Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

The Voice

Alice merebahkan tubuhnya ke kasur. Hari ini adalah hari terakhir baginya untuk bermalam di China. Rapat yang diadakan tadi siang mencapai mufakat untuk meneruskan perjalanan mereka ke timur. Badannya terasa pegal. Ia menatap langit-langit kamar penginapannya yang penuh dengan ornamen khas daerah setempat. Warna merah dan kuning menjadi dominan di setiap sudut ruangan.

Ia tersenyum. Usahanya selama ini tidak sia-sia. Perjalanan yang menguras ketahanan mental selama hampir satu bulan di laut lepas kini terbayarkan. Ia dapat menjejakkan kakinya di tanah ini, China. Ia sungguh berterima kasih kepada Lord Ascot yang bersedia membantunya untuk mewujudkan impiannya. Ia dapat menikmati makanan berempah-rempah yang dibuat oleh pribumi, mengenakan pakaian khas mereka, belajar ilmu bela diri dari master langsung, dan masih banyak hal baru lainnya yang ia pelajari di sini. Bahkan, ia juga telah mempunyai teman yang cukup akrab dengannya. Mereka saling mengajarkan bahasa induk masing-masing kepada satu sama lain.

Gadis berumur 23 tahun itu memiringkan badannya ke kanan. Ia melihat kupu-kupu yang sedang merentangkan sayapnya di dalam toples ukuran tanggung. Kedua sayapnya yang berwarna biru itu mengilap, memancarkan sinar dalam hitungan dua detik. Alice mengangkat kepalanya dari bantal. Jujur saja, ia terkejut dengan kejadian barusan.

Kedua matanya terus menatap kupu-kupu itu. Menunggu. Mungkin saja akan terulang lagi. Namun percuma, kupu-kupu biru itu tidak memberikan apa yang ia harapkan.

"Ada apa denganmu, Absolem?" Alice lebih mendekatkan kepalanya. "Apakah kausakit?" Tatapan itu penuh dengan perhatian.

Tidak ada jawaban apa pun dari kupu-kupu itu.

Dari luar, terdengar suara beberapa orang bersenandung dengan kompak. Nadanya teratur dan sangat nyaman di telinga. Alice tertarik untuk melihat. Mungkin saja ada pertunjukan di halaman penginapan. Ia pun bergegas turun dari kasurnya dan melangkah menuju pintu.

Kepala gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri. Pasalnya, setelah ia membuka pintu, suara itu menghilang. Ia memutuskan untuk hanya melongok dari dalam kamar. Ia melihat sekeliling. Tidak ada siapapun di halaman. Suasana di luar sana sangat tenang. Ia berpikir sejenak hingga akhirnya memutuskan untuk kembali menutup pintu. Ia sedang tidak mempunyai minat untuk mencari tahu lebih. Ia pun kembali ke tempat tidurnya.

"Good night, Absolem." Kemudian, ia memberikan kecupan di toples itu.

*******
Fajar telah terbit. Semua anggota ekspedisi Alice dan Lord Ascot telah memulai untuk mengemas barang-barang yang harus diangkut ke kapal. Setelah mengangkut barang bawaan sendiri, mereka dengan giat bergotong-royong untuk mengangkat barang-barang hasil dagang mereka. Kebanyakan di antaranya adalah rempah-rempah, kain sutera, dan bebatuan alam. Sungguh perdagangan yang menyenangkan.

Alice masih meringkuk di kasurnya. Semalaman ia hampir tidak bisa tidur. Suara yang ia dengar ketika akan tidur tadi malam terus saja berulang. Ia hampir bolak-balik sepuluh kali dari kasur ke pintu untuk mengecek. Tetap saja, tidak ada seorang pun di luar. Sebenarnya, ia tak mempermasalahkan volume suara itu, karena ia sendiri sangat menikmatinya. Hanya saja, rasa penasaranlah yang membuatnya gelisah sendiri. Kalaupun memang itu adalah sebuah pertunjukan atau kebiasaan pribumi setempat, ia akan merelakan untuk tidak tidur dan menghadirinya. Namun, ia selalu kecewa saat membuka pintu. Suara merdu nan syahdu itu sirna.

Tok... Tok... Tok...

Pintu kamar Alice diketuk lembut.

"Alice! Alice! Apakah kau sudah bangun?" Suara itu sangat familiar di telinga. Suara Lord Ascot, lelaki kaya raya yang gagal mengambil Alice sebagai menantu. Memang sedikit lucu, Alice gagal menjadi menantu, tapi sekarang mereka berdagang sebagai sekutu.

"Iya. Sudah," jawab Alice dengan mata yang masih terpejam.

"Bersiaplah! Semua barang sudah diangkut ke kapal. Kita akan segera memulai perjalanan. Sarapan sudah disiapkan di kapal," kabar beliau.

"Sir. Yes, Sir."

Lord Ascot tersenyum dengan jawaban Alice. Beliau sangat paham kalau gadis itu sedang kesal.

"Baiklah, Absolem. Mari kita memulai perjalanan baru menuju ke timur. Aku akan bersiap-siap secepat kilat."

Benar saja. Tidak sampai dua puluh menit, Alice sudah siap dengan pakaian bersih dan dandanan yang sederhana, seperti biasanya. Tangannya menenteng kopor kecil dan yang lainnya memeluk toples tempat Absolem berada.

Saat ia keluar, salah seorang krunya meminta barangnya dan membawakannya ke kapal. Alice melihat ada sekumpulan pribumi yang berjajar di halaman. Ia paham. Mereka akan melepas kepergiannya. Ia melihat ada seorang gadis dengan baju bewarna hijau giok yang berdiri di barisan paling depan. Itu Tzuyu, sahabat pribuminya. Ia melambaikan tangan ke arahnya.

"Aku janji akan kembali lagi untuk menemuimu," ucap Alice dalam bahasa setempat dengan sedikit terbata, namun mendapat anggukan dari Tzuyu.

"Aku juga akan selalu menunggumu." Kini giliran Tzuyu yang berbicara dengan bahasa induk Alice.

Mereka berdua tersenyum dan berpelukan erat. Setengah tahun yang telah mereka lalui kini harus berakhir dalam sekejap. Berat rasanya.

Tzuyu mengalungkan sesuatu di leher Alice. Alice melebarkan matanya seakan bertanya apa. "Ini adalah kalung perlindungan untukmu."

"Xie xie." Sekali lagi, Alice tersenyum lebar.

Lord Ascot sudah mengaba-abai semua awak kapal untuk naik. Alice pun harus segera berpamitan.

Di salah satu dek kapal, Alice memandang bentangan air yang luas sambil memegangi bandul kalung yang diberikan oleh Tzuyu tadi. Bandulnya unik. Berbentuk satu berlian di tengah dan dia segitiga kembar di kedua sisinya serta bentuk wajik kecil di bagian bawah. Ia sedang mengingat kejadian-kejadian yang ia alami di sana. Sangat berkesan.

Tiba-tiba, Alice menolehkan wajahnya ke belakang. Suara itu lagi. Ia mencari sumber suara itu di sekelilingnya, namun percuma. Tidak ada awak kapal yang ada di sekitarnya. Ia berjalan ke sana kemari. Ia semakin kesal saat mendapat jawaban dari para awak kapal yang ia temui. Tidak ada yang mendengar suara senandungan apapun.

Ia pun pergi ke ujung dek kapal dan berusaha membuang rasa penasarannya. Setidaknya ia sekarang tahu kalau itu bukan berasal dari pribumi China. Ia berusaha untuk tidak terlalu mempermasalahkan dari mana suara itu berasal. Ia memejamkan mata dan memindahkan konsentrasinya ke telinga.

Suara itu memasuki telinganya lebih dalam hingga hampir ke jantungnya. Ia dapat merasakan keindahan melodi dan nadanya. Serta merta, ia menaiki anak tangga di ujung kapal dan membentangkan kedua tangannya, semakin terbuai dengan iramanya. Angin lautan yang segar membuatnya seakan terbang. Tubuhnya terasa sangat ringan. Ia sungguh merasa seperti sedang melayang di udara.

Nada yang indah.

Alice membuka matanya. Ia hampir pingsan karena kaget saat mendapati tubuhnya benar-benar melayang di udara. Matanya terbelalak dan sontak, ia menjerit.

"Siapa kau?!" bentaknya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro