembuh. Ia hanya menerima luka goresan yang tidak sampai membuatnya sekarat.
Langkah kecil kakinya menapaki jalan setapak menuju Kediaman Kupu-kupu. Beberapa ekor kupu-kupu yang beterbangan ke sana dan ke mari menemani perjalanan (Y/n). Sambil bersenandung lagu yang selalu ia ingat di kepalanya, (Y/n) berjalan santai. Menikmati angin yang berhembus tidak terlalu kencang.
Sesampainya ia di sana, (Y/n) melihat Aoi yang sedang menjemur pakaian. Dibantu oleh trio loli. Mereka nampak sedang menertawakan sesuatu. Kehangatan terasa sangat kentara di sana.
"Konnichiwa, minna."
Mereka berhenti tertawa. Lalu menoleh ke belakang dan mendapati (Y/n) yang sedang tersenyum menyapa mereka.
"Konnichiwa, (Y/n)-sama!" Mereka panik dan langsung membungkuk hormat.
"Ah, apakah Tanjirou, Zenitsu, dan Inosuke ada di dalam? Aku ingin menjenguk mereka bertiga."
Aoi menegakkan tubuhnya. "Mereka ada di dalam. Apa perlu saya antar?" tawar gadis itu.
"Terima kasih, tetapi tidak perlu, Aoi. Aku pergi sendiri saja," jawab (Y/n) sebelum berlalu dari hadapan mereka.
Ditariknya napas panjang setibanya (Y/n) di depan pintu ruangan yang menjadi tujuannya. Ia mengetuknya sebanyak tiga kali lalu menggeser pintu kayu itu. Sunyi, tidak ada suara apapun. Hanya kedamaian yang berada di sana.
(Y/n) berjalan perlahan mendekati tempat tidur Tanjirou. Di sisi kanannya terdapat Zenitsu yang masih tidur. Sementara dari arah yang berlawanan, Inosuke masih terpejam. Rasanya sangat aneh jika melihat Inosuke yang biasanya tidak bisa diam, mendadak tenang seperti itu.
Kala (Y/n) sudah berdiri di sisi tempat tidur Tanjirou, ia melihat kelopak mata anak sulung keluarga Kamado itu bergerak gelisah sebelum benar-benar terbuka. Netranya bersitatap dengan milik (Y/n). Sontak Tanjirou melemparkan senyuman ke arahnya.
"Ohayou, Tanjirou. Apa kau sudah merasa lebih baik?" tanya (Y/n) seraya menatap lelaki itu.
Tanjirou mengangguk. "Ya. Lukaku sepertinya sudah sembuh. Jadi, (Y/n) nee-san tidak perlu memakai kekuatan penyembuhanmu itu."
Keterkejutan tersirat pada wajah (Y/n) setelah ia mendengar perkataan Tanjirou. Ia tidak menyangka Tanjirou akan menolak niat baiknya datang ke sini. Namun, tak lama kemudian wajahnya kembali normal.
Tanjirou pun terkekeh. "Kau tampak terkejut, Nee-san. Itu tujuanmu yang sebenarnya, bukan?"
Tawa Tanjirou menular pada (Y/n). Sekaligus mengakui kebenaran dari ucapannya. "Ya, kau benar. Tetapi, kau tidak sepenuhnya benar, Tanjirou."
"Lalu? Apa yang kau ingin lakukan?" tanya Tanjirou bingung dan penasaran.
(Y/n) merogoh saku celana seragam pemburu iblisnya. Dari dalam sana, ia mengeluarkan sebuah benda pipih transparan.
"Apa itu, Nee-san?" tanya Tanjirou ketika ia melihat benda asing yang dikeluarkan oleh (Y/n).
"Ini adalah daun semanggi. Daun ini telah kuawetkan sehingga tidak akan layu." (Y/n) menyerahkannya pada Tanjirou. "Ini untukmu. Jangan beritahu temanmu yang lain karena aku hanya punya satu." Ia tersenyum pada Tanjirou.
"Wah, terima kasih banyak, (Y/n) nee-san!" seru Tanjirou sumringah. Wajahnya berseri-seri. Tatapannya berbinar-binar saat menatap daun semanggi yang diawetkan dengan cairan resin itu.
"Sama-sama." (Y/n) mengacak-acak rambut Tanjirou dengan perasaan hangat.
Untuk sesaat, Tanjirou mengamati benda di tangannya itu. Senyuman masih belum terhapus di wajahnya. Ia pun kembali bertanya, "Omong-omong, apa fungsi daun ini?"
"Sebagai jimat keberuntungan." (Y/n) menunjuk daunnya yang berjumlah empat. "Kau lihat daunnya. Jumlahnya ada empat, 'kan? Daun berjumlah empat ini sangat sulit ditemukan. Konon, jika kau menemukannya, maka kau akan menjadi orang yang beruntung."
"Ah, begitu. Menarik, ya," sahutnya.
Daun semanggi itu (Y/n) bawa dari dunianya. Itu adalah daun semanggi yang selalu ia bawa ke manapun ia pergi. Bahkan saat ini, di dunia Kimetsu no Yaiba, ia membawanya bersamanya. Karena itulah daun semanggi kesukaannya yang kini telah ia berikan pada Tanjirou.
***
First published :: January 4th, 2020
Revised :: September 14th, 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro