Chapter 19 - It Hurts
Hari ini merupakan hari yang santai bagi (Y/n). Ia memakan sarapan yang dibuat oleh Asano-karena lelaki itu tidak memperbolehkannya memasak sarapan sendiri selama dirinya masih ada di sana-memakan es serut, juga menikmati angin musim panas sambil duduk di halaman belakang rumahnya.
Tidak ada misi untuk (Y/n). Lebih tepatnya, tidak ada misi hanya untuk (Y/n). Kagaya telah membagikan misi pada Hashira yang lain, kecuali gadis itu. Apa boleh buat. (Y/n) hanya bisa menerima keadaannya dan menikmati hari liburnya. Ia tidak lagi memaksa Kagaya untuk mengizinkannya menyelesaikan misi. Mengerjakan misi kala dirinya sedang lemah seperti saat ini hanya akan menjadikan dirinya sebagai beban. Selain itu, yang perlu ia lakukan sekarang adalah menjadikan kekuatan Asano sebagai miliknya. Ya, hanya itu untuk saat ini.
Angin yang berhembus tak terlalu kencang tengah dinikmati oleh (Y/n). Sesaat setelahnya, seekor burung gagak miliknya tiba-tiba menghampiri kediamannya. Burung gagak itu bertengger di atas ranting pohon sakura di belakang rumah (Y/n).
"(F/n) (Y/n)! Hari ini ada pertemuan para Hashira! Datanglah ke kediaman Oyakata-sama! Cepat! Cepat!"
Delikan tajam dilemparkan ke arah burung gagak itu. Ia paling tidak senang jika ada yang menganggu ketenangannya. Namun, apa boleh buat. Meskipun si gagak sialan itu yang mengatakannya, tetap saja hal itu merupakan titah dari Kagaya. Pada akhirnya, (Y/n) menghela napas panjang dan bersiap pergi menuju kediaman Ubuyashiki Kagaya.
***
Rumah tradisional Jepang yang terbuat dari kayu itu masih sama semenjak (Y/n) terakhir kali menginjakkan kakinya di sana. Bangunan rumah itu masih tampak kokoh meskipun usianya sudah tidak muda lagi. Ditambah dengan beberapa tiang kayu yang menyangga atap di atasnya agar terhindar dari panas matahari. Tampak mengintimidasi (Y/n) yang baru saja tiba.
Kedatangan (Y/n) itu disambut dengan para Hashira lain yang sudah tiba lebih dahulu di sana. Lagi-lagi dirinya terlambat. Namun, bukan hal itu yang menjadi perhatiannya saat ini. Melainkan (Y/n) merasakan ada sesuatu yang aneh dengan tubuhnya. Rasa itu sama seperti saat terakhir kali Mitsuri berkunjung ke rumahnya.
Tidak, jangan sekarang, batin (Y/n) panik.
Para Hashira masih berbincang sambil menunggu kedatangan Kagaya keluar dari kediamannya. (Y/n) yang tak ingin terlalu dekat dengan mereka pun sontak memilih untuk menjauh. Masa depan lebih penting daripada sekedar mengakrabkan diri dengan mereka. Setidaknya untuk saat ini.
Menunggu kedua putri Kagaya keluar dari dalam bangunan itu kini terasa sangat lama bagi (Y/n). Gadis itu hanya memilih untuk bersandar pada sebatang pohon yang rimbun dan menatap para Hashira lain dari kejauhan. Pemandangan di hadapannya itu merupakan pemandangan jika dirinya tak ada di sana. Seketika (Y/n) tersenyum miris. Jika mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diri (Y/n), bagaimana reaksi mereka nantinya?
"Oyakata-sama telah tiba."
Perkataan dari kedua putri kembar Kagaya itu telah menyelamatkan (Y/n) dari waktu yang terasa lambat. Helaan napas lega sontak dihembuskan. Dengan serentak, mereka pun menunduk di hadapan Kagaya.
"Selamat siang, anak-anakku. Apakah langit hari ini masih berwarna biru?"
Perkataan Kagaya itu dibalas oleh Sanemi. Lelaki itu menyapanya dengan sangat sopan. Sungguh berbanding terbalik dengan sifat aslinya yang selalu diselimuti oleh amarah. Diam-diam, (Y/n) pun mendengus.
Diliriknya perlahan ke arah Sanemi yang berada tepat di sisi kanannya. Wajahnya yang dipenuhi luka menjadi objek yang (Y/n) lihat. Sungguh menyeramkan, juga tampak keren sekaligus.
"Senang rasanya aku masih bisa bertemu kalian tanpa ada perubahan."
Sontak (Y/n) mengembalikan tatapannya ke arah Kagaya. Akan menjadi sangat berbahaya jika gadis itu tertangkap basah tengah memandangi Sanemi sebelumnya. Namun, di saat yang bersamaan, seketika rasa sesak muncul di dalam dadanya. Ia mencengkeram seragam pemburu iblisnya. Dengan harapan agar rasa sesak itu segera menghilang.
"(Y/n)-chan, apa kau baik-baik saja?"
Suara Mitsuri yang berada di sebelah kiri (Y/n) mengejutkan gadis itu. Meskipun terselip nada khawatir di ucapannya, tetap saja (Y/n) tak akan bisa mengatakan yang sebenarnya.
"Ya, aku baik-baik saja," jawab (Y/n) lugas. Well, kini dirinya lebih memilih untuk berbohong. Sangat tidak mungkin untuk jujur saat ini, bukan?
Satu hal yang (Y/n) yakin ialah bahwa rasa sakit itu datang dikarenakan keberadaan para Hashira di sekitarnya. Kekuatan Asano yang lemah itu menjadi resesif dan didominasi oleh mereka, para Hashira, yang tentunya lebih kuat daripada dirinya. (Y/n) tidak tahu sebesar apa kekuatan yang diserap itu. Namun, terlepas dari besarnya nilai kekuatan yang terserap, dampaknya tetap saja sangat buruk bagi (Y/n).
Rasa logam yang tiba-tiba menyebar di dalam rongga mulutnya seketika membuat manik (e/c) itu membulat. Tangannya sontak menekap mulutnya sendiri. Berjaga-jaga jika ada sesuatu yang akan keluar dari sana.
Benar saja. Kala ia menarik tangannya menjauh dari bibirnya, cairan berwarna merah kental itu meninggalkan jejak di telapak tangannya. Melihat jumlahnya yang banyak sontak memberikan rasa panik pada diri (Y/n).
Rintihan yang tertahan kala dirinya menahan rasa sakit pun terdengar di sela bibirnya. Tidak hanya rasa sesak di dadanya dan mengeluarkan darah dari mulut, rupanya detak jantungnya pun berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Seolah belum cukup parah, pening di kepalanya seketika muncul.
"(Y/n)-chan, kau yakin jika kau memang baik-baik saja?" Mitsuri kembali bertanya lagi. Ia tak sempat melihat darah di telapak tangan (Y/n). Gadis itu menyembunyikannya dengan cara mengepalkan tangannya sendiri.
Tidak ada jawaban yang (Y/n) berikan. Perkataan Kagaya pun hanya menjadi dengungan tak jelas di dalam kepalanya. Saat ini, ia hanya berusaha agar tubuhnya tetap dalam keadaan seimbang. Kepalanya menoleh ke arah Mitsuri, hendak mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Tetapi, pandangannya yang buram kala ia menatap Hashira Cinta itu membuat (Y/n) urung melakukannya.
Gerak-gerik (Y/n) yang sedari tadi rupanya menarik perhatian Sanemi untuk menoleh padanya. Wajar saja, lelaki itu berada tepat di sisi kanan (Y/n). Siapa pula yang tak akan sadar jika seseorang di sebelahmu tidak bisa diam?
Kesadaran (Y/n) sudah di batas akhirnya. Sudah cukup. Ia sudah tak sanggup menahan semua rasa sakit itu. Jikalau hari ini ia akan mati, setidaknya biarkan ia membahagiakan orang-orang di sekitarnya terlebih dahulu.
Tubuhnya yang hendak ambruk ke atas permukaan tanah seketika ditahan. Pelakunya ialah Sanemi. Keheranan menyelimutinya. Pasalnya, tangannya bergerak dengan sendirinya kala ia menyadari (Y/n) yang akan terjatuh.
Kini semua pandangan tertuju ke arah (Y/n) yang tidak sadarkan diri. Kagaya pun menghentikan perkataannya. Wajahnya itu berubah bingung dan ia pun bertanya kepada salah satu putrinya.
Permukaan epidermis gadis itu kini telah berubah pucat. Sisa darah yang mengalir di sudut bibirnya terlihat jelas. Sementara matanya terpejam. Menandakan bahwa kesadarannya tak berada di sana.
"(Y/N)!"
***
Gelap. Sunyi. Tidak ada siapa-siapa.
Itulah yang (Y/n) rasakan kala ia membuka matanya. Sontak ia pun memperhatikan sekelilingnya. Saat ini gadis itu yakin bahwa dirinya tidaklah berada di rumahnya ataupun di kediaman Kagaya.
(Y/n) pun bangkit dari posisi tidurnya. Rasa sesak di dada dan pening di kepalanya kini sudah tiada dari tubuhnya. Seolah-olah memang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
"Di mana ini?" Ia bergumam, bertanya pada dirinya sendiri.
Di sekitarnya hanya berwarna hitam. Tidak ada cahaya sama sekali. Bahkan, (Y/n) sendiri tidak dapat melihat apapun. Yang ia tahu, hanyalah fakta bahwa saat ini ia tidak berada di tempat yang ia kenal. Juga terdapat sebuah nichirin di pinggangnya.
Seberkas cahaya berwarna merah muncul di hadapan (Y/n). Membuat keadaan di sekitar (Y/n) menjadi terang seketika. Gadis itu menatap waspada ke arah cahaya tersebut. Meskipun tampak terang, namun entah mengapa ia merasakan sinyal bahaya dari sana.
Cahaya itu perlahan berubah menjadi sesosok gadis. Usianya sekitar belasan tahun. Surainya berwarna merah menyala. Sementara di belakangnya terdapat api yang menari-nari, seolah siap melahap apapun yang ada di hadapannya.
"Kita berjumpa lagi, (Y/n)."
"Siapa kau?" (Y/n) mengacungkan nichirin-nya ke arah gadis itu. Firasatnya benar. Bahaya kini telah mengintip dari celah pintu. Yang ternyata merupakan cahaya itu sendiri.
Ia justru terkekeh. "Namaku Sakuya. Ah, sepertinya kakak sialan itu tidak memberitahukan namaku padamu." Tatapannya menatap remeh.
Perkataan Sakuya itu berputar-putar di dalam kepala (Y/n). Kakaknya? Siapa kakak dari gadis itu? Apakah (Y/n) mengenalnya? Jika ya, lalu siapa?
Berbagai pertanyaan pun bermunculan di dalam benak (Y/n). Memberikan rasa bingung serta heran pada dirinya sendiri. Sayangnya dirinya hanya mampu tergugu di sana tanpa bertanya lebih lanjut.
"Apa maumu?" Netra (Y/n) menatap tajam ke arah Sakuya. Berubah serius nan waspada.
Tawa pun terdengar dari celah bibir Sakuya. Nadanya cukup melengking dan menyakiti telinga (Y/n). "Keinginanku hanya satu."
Sakuya mengarahkan kuku-kukunya yang panjang ke arah leher (Y/n). Melihat hal itu, sontak (Y/n) membulatkan matanya. Tidak tahu apabila Sakuya bisa melakukan hal demikian.
"Bertarunglah denganku, (Y/n)."
***
First published :: November 7th, 2020
Revised :: March 26th, 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro