Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🍃┆𝗲xtinction 𝗼f 𝘀uffering ꫂ

Jarum jam berdetak, mengikuti setiap detik yang telah berlalu. Di saat berikutnya, langit berubah menjadi warna jingga. Menunjukkan bahwa sudah saatnya sang mentari harus kembali ke singgasananya. Kemudian, menunggu hari esok untuk datang. Membiarkan rembulan menggantikan tugasnya.

Namun, bagi kedua insan itu waktu tetap terasa berjalan lambat. Tidak, hanya bagi sang lelaki saja. Tatapannya melebar, menyiratkan ketidakpercayaan. Sementara bibirnya sedikit terbuka. Keterkejutan yang kentara menyelimuti wajahnya.

"Apa... katamu tadi?"

Sebuah senyum getir terpasang di paras ayu gadis itu. Ia menunduk sejenak, sebelum kembali mengangkat kepalanya. Bibirnya terbuka lalu mengucapkan beberapa patah kata.

"Kau harus membunuhku, Xiao."

Mengapa? Itu adalah pertanyaan singkat yang muncul di dalam kepala Xiao. Mengapa dirinya harus membunuh (Y/n)? Ia tidak mungkin melakukannya! Tidak akan pernah sekalipun pemikiran itu akan singgah di dalam kepalanya.

Namun, kini (Y/n) itu sendiri yang memintanya.

"Mengapa aku harus membunuhmu, (Y/n)? Aku, aku tidak bisa melakukannya. Tidak." Xiao menatap nyalang ke arah rerumputan yang dipijaknya. Seolah-olah amarahnya tersebut ditujukan pada rumput tak berdosa itu.

Baru saja kebersamaannya dengan (Y/n) kembali pada dirinya. Namun, kini semua kebersamaan itu ditarik paksa menjauh dari Xiao. Membuat detik-detik yang berlalu terasa mencekik lehernya, menguliti kulitnya, juga membutakan penglihatannya.

"Di suatu saat, aku pernah membuat kontrak."

Pikiran Xiao sontak buyar. Ia masih berusaha untuk mendengarkan perkataan (Y/n) meskipun otaknya merasa sulit untuk mencerna. Tetapi, apapun yang gadis itu katakan, Xiao memang harus mendengarkannya.

"Kala itu, aku bertemu dengannya di sebuah negara yang jauh. Wajahnya yang cantik benar-benar menggambarkan dirinya sebagai seorang Dewi. Ia begitu mencintai kedamaian, ketentraman, pun keadilan. Semua hal baik ada padanya. Itu jugalah yang membuatku memutuskan untuk mengikat kontrak dengannya." Tatapan (Y/n) menerawang jauh. Ia mengingat-ingat bagaimana wajah orang yang sedang ia bicarakan itu.

"Tetapi, kau pun pasti tahu, Xiao. Mengenai Archon War yang baru saja terjadi. Semua orang merintih kesakitan, menyerukan lara mereka, juga merasakan kehilangan. Begitu pula dengannya. Bukan ia yang merasa kehilangan, melainkan dirinyalah yang menjadi sumber dari rasa pedih itu. Ia telah meninggal, Xiao."

Seketika, napas (Y/n) terasa tercekat. Kerongkongannya mendadak kering. Untaian kata yang sudah siap ia ucapkan tersangkut di sana. Namun, ia tak bisa membuat Xiao menunggu penjelasan darinya. Lelaki itu pasti menuntut sebuah kejelasan.

"Bersamaan dengan kematiannya, kontrak itu pun ikut lenyap. Kontrak yang diisi oleh rasa percaya untuk tidak saling menyakiti dan membenci itu kini telah berubah menjadi debu. Yang kemudian dibawa begitu saja oleh hembusan angin. Begitu pula dengan diriku, Xiao. Aku harus menemaninya di sana, agar tak ada seorang pun yang tahu mengenai hal ini," lanjut (Y/n).

"Mengapa kau harus menemaninya, (Y/n)? Apakah ia begitu berarti untukmu? Melebihi diriku?" sergah Xiao. Netra emasnya itu menyiratkan rasa pedih yang mendalam. Luka yang selama ini sudah berusaha untuk disembuhkan kembali berdarah begitu saja.

Ia menarik napas sejenak, mengabaikan ucapan Xiao yang terdengar pilu. Lalu melanjutkan ucapannya, "Untuk memenuhi hal itu, seseorang yang kucintailah yang harus membunuhku. Aku sudah berusaha menahan diriku untuk tidak pernah mencintaimu, melupakan keberadaan dirimu. Namun, apa daya. Perasaanku ini tak dapat dibohongi, Xiao."

Detik berjalan terlalu lambat. Tetapi, tetesan air mata itu tetap terasa begitu nyata. Sekaligus menguarkan lara ke udara. Bersamaan dengan isakan pilu yang menjadi alunan penuh tragedi.

Tanpa berkata apapun lagi, Xiao menarik tubuh (Y/n) ke dalam dekapannya. Ia merengkuhnya dengan erat. Matanya terpejam, pikirannya bersuara. Berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk di siang hari saja. Ia akan terbangun nanti dengan (Y/n) yang selalu menyambutnya dengan senyuman hangat.

Tetapi, air mata yang mengalir di kedua pipi mereka tidak akan dapat membohongi kenyataan.

***

Hujan.

Rasa dingin yang dibuat oleh ribuan tetes air itu tidak membuat Xiao mengalihkan tatapannya dari sang gadis. Ia bergerak menyandarkan tubuh (Y/n) ke atas tubuhnya sendiri. Memberikannya kehangatan di bawah langit yang tengah menangis. Ah, bukan hanya langit yang menyerukan lara, namun kedua insan itu pun demikian.

"Xiao..."

"Aku di sini, (Y/n)."

Netra (e/c) itu menelusuri wajah sang lelaki dengan saksama. Ia mengingat-ingat setiap lekukan indah di wajah Xiao. Tangannya bergerak untuk menyentuh pipi lelaki itu. Dengan sigap, Xiao menggenggam jemari (Y/n) yang menempel di atas permukaan kulitnya.

"Kau terasa hangat, Xiao." (Y/n) memberikan senyumannya. Meskipun bibirnya membeku kedinginan saat ini, namun ia tetap menariknya membentuk sebuah kurva melengkung.

Melihat kondisi (Y/n) saat ini, Xiao benar-benar ingin menangis. Ia ingin menyuarakan kepedihannya, kesedihannya. Tetapi, tidak ketika di hadapan gadis itu. Ia tak bisa melakukannya.

"Aku akan menyegel tubuhku dengan sisa kekuatanku ini. Setelahnya, tak akan ada seorang pun yang akan mengingat atau mengetahui tentang kematianku. Termasuk dirimu, Xiao," ujar (Y/n) pelan.

Mendengar itu, Xiao mengeratkan genggamannya. Ia menunduk. Tumpahan air mata pun mengalir di kedua pipinya. Tetapi, segera dibawa oleh hujan yang turun.

"Maaf, Xiao. Maaf karena semua permintaanku sangatlah egois. Maaf karena aku tak bisa melakukan yang terbaik untukmu. Maafkan aku." Kali ini tangis (Y/n) yang pecah. Sungguh berat rasanya untuk mengucapkan setiap perkataan itu kepada Xiao. Pergi meninggalkan lelaki itu di dunia ini seorang diri.

Apakah Xiao akan makan dengan teratur nanti? Apakah ia akan menyempatkan diri untuk tetap tidur meskipun ia tak terlalu membutuhkannya? Lalu, siapa yang akan menenangkannya di saat ia merasakan karmanya kembali?

Mengingat semua kekhawatiran itu, (Y/n) merasa begitu terpuruk. Pedih menyayat dirinya perlahan. Memberikan rasa sakit yang luar biasa menyakitkan. Tetapi, ini adalah kontraknya. Ia tak bisa melanggarnya.

"Xiao, terima kasih karena sudah menepati janjimu hari itu. Meskipun waktu yang kita lalui terasa singkat, namun semua kenangan itu akan tetap tersimpan rapi di dalam hatiku. Kau harus melupakanku dan menjalani hari-harimu dengan bahagia, ya? Kau sudah tidak perlu lagi merasa sedih. Jika kau tiba-tiba merindukanku, tataplah ke arah angkasa. Karena di sanalah aku akan selalu memperhatikanmu."

Air mata mengalir kian deras. Xiao merasakan napasnya tercekat di kala tubuh (Y/n) perlahan berubah menjadi serbuk bercahaya. Kehangatan yang pernah ia rasakan kini terasa seperti mimpi belaka. Mimpi yang terlalu indah hingga diragukan kebenarannya.

Untuk seketika, Xiao menumpahkan isi hatinya. Ia menangis sekencang mungkin. Diiringi oleh hujan yang turun semakin deras. Sebagai iringan melodi yang mengantarkan lara pada dirinya.

Ketika kau bertemu dengan seseorang, maka perpisahan akan datang setelahnya. Karena di saat itulah semuanya akan berubah.

"Aku mencintaimu, (Y/n)..."

***

Nih, aku kasih tisu :D
/kasih tisu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro