🍃┆𝗹emniscatic 𝘄ind 𝗰ycling ꫂ
Hujan pun turun begitu deras. Liyue Harbour yang terkenal karena kontraknya itu pun tak dapat dipungkiri hujan bisa turun di sana. Menyiram seluruh permukaan bumi. Menyisakan bau petrichor terbang ke udara. Bersamaan dengan datangnya angin kencang dari sebelah utara sana.
Namun, apa yang ada di depan matanya tidak membuat lelaki itu berpaling. Pun mengabaikan hujan yang turun kian deras. Serta-merta pakaiannya ikut basah karena ribuan tetesan air itu.
Xiao menunduk. Menatap ke arah wajah gadis yang tengah terpejam di depannya. Paras ayunya itu masih sama meskipun waktu telah berlalu begitu lama. Detik kali pertama mereka berjumpa, seketika terlintas di dalam kepala sang jejaka.
Kala itu, semuanya terasa begitu indah. Begitu sulit diungkapkan melalui rangkaian kata. Mereka sama-sama larut di dalam estetika yang tercipta secara tak sengaja. Jatuh ke dalam pesonanya masing-masing. Sang puan, demikian juga sang teruna.
Di saat yang sama, mereka pun tak tahu jika semuanya akan berakhir menjadi seperti sekarang. Semenyakitkan juga semenyedihkan ini. Keduanya merupakan perasaan yang saling mendukung. Sama-sama dapat menciptakan tangis sesaat setelahnya.
Hujan kian menderas. Orang-orang mulai memilih untuk pulang. Membiarkan rasa sedih mereka ditinggalkan di pemakaman yang cukup ramai itu. Seraya berharap bahwa mereka tak akan larut di dalam kesedihan yang begitu dalam.
Berbeda dengan lelaki itu. Tanpa payung di tangannya, ia masih saja setia menatap wajah sang gadis. Seorang gadis yang pernah singgah di dalam hatinya. Dinding yang telah ia bangun begitu kuat mendadak roboh hanya karena untaian kata dan sikap gadis itu.
Kini benar-benar hanya dirinya yang tersisa di sana. Mereka yang mengurus pemakaman itu sudah bersiap untuk mengembalikan tubuh sang gadis ke dalam tanah. Semua gerak-gerik mereka diperhatikan olehnya tanpa disadari oleh lelaki itu sendiri.
Dalam diam, ia berharap apa yang dilihatnya sekarang hanyalah suatu kebohongan. Kebohongan yang terlampau menyakitkan untuk menjadi nyata.
***
Deru napas yang terengah-engah menjadi hal yang gadis itu dengar. Ia sontak menatapnya terkejut, kaget, dan juga khawatir. Rentang jarak yang ada di antara mereka pun seketika menipis. Memberikan rasa hangat pada epidermis masing-masing.
"Xiao, apa kau baik-baik saja?!"
Seruan itu menggema di dalam kepala Xiao. Sesuai dengan apa yang ia duga akan gadis itu tanyakan padanya sekarang. Namun, Xiao memilih untuk diam. Tak mengatakan apa-apa dengan raut wajah yang mengernyit kesakitan. Ekspresinya itu sudah begitu menjelaskan apa yang ia rasakan saat ini.
Bingung karena harus berbuat apa, (Y/n) hanya bisa merengkuh tubuh Xiao ke dalam dekapannya. Lebih erat daripada sebelumnya. Dengan harapan bahwa apa yang dirasakan oleh lelaki itu bisa sedikit mereda sebelum kemudian menghilang.
Wajar, jika (Y/n) tidak tahu harus melakukan apa. Karena saat ini adalah yang pertama kali baginya ketika Xiao menunjukkan rasa sakit itu di depan (Y/n). Di depan seseorang yang paling ia ingin hindari ketika rasa sakit itu muncul. Namun kini semuanya mendadak berbeda. Xiao menunjukkan sisi lemahnya di hadapan (Y/n). Tanpa bisa berbuat banyak dan tak mengatakan apapun terkait dengan hal itu.
"Hei, Xiao."
Tak bisa menjawab, Xiao hanya bergumam pelan di balik punggung (Y/n). Kondisi tubuh mereka masih dalam posisi saling mendekap. Sama-sama merasa nyaman juga tak ingin melepasnya dalam waktu dekat.
"Kau sudah bertahan hingga saat ini. Kau pun telah berjuang begitu keras sampai sekarang. Sudah tiba saatnya bagimu untuk beristirahat sejenak, Xiao."
Kata-kata itu dilantunkan begitu pelan, begitu lembut di telinganya. Xiao yang mendengarnya hanya bisa terpaku. Tergugu tanpa berkata apa-apa. Ia terlampau ingin menangis, ingin mengungkapkan bagaimana perasaannya selama ini. Perasaan yang hanya dapat dimengerti oleh (Y/n). Bahkan dirinya sendiri pun tidak memahaminya.
"Tidak apa-apa, Xiao. Tidak apa-apa." Dengan pelan dan penuh kelembutan, (Y/n) mengusap punggung milik Xiao. Menambah rasa hangat pada tubuh lelaki itu. Serta semakin ingin membuatnya untuk mengeluarkan semua isi hatinya yang selama ini tak ia mengerti. Juga selalu dipendam olehnya.
Bersamaan dengan senyum di wajahnya, (Y/n) berujar, "Terima kasih sudah bertahan hingga saat ini, Xiao. Aku sangat senang karena kau masih bersamaku sampai sekarang."
Then, her words got him.
***
Kilasan memori itulah yang berhasil membuat Xiao luluh. Dinding yang telah ia bangun dengan kokoh pun runtuh begitu saja. Hanya karena untaian kata yang terdengar begitu menenangkan. Membawa dirinya ke dalam rasa hangat yang Xiao pikir tidak akan pernah ia rasakan.
Ketika kita bertemu untuk pertama kalinya setelah ribuan tahun, mengapa kau justru telah tiada?
Kalimat itu terus-menerus berputar di dalam kepalanya. Berulang kali hingga membuat Xiao mulai meragukan keyakinannya sendiri. Pada mulanya, ia merasa begitu yakin jika (Y/n) memang masih hidup. Apa yang ia lihat hanyalah suatu kebohongan belaka.
Namun, kenyataan adalah kenyataan.
Tidak ada yang bisa mengubahnya. Termasuk dirinya sendiri. Meskipun Xiao adalah seorang Adeptus, bukan berarti ia bisa ikut campur dalam masalah dunia dan waktu. Itu bukanlah kehendaknya, melainkan kehendak para Archon yang menguasai dan menjaga dunia ini. Akan menjadi sangat egois apabila Xiao meminta tolong pada Zhongli untuk memutar ulang waktu. Yang pada akhirnya membuat lelaki itu terpaksa menelan semua kenyataan pahit ini dalam diam.
"Xiao..."
Kepalanya menoleh ke sisi kirinya. Di mana sang Anemo Archon sedang duduk di sana. Sebuah bukit di kota Mondstadt menjadi tempat pertemuan mereka saat ini. Xiao-lah yang datang ke sana terlebih dahulu. Ia tidak ingin berdiam lama di Liyue. Yang justru membuatnya semakin sulit untuk melupakan (Y/n).
"Aku pun tidak pernah menyangkanya."
Ucapan itu terhenti sejenak. Venti yang tampak ragu untuk mengatakannya, sementara Xiao yang sibuk mencerna perkataan Venti. Detik berjalan terasa lambat. Angin yang berhembus kencang seolah menyapa mereka. Mengatakan bahwa presensi mereka ialah nyata, meskipun entitasnya tak ada.
"Kematian (Y/n) adalah kabar paling buruk yang pernah kita dengar semenjak Archon War saat itu. Tidak ada yang pernah menyangkanya. Sekalipun tidak ada," ujar Venti lagi. Ia mengutarakan apa isi pikirannya. Pun tidak tahu mengapa semuanya menjadi demikian.
Xiao menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu harus berkata apa atau bereaksi seperti apa. Ada begitu banyak pertanyaan di dalam benaknya. Namun, tak ada satu pun yang terjawab.
"Aku hanya ingin (Y/n) tetap hidup."
Itulah keinginan terbesarnya saat ini. Dengan kemustahilan yang sama besarnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro