Chapter 27 - A Moment
Hari sudah larut malam saat mereka—(Y/n), Shinobu, dan Giyuu—tiba di Gunung Natagumo. (Y/n) yakin saat ini mereka dipanggil karena banyak sekali pemburu iblis yang tewas di sana. Satu hal yang pasti, ia sudah tahu apa penyebabnya.
"Sebaiknya kita berpencar saja," ujar Giyuu pada dua Hashira yang ikut berlari dengannya.
"Baiklah."
(Y/n) memisahkan diri dengan mereka. Ia berlari ke arah timur. Sementara itu, Giyuu dan Shinobu pergi ke arah yang berlawanan dengan dirinya.
Suasana sunyi menyambut (Y/n). Hanya terdengar suara daun yang bergesekkan karena tertiup oleh angin. (Y/n) memperhatikan sekitarnya. Ada banyak para pemburu iblis yang tergeletak di atas tanah begitu saja. Nyawa mereka sudah tidak dapat diselamatkan lagi. (Y/n) yakin, mereka dijadikan 'boneka' oleh salah satu iblis yang ada di sana. Iblis yang berperan sebagai seorang 'ibu'.
Pergerakan (Y/n) seketika menjadi waspada saat hidungnya mencium bau khas seorang iblis. Bau itu berasal tak jauh darinya. Perlahan namun pasti, ia mendekati sumber bau khas itu.
Seorang pemburu iblis tampak terluka parah di hadapan (Y/n) saat ini. Darah berceceran di sekitarnya. Ia duduk bersandar pada sebuah batang pohon. Sementara itu, bau iblis yang ia cium tadi mulai menghilang. (Y/n) pun semakin merasa waspada.
Dengan cekatan, (Y/n) langsung mengecek nadi di leher gadis itu. Tugasnya saat ini adalah menyelamatkan para korban. Namun, saat ia melihat wajahnya, ia merasa familiar.
"Kau?!" (Y/n) terkejut kala ia melihat wajah pemburu iblis yang ia tolong.
"(Y/n)-sama, sepertinya kita berjumpa lagi. Ini kedua kalinya Anda menolong saya."
Rupanya, ia adalah gadis yang sempat (Y/n) tolong saat Ujian Akhir beberapa tahun yang lalu. Saat itu, (Y/n) juga menolongnya karena ia tak sengaja melihat gadis itu sedang diserang oleh seorang iblis. Kali ini, hal yang membedakan mereka adalah peringkat (Y/n) yang sudah menjadi seorang Hashira.
"Siapa namamu?" tanya (Y/n).
"Namaku Fujihara Rin. Tetapi, Anda bisa memanggil saya Rin."
"Apakah masih ada yang hidup selain dirimu?" tanya (Y/n) sembari menutup luka gadis itu dengan perban yang telah ia bawa tadi.
"Sepertinya tidak ada. Karena sedari tadi saya seorang diri di sini," jawabnya sambil memperhatikan lengan kanannya yang diperban oleh (Y/n), dengan tatapan sedihnya. Masih dapat digambarkan dengan jelas bagaimana teman-temannya mati begitu saja.
"Begitu rupanya. Jangan berbicara terlalu formal padaku. Anggap saja aku ini temanmu, Rin." (Y/n) mengingatkan. Ia merapikan kotak berisi obat-obatan yang ia bawa.
"Hai, (Y/n)-sama."
(Y/n) menatap serius ke arah Rin. "Tetapi, bagaimana kau bisa tidak dijadikan salah satu 'boneka' oleh iblis di sini? Teman-temanmu yang lain telah dijadikan boneka. Jangan tanya bagaimana aku bisa tahu. Hanya saja, aku penasaran denganmu."
Rin tampak gelisah. Ia membuka mulutnya tetapi menutupnya lagi. Seolah-olah ada yang ingin ia katakan, namun ditahan oleh dirinya sendiri.
"Jadi, bagaimana caranya?" cecar (Y/n), menyudutkan gadis itu.
"Aku sempat melarikan diri dari teman-temanku yang lain. Aku berlari cukup jauh hingga berada di luar jangkauan iblis pengendali 'boneka' itu," jawabnya.
"Melarikan diri cukup jauh? Jika kau memang berlari cukup jauh, kau tidak akan berada di sini. Apalagi tujuanmu adalah menghindari Iblis pengendali 'boneka' itu. Maka, kau pasti akan berlari sejauh mungkin. Tetapi, kau malah berada di sini, bahkan sangat dekat dengan teman-temanmu yang sudah menjadi mayat. Kau pasti berbohong tentang melarikan diri itu 'kan?" cecar (Y/n). Ia sudah memikirkannya sejak tadi. Kini ia hanya perlu menunggu jawaban apa yang akan diberikan oleh Rin.
"Aku tidak berbohong! Aku mengatakan yang sebenarnya!" Rin mulai terlihat panik.
(Y/n) mundur beberapa langkah. Ia menatap tajam ke arah Rin. "Lalu, apa kau juga punya alibi mengapa luka memanjang yang ada di lehermu itu menghilang? Aku yakin luka yang kau dapatkan itu adalah luka permanen dan tidak mungkin akan hilang. Waktu kita berjumpa pertama kali, kau mengatakan bahwa luka itu kau dapat saat masih kecil*. Satu hal lagi, aku yakin umurmu sekarang tidak jauh berbeda denganku. Itu artinya, luka itu sudah bertahun-tahun lamanya dan tidak pernah menghilang juga." (*Chapter 3)
Tubuh (Y/n) memasang kuda-kudanya dengan kewaspadaan yang semakin meningkat. Tidak ada celah sama sekali bagi musuh untuk mengalahkannya. "Kau pasti iblis, 'kan?" tanyanya yakin.
Rin yang sejak tadi menunduk kini mulai tertawa. Tawanya terdengar pelan, namun lama-kelamaan semakin kencang. Di telinga (Y/n), tawanya itu terdengar melengking dan nyaring.
Ia mengangkat kepalanya. Maniknya berubah merah. "Ah, sepertinya aku memang tidak bisa membodohimu, (Y/n)."
Tubuh Rin itu terbelah menjadi dua. Darah bercipratan ke mana-mana bahkan hingga mengenai haori yang dikenakan (Y/n). Lalu, muncullah sosok iblis yang selama ini menyamar sebagai Rin.
"Aku bisa menggunakan tubuh manusia. Hanya saja, kelemahannya ialah aku tidak bisa 100% menyerupai manusia itu. Karena itulah kau bisa menemukan perbedaan antara aku dan anak perempuan tadi yang asli." Ia meregangkan otot di bahunya.
"Karena 'orang itu' menyuruh kami untuk menangkapmu hidup-hidup, maka aku akan melakukannya. Hadiah yang kudapatkan nanti setelah aku menangkapmu adalah darah milik 'orang itu'. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan mendapatkan darahnya."
Mendengar apa yang dikatakan oleh iblis itu, seketika (Y/n) kembali berpikir. Apa yang dikatakan olehnya bisa menjadi informasi yang berguna bagi dirinya sendiri ke depannya nanti. Sepertinya Kibutsuji Muzan benar-benar tidak ingin melepaskannya.
Wajah iblis itu berubah semakin menyeramkan. Genangan darah yang tadi berceceran di sekitarnya perlahan menghilang. Darah itu berkumpul menjadi sesuatu yang padat dan kemudian ujungnya menjadi sangat runcing.
"Baiklah. Aku akan membuatmu tidak sadarkan diri, lalu membawamu ke 'orang itu'."
Apakah ini Kekkijutsu-nya? Lalu, teknik yang menggunakan 'tubuh' manusia itu apa? pikir (Y/n) heran.
Sebelum (Y/n) sempat menemukan jawabannya, darah berbentuk padat dan runcing itu sudah mengarah padanya. Gerakan menghindar (Y/n) sangatlah lincah seperti menari-nari di atas lantai dansa. Ia bergerak ke sana dan ke sini dengan tenang. Menghindari semua serangan Iblis itu. Sekaligus mencari celah untuk melancarkan serangan.
"Baiklah, kini giliranku untuk menyerang." (Y/n) diam dan tidak bergerak sama sekali di tempatnya berdiri. Ia menarik nichirin-nya. "Hoshi no Kokyu: Roku no Kata: Sora no Shita de Odoru!"
Dalam satu kedipan mata, leher iblis itu sudah terpotong. Gadis itu pun cukup terkejut dengan kekuatannya sendiri. Dengan perlahan, ia mendorong nichirin-nya ke dalam sarungnya kembali.
"B-Bagaimana... kau bisa... secepat itu?"
"Jangan pernah sekalipun meremehkan musuhmu. Itu adalah kata-kata temanku," ujar (Y/n). Di kepalanya terbayang wajah Asano yang sedang tersenyum. Karena memang Asano-lah yang mengatakan kalimat itu pada (Y/n). (Chapter 5)
Kini iblis itu telah berubah menjadi abu. (Y/n) duduk di atas rumput. Ia bersandar pada sebuah batang pohon yang cukup besar. Menggunakan sebuah teknik pernapasan terasa melelahkan saat ini.
"Ternyata Rin sudah tiada," gumamnya. "Padahal aku belum sempat berkenalan dengannya."
(Y/n) menghela napas panjang. Setidaknya ada satu informasi yang ia tahu dari Iblis tadi.
Kibutsuji Muzan sedang mencarinya.
***
Langkah kaki (Y/n) terasa lebih waspada. Banyak pepohonan telah ia lalui. Saat ini, dirinya berjalan dalam kegelapan. Hanya cahaya bulan yang menerangi langkahnya.
"Oi! Jangan tinggalkan aku di sini! Aku ingin bertarung denganmu!"
Suara teriakan itu terdengar jelas di telinga (Y/n). Dilanda oleh rasa penasaran, (Y/n) mencari sumber suara itu. Ia menemukannya. Seseorang digantung di sebuah pohon dengan tali yang mengikatnya menjadi objek yang (Y/n) lihat.
"Ini pasti ulah Tomioka-san," komentar (Y/n) seraya mendengus.
Pandangannya tertuju pada orang yang memakai topeng babi itu. Tubuhnya penuh luka. Ia masih saja bergerak-gerak berusaha melepaskan diri dari tali yang mengikatnya.
"Hashibira Inosuke."
Inosuke—yang sedang sibuk melepaskan diri—menatap pada seorang gadis yang berdiri di sampingnya. Ia terdiam sejenak. "Siapa kau?"
"Bukan siapa-siapa. Aku hanya kebetulan lewat di sini," jawab (Y/n). Entah mengapa ia merasa bersyukur karena Inosuke tidak mengenal dirinya. Bisa saja gadis itu bernasib sama dengan Giyuu dan akan diajak untuk bertarung.
"Kalau begitu, tolong lepaskan tali ini! Aku ingin melawan orang tadi!" Inosuke bergerak-gerak berusaha membebaskan dirinya.
"Tidak boleh. Lukamu cukup parah. Selain itu, kau pasti akan membuat keributan di sini. Maka, aku tidak akan membukanya sampai para Kakushi datang." (Y/n) menjawabnya dengan tegas. Ia berbalik lalu melangkah menjauhi anak pencari masalah itu.
"Oi! Teme! Lepaskan aku!" Inosuke masih berteriak-teriak seolah-olah hutan ini hanya diisi oleh mereka berdua.
(Y/n) yang kesal karena teriakan yang mendengingkan telinganya langsung berbalik dan melesat ke arah Inosuke. Nichirin-nya diarahkan ke leher lelaki itu.
"Jangan berisik, Bodoh. Aku juga memiliki batas kesabaran."
Inosuke tahu gadis di depannya ini sedang kesal. Secara otomatis, ia pun berubah menjadi diam dan tak berbicara lebih lanjut. Entah apa yang tengah ia pikirkan.
Tangan (Y/n) memasukkan kembali nichirin itu ke sarungnya. Ia menghela napas lalu berbalik menjauhi Inosuke. Lebih baik ia tidak dekat-dekat dengannya jika tidak ingin terkena masalah.
***
Setelah berjalan cukup lama, (Y/n) berhenti di tengah hutan. Ia merasakan hawa keberadaan orang lain di depannya. Untuk memastikan bukanlah iblis yang berada di sana, (Y/n) pun mengintip dari balik sebuah pohon. Di sana, ia bisa melihat Giyuu dan Shinobu yang sedang terlibat dalam pertarungan.
Tetapi, Shinobu berhasil ditahan oleh lengan kiri Giyuu. Alhasil, Hashira Serangga itu tidak dapat bergerak. Namun, siapa yang menyangka saat ia mengarahkan kakinya ke wajah Giyuu, ada sebilah pedang di sepatunya? Giyuu pun terkejut dan tak sempat menghindar. Tetapi, suara seekor gagak mengejutkan mereka.
"Kwak! Kwak! Bawa Tanjirou dan Nezuko ke markas pemburu iblis! Tanjirou memiliki luka di dahinya! Nezuko memakai bambu di mulutnya! Kwak!"
Dengan hati-hati, (Y/n) keluar dari tempat persembunyiannya. Ia muncul di hadapan Giyuu dan Shinobu. Atensi mereka sontak tertuju pada (Y/n).
"Ah, sepertinya tugas kita sudah selesai." (Y/n) meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal. Ia ingin segera pulang dan tidur.
"(Y/n)-chan, apa kau baik-baik saja? Ada darah di haori-mu." Shinobu menunjuk ke haori yang (Y/n) kenakan.
Pandangan (Y/n) mengikuti arah telunjuk Shinobu. Seketika ia teringat mengapa bercak darah itu bisa berada di sana. Menciptakan raut wajah kesedihan sesaat sebelum hilang dan kembali normal. "Tidak apa. Ini bukan darah milikku."
"Kau yakin?" Kali ini Giyuu yang bersuara.
"Ya, karena memang itulah kenyataannya." (Y/n) menatap mereka berdua. "Kita harus pergi sekarang, bukan?"
Giyuu dan Shinobu mengangguk setuju. Kemudian, mereka berlari menuruni Gunung Natagumo dan pergi ke kediaman Kagaya. Dengan berbagai pemikiran yang berbeda-beda dalam benak masing-masing.
***
First published :: December 6th, 2020
Revised :: June 5th, 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro