Chapter 1 - Started
Rasa malas menyelimuti gadis itu yang tengah berbaring di atas tempat tidur di dalam kamarnya yang cukup luas. Poster-poster anime terpasang pada dinding kamar. Jujur saja, ia memang sangat menyukai anime. Meskipun terkadang dirinya kerap kali diomeli oleh ayahnya sendiri karena ia terlalu menyukainya. Walaupun demikian, tidak ada siapapun yang bisa menghentikan dirinya sendiri untuk berhenti menyukai anime, termasuk orang tuanya sendiri.
Tangannya bergerak mencari ponsel miliknya. Bermaksud untuk mengecek pukul berapa saat ini dikarenakan baterai jam dinding di kamarnya belum sempat diganti. Benda pipih bernuansa putih itu bergetar kala gadis itu menemukannya. Matanya bergulir melihat nama yang tertera di sana. Tou-san.
"Ada apa Tou-san meneleponku?" Gadis itu berbicara kepada orang yang merupakan ayahnya itu.
"(Y/n), temui Tou-san di aula. Kita harus latihan sekarang," ucap ayahnya singkat dari seberang sana. Lalu, pria paruh baya itu memutuskan panggilan telepon tersebut.
(Y/n)—gadis yang sejak tadi menjadi sosok yang dijelaskan di narasi—hanya bisa menghela napas. Latihan yang ayahnya maksud ialah latihan anggar. Latihan itu sudah menjadi tradisi turun-temurun di keluarganya. Tentu saja, dengan terpaksa, ia pun ikut terseret ke dalam dunia itu.
Sesampainya di aula, ayahnya memberikan (Y/n) perlengkapan untuk bermain anggar. Juga tiga buah senjata yang ia sendiri lupa nama-namanya. Gadis itu segera memakainya dan bersiap untuk melawan ayahnya sendiri.
Seusai masing-masing dari mereka sudah memakai semua perlengkapannya, mereka pun mulai berlatih.
***
Napas yang panjang ia tarik. Rasanya sangat lelah setelah selesai berlatih. (Y/n) meneguk air dari gelas yang dibawakan oleh salah satu pelayan rumahnya. Ayahnya pun terlihat lelah. Maklum saja, usianya sudah tidak muda lagi.
"Kau semakin mahir, (Y/n). Tidak sia-sia selama ini Tou-san melatihmu," ujarnya di kala (Y/n) masih sibuk meneguk air. Memberikan rasa segar di dalam kerongkongannya.
Mendengar apa yang dikatakan oleh ayahnya, kekehan pun keluar dari bibir (Y/n). "Ya. Mungkin itu karena umur Tou-san yang sudah tidak muda lagi," sahutnya disisipkan sebuah candaan.
Ayahnya pun tertawa mendengarnya. "Umur Tou-san sudah empat puluh delapan tahun dan kau tahu itu."
Sebuah senyuman (Y/n) lemparkan ke arah pria paruh baya yang sangat ia sayangi itu. "Lebih baik Tou-san istirahat. Aku tidak ingin Tou-san sakit-sakitan di usiamu yang sudah tidak muda lagi. Aku pun akan kembali ke kamarku."
Setelah mengatakan rentetan kalimat itu, (Y/n) berlalu ke kamarnya. Meninggalkan ayahnya di belakang sana dengan sebuah senyuman yang tidak dapat gadis itu lihat.
***
Selama ini, (Y/n) selalu hidup dengan kecukupan. Orang tuanya menyayanginya. Walaupun mereka sangat sibuk, mereka tetap menyempatkan waktu untuk (Y/n).
Ayahnya yang merupakan seorang direktur perusahaan dan ibunya seorang desainer terkenal membuat hidup keluarga (F/n) tersebut lebih dari cukup. Tetapi, walaupun mereka hidup dalam kemakmuran dengan harta yang takkan habis dalam kurun waktu dekat, kedua orang tuanya tidak pernah mengajarkan (Y/n) untuk bersikap angkuh. Terlebih ayahnya. Beliau selalu mengatakan pada putrinya bahwa ia harus menjadi seseorang yang rendah hati. Orang tuanya pun selalu bertindak demikian. Mereka tanpa rasa sungkan selalu menolong orang lain yang sedang dalam masa kesulitan.
Hidup seperti roda. Terkadang dirinya bisa berada di atas, juga di bawah. Tidak ada yang tahu kapan hal itu akan terjadi. Bisa saja di esok hari, lusa, atau bahkan saat ini juga. Oleh karena itu, sebisa mungkin (Y/n) menebar kebaikan di manapun ia berada. Bukan dengan tujuan agar ia mendapatkan imbalan. Melainkan supaya orang-orang bisa merasakan kebaikannya.
(Y/n) membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Perlengkapan anggar sudah ia lepaskan sebelumnya. Saat ini, gadis itu hanya ingin beristirahat. Mengistirahatkan tubuh dan pikirannya barang sejenak saja. Tak lama, ia pun terlelap.
***
Sontak (Y/n) terbangun dari tidurnya kala ia merasakan dingin yang menusuk epidermisnya. Saat membuka mata, yang gadis ury lihat hanyalah kegelapan. Tanpa ada sedikit pun cahaya di sana. Ia tidak tahu saat ini dirinya berada di mana. Namun, satu hal yang pasti, ini bukanlah kamar ataupun rumahnya.
Ia bangkit berdiri dari duduknya. Berusaha mencari orang di sekitarnya. Barangkali (Y/n) menemukan orang yang ia kenal. Semoga saja demikian.
Seberkas cahaya berwarna biru tiba-tiba menghampirinya. Sekaligus mencegah dirinya untuk mencari orang lain di sana. Sejenak manik (e/c)nya menatap cahaya itu. Berharap agar tidak menghilang secepat mungkin. Karena hanya cahaya itu yang terlihat sangat terang di tengah kegelapan.
"Konbanwa, (Y/n)-san."
Tubuhnya melonjak kaget mendengar suara yang berasal dari cahaya berwarna biru itu. Setelah rasa terkejutnya mulai lenyap, (Y/b) pun membalasnya, "Konbanwa. Maaf, kau siapa? Lalu, aku berada di mana saat inu?" cecarnya diliputi kebingungan.
"Namaku Fuyumi Asano. Saat ini, kau berada di dunia Kimetsu no Yaiba. Kau pasti tahu tentang anime itu, 'kan?"
Lagi-lagi, (Y/n) kembali dibuat terkejut oleh ucapannya. "Kau serius?! Aku berada di dunia yang penuh dengan oni itu?! Kau pasti bercanda! Sebelumnya aku sedang tertidur di kamarku. Lalu, saat aku bangun, aku berada di anime ini. Aku pasti sedang bermimpi. Ya, ini pasti mimpi."
Percayalah, (Y/n) sedang meyakinkan dirinya sendiri. Hal-hal semacam itu hanya sering ia temukan di dalam fanfiction yang dibacanya. Namun, kini hal itu terjadi padanya. Bahkan tepat saat ini.
"Sayangnya, ini bukanlah mimpi. Ini adalah kenyataan, (Y/n)-san. Tetapi, tenang saja. Aku sudah memberimu sebuah kekuatan. Berlatihlah dan gunakanlah kekuatan itu. Lalu, jadilah seorang pemburu iblis yang kuat. Kekuatan itu sangatlah besar, namun aku yakin kau bisa menanggungnya," ujar Asano panjang lebar.
"Kekuatan? Maksudmu, teknik pernapasan?" tebak (Y/n) seraya mengernyit.
"Hai. Itu benar. Kau bisa memilih teknik pernapasanmu sendiri. Bahkan, kau juga bisa menciptakan teknik yang baru. Teknik pernapasan apa yang kau inginkan?" Asano bertanya setelah menjelaskan panjang kali lebar kali tinggi sama dengan volume.
"Hoshi no Kokyu! Ya, itu teknik pernapasan yang kuinginkan," jawab (Y/n) tanpa berpikir panjang. Entah apa yang berada di dalam kepalanya sehingga ia mengucapkan kalimat itu.
"Pilihan yang bagus. Lalu, untuk macam-macam tekniknya bisa kau kembangkan sendiri nanti," jelas lelaki itu lagi.
Sebuah cahaya kembali muncul. Kini, cahaya itu langsung menghilang di kala baru saja terlihat. Ternyata di baliknya terdapat sebuah bilah pedang yang (Y/n) yakin permukaannya cukup tajam.
"Nichirin ini untukmu. Hanya untuk sementara sampai kau mendapatkan yang asli nanti ketika kau telah resmi menjadi seorang pemburu iblis," katanya lagi.
"Lalu, apakah keluarga Tanjirou sudah dibunuh saat ini?" tanya gadis bersurai (h/c) itu tiba-tiba. Seketika teringat dengan raut wajah tokoh utama dari dunia ini.
"Belum. Saat ini kau berada di saat tiga tahun sebelum kejadian itu. Jika kau ingin menyelamatkan mereka, aku tidak akan menjadikannya sebuah masalah."
"Aku pasti akan menyelamatkan mereka!" sahut (Y/n) yakin. Juga tidak yakin di saat yang bersamaan. Tentu saja, karena orang yang melakukan pembunuhan kejam itu merupakan orang yang menjadi dalang di balik kekacauan dunia ini. Seseorang yang tak mungkin dapat dikalahkan dengan mudah.
"Itu semangat yang bagus. Aku senang mendengarnya," ujar Asano yang membuat senyum (Y/n) mengembang.
"Aku sudah menyediakan sebuah tempat tinggal untukmu. Letaknya berada di jalan setapak sebelah kirimu. Berlatihlah terus sampai kau kuat melebihi siapapun. Itu pesanku. Untuk makananmu, aku akan menyediakannya. Jadi, tenang saja, oke? Jaa ne."
Cahaya berwarna biru itu menghilang begitu saja dari pandangan (Y/n). Ia kembali menjadi seorang diri di sini. Tidak ada teman maupun orang yang ia kenal. Tatapannya ia alihkan ke arah sang rembulan yang ternyata bersinar terang di angkasa. Di tengah-tengah kumpulan para bintang. Entah apa yang sedang ia pikirkan sekarang.
Karena hari sudah malam, (Y/n) pun memutuskan untuk tidur. Kakinya berjalan menuju rumah sederhana sesuai instruksi yang Asano katakan sebelumnya.
Sebuah futon ia gelar ke atas lantai kayu yang cukup hangat. Kemudian, (Y/n) berbaring di atasnya. Menciptakan rasa hangat seketika pada permukaan tubuhnya.
Di kala matanya mulai terpejam, hari-hari yang menegangkan telah resmi akan dimulai dari sekarang.
***
First published :: August 24th, 2020
Revised :: January 4th, 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro