kelima, jeratan emosi
Di saat mentari pergi, bulan akan menggantikannya. Mentari memang mninggalkannya, lalu kembali lagi di esok hari. Selama tiga ratus enam puluh lima hari lamanya kedua benda langit itu memiliki keterkaitan yang demikian rupanya. Setiap harinya, setiap malam berganti menjadi pagi dan begitu pula sebaliknya.
Akan tetapi, dalam kurun waktu selama itu tak mungkin tidak terjadi hal apapun, bukan?
Semua hal bisa terjadi, tak mustahil. Ada yang menyenangkan hingga menimbulkan tawa sampai perut kesakitan. Ada pula yang begitu sedih hingga ingin dilupakan seumur hidup. Tetapi, seumur hidup itu terlalu lama. Terlalu lama bahkan untuk dianggap sebagai kenyataan. Pun menimbulkan pikiran-pikiran lain berujung jadi memikirkannya terlalu sering. Yang kemudian disambut oleh insomnia.
Bagaimana jika kedua hal yang menyenangkan dan juga menyedihkan itu terjadi dalam waktu yang sama? Bersamaan, bahkan. Mungkin, mentari akan benar-benar meninggalkan bulan. Sementara sang bulan selalu menunggu kedatangan mentari di setiap fajar menyingsing.
"Makan malam? Sekarang?"
(Y/n) merasa seperti tidak mempercayai pendengarannya sendiri di kala Scaramouche mengajaknya makan malam bersama. Bukan berarti (Y/n) tidak menyukainya. Malah ia terlalu riang karena ajakan itu. Ia tak berusaha untuk menutupinya sama sekali.
"Ya. Ayo bergegaslah, aku tak ingin mengulangi perkataanku lagi."
Tanpa mengambil pusing ucapan ketus dari Scaramouche, (Y/n) langsung bersiap. Ia memilih pakaian terbaiknya, mengenakan riasan wajah yang senatural mungkin, lalu menyambut Scaramouche yang sedang menunggu di luar.
Untuk sesaat lelaki itu terkesima. Pandangannya tersebut tidak ia sembunyikan sama sekali. Yang justru membuat (Y/n) ikut merasa kikuk. Padahal ia hanya tampil yang terbaik dalam kategori sederhana. Lantas mengapa Scaramouche menatapnya seperti itu?
"Scara, berhentilah menatapku," protes (Y/n) dengan wajah malu. Ia benar-benar tak tahu harus bersikap apa saat ini. Seketika semuanya menjadi canggung dan kikuk. Seolah-olah hari ini adalah kencan pertama mereka.
"Aku tidak sedang menatapmu," elaknya sambil buru-buru menatap ke arah lain. "Cepat, masuklah."
Dengan hati-hati, (Y/n) pun masuk ke dalam mobil. Scaramouche berjalan memutar dan duduk di balik kemudi. Siap mengendarai kendaraannya membelah jalan raya kota Tokyo di malam hari.
***
Perjalanan yang singkat itu terasa lebih cepat dari biasanya. Entah sebab Scaramouche yang tidak tahan dengan keheningan yang panjang, atau memang dirinya yang sudah merasa lapar. Apapun alasannya itu, (Y/n) merasa bersyukur karenanya.
"Ayo."
Keduanya berjalan beriringan. Mengikuti seorang pelayan yang mengantar mereka menuju meja yang sudah direservasi oleh Scaramouche. Kursi ditarik oleh Scaramouche untuk diduduki sang kekasih. Barulah ia duduk di hadapan gadis itu kemudian.
Dalam beberapa momen, mereka sama-sama diam. Tak ada satu pun yang membuka topik percakapan. Sepertinya mereka tidak ingin pembicaraan mereka diusik oleh kedatangan pelayan. Karena itulah, Scaramouche baru membuka mulut ketika seorang pelayan mencatat pesanan mereka.
"Ada yang ingin kubicarakan padamu, (Y/n)."
Raut wajahnya yang serius membuat (Y/n) merasa penasaran. "Apa itu?" katanya.
Air mukanya memang datar. Namun, di dalam hatinya lelaki itu sudah gugup setengah mati. Tidak seperti di sebuah film romansa, Scaramouche langsung memberikan sebuah kotak pada (Y/n). Dari bentuk kotak itu sudah diketahui apa isi di dalamnya.
Sebuah cincin.
"Karena aku tahu kau tidak ingin menikah di usia muda, maka bertunanganlah denganku, (Y/n)," ujar Scaramouche serius, dengan semu kemerahan yang samar di kedua pipinya.
Terkejut? Tentu saja. Untuk sesaat, (Y/n) hanya bisa diam di sana. Ia terpaku, tak mampu berkata-kata. Ketika bibirnya terbuka, pertanyaan yang tak terduga malah ditanyakan olehnya.
"Scara, aku ingin bertanya padamu."
"Apa?"
"Di mana Kaizen saat ini? Saudara kembarmu itu?"
Scaramouche mengernyit heran atas pertanyaan (Y/n). Mengapa gadis itu tiba-tiba bertanya tentang saudara kembarnya? "Kaizen sudah kembali ke Inggris. Aku yang mengusirnya," jawabnya tanpa memandang (Y/n).
"Bukankah itu salah, Kaizen?"
Terkejut, heran, takut, cemas, khawatir. Semua perasaan itu menjadi cairan yang mengaduk-aduk isi perutnya. Seorang pelayan yang tiba-tiba datang mengantarkan pesanan seolah-olah menjadi waktu berpikir bagi lelaki itu sebelum menjawab.
"Bagaimana—"
"Bagaimana aku tahu? Tentu saja aku tahu, Kaizen! Aku sudah bersama dengan kalian selama kurang lebih tiga tahun lamanya! Apakah waktu selama itu masih kurang bagiku untuk mengenali wajah kembar kalian?" (Y/n) menghardik marah.
Gadis itu marah, marah besar. Ia marah karena selama ini dirinya dibohongi. Pada awalnya (Y/n) memang belum menyadari tindakan Kaizen yang mencuri identitas adiknya sendiri. Tetapi, seiring berjalannya waktu, akhirnya ia pun tahu. Sebab Scaramouche yang ia kenal itu selalu berkata bahwa dirinya tak akan pernah mati, lalu meninggalkannya.
"Di mana Scara sekarang?" tanya (Y/n) dengan nada yang dingin. Sudah cukup, ia merasa sudah sangat cukup dengan semua permainan ini.
Kaizen menghela napas. Tatapannya beralih pada makanan yang sudah mulai mendingin di atas meja. "Lebih baik kau tidak mengetahuinya, (Y/n)."
***
"Ia benar-benar menyulitkanku. Kado apa yang sebenarnya ia inginkan?"
Scaramouche berjalan mondar-mandir di kamarnya sendiri. Ia bangun dari duduknya, lalu bangkit dan berjalan ke sana kemari, kemudian kembali duduk. Sementara pikirannya terus berputar pada hal yang sama.
Yakni memikirkan kado untuk sang kekasih.
(Y/n) sendiri memang mengatakan hal yang sederhana sebagai kado ulang tahunnya itu. Tetapi, tidak mudah untuk mengabulkannya, bagi Scaramouche. Ia khawatir jika pada akhirnya dirinya sendiri tidak bisa menepati janjinya pada (Y/n).
Khawatir? Tentu saja. Selama ini hanya dirinyalah yang tidak bisa berterus terang tentang perasaannya sendiri dan mengatakannya secara terbuka. Padahal hatinya sudah sangat jujur.
Berbicara soal perasaan, Scaramouche memang sangat buruk dalam hal itu. Namun, entag bagaimana caranya ia bisa mengungkapkan isi hatinya sendiri pada (Y/n) di saat itu. Karena pertolongan Dewa? Ia pun tidak tahu. Apapun atau siapapun yang membantunya di hari itu, Scaramouche sangat berterima kasih padanya. Sebab ia tak tahu apakah dirinya akan bisa berkata yang sebenarnya jika bukan di tiga tahun tujuh bulan yang lalu.
Kemudian, di sore hari itu, Scaramouche memutuskan untuk pergi ke luar rumah. Tanpa tahu apa yang akan terjadi setelah ia menginjakkan kakinya di luar sana.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro