Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 22.1 -Don't Leave Him


Jadi Sean. Sekarang ceritakan padaku siapa wanita itu."

Pertanyaan itu tiba-tiba melayang dari bibirnya dan ia langsung mendapat perhatian dari Sean.

Sean terdiam sejenak dan terlihat seperti memikirkan sesuatu. Valeria menunggunya.

"Aku hanya takut jika aku menceritakannya, kau akan..." Sean menatapnya dalam-dalam.

Valeria menunggu kelanjutan kata-kata Sean dengan resah. Ia tidak berani bergerak sedikitpun dari kursinya.

"Kau akan...tidak mengerti." Sean menuntaskan kata-kata yang ditahannya tadi.

Valeria hampir terjungkal mendengarnya. Susah-susah ia tegang seperti tadi dan Sean hanya mengatakan ia takut Valeria tidak mengerti apa yang akan diceritakannya? Sebodoh itukah dirinya di mata Sean? Memang sih di sekolah ia tidak terlalu berprestasi, tapi ia bukan termasuk murid yang bodoh. Bahkan dimarahi guru pun jarang-jarang selama ia bersekolah.

"Ceritanya amat rumit dan berat, Valeria."

"Ceritakan saja semampumu, Sean. Dan aku akan mendengarkan. Entah diriku ini mengerti atau tidak, itu masalahku nanti." Valeria menjawab dengan sopan sambil tersenyum menahan kekesalannya.

"Omong-omong sebelum kulanjutkan, aku ingin bertanya benarkah kau cemburu pada wanita yang kutemui di sana?" Sean bertanya padanya.

Valeria tidak bisa berpura-pura tersenyum lagi. "Aku tidak pernah mengatakan aku cemburu, Sean. Aku hanya mengatakan aku 'ke-be-ra-tan' jika kau berhubungan dengan wanita lain selain diriku."

Tunggu dulu!! Tunggu!!!! Bukannya itu sama saja ia menerangkan definisi dari kata cemburu? Apa bedanya coba?! Valeria menoleh pada Sean yang hanya senyum-senyum mendengarnya. Ishhhhh!!! Sean pasti merasa sangat bangga.

Ia benar-benar kesal Sean menekankan kata 'cemburu' padanya.

Baiklah!! Ia memang cemburu tapi apa Sean tidak bisa tidak menegaskannya terus menerus? Menyebalkan.

"Bisakah kau katakan saja siapa dia?!" Valeria mulai tidak tahan.

"Rosalyn adalah seorang wanita kelahiran Perancis, janda dari seorang miliuner Rusia, yang sekarang tinggal di Kanada." jawabnya.

Jadi gadis itu bernama Rosalyn. Valeria baru mengetahuinya sekarang.

"Dan hubungannya denganmu adalah?" Valeria semakin gemas karena Sean tidak juga menjelaskan secara lengkap tentang wanita itu. Sepertinya Sean sengaja memperlambat ceritanya agar Valeria penasaran.

"Ia mertua kakakku, Michelle." jawabnya.

Mertua....Kakak...?

Valeria memikirkan kata itu dan membentuk sebuah kesimpulan.

"Jadi kalau begitu, Rosalyn itu adalah..."

"Seorang nenek-nenek berusia 80 tahun, Valeria." Sean tertawa dan memeluknya. Valeria terkesiap karena Sean melakukannya tiba-tiba. "Kau benar-benar merasa tersaingi dengan seorang wanita lanjut usia?"

Valeria meronta melepaskan diri dan membalikkan badannya menghadap Sean. "Ini belum selesai, Sean. Dan urusan apa yang kaulakukan hingga harus menemuinya yang berada di ujung dunia?"

"Karena ia yang memintaku kesana, Vale." Sean menjelaskan kembali. "Ia sengaja mengasingkan diri di sana karena ia tidak ingin seorang pun keluarganya mengetahui dimana dirinya. Aku sudah mencoba menghubunginya untuk menanyakan tentang Michelle agar tidak perlu kesana dan ia memaksaku datang untuk menemuinya secara langsung dan hanya diriku sendiri. Ia melarangku mengajak siapapun."

Valeria baru mengetahui bahwa kakak Sean bernama Michelle Martadinata yang berselisih usia 3 tahun dengan Sean. Sean memang pernah menceritakan bahwa ia memiliki seorang kakak perempuan yang sudah meninggal.

Dan sekarang Sean mengatakan bahwa ia menemui Rosalyn di Kanada untuk membahas tentang Michelle?

"Maaf, Sean...Bukankah kau pernah mengatakan kakakmu sudah meninggal?" Valeria mengerutkan alis.

Raut wajah Sean terlihat serius sehingga Valeria merasa bersalah menanyakannya. "Iya. Dia memang sudah meninggal. Suaminya baru-baru ini juga meninggal, sehingga Rosalyn pindah ke Kanada. Hanya saja Rosalyn mengatakan Michelle hamil saat kabur dari Rusia dan...aku tidak tahu apakah ia sempat melahirkan anak sebelum ia meninggal."

Sean menceritakan bahwa suami Michelle amat sangat kaya dan memiliki harta yang tidak akan habis hingga tujuh generasi. Selain kaya, keluarganya itu juga masih ada keturunan bangsawan. Michelle yang saat itu berusia 22 tahun menikah dengannya karena dipaksa ayahnya. Di sana Michelle tidak bahagia, apalagi setelah suaminya ringan tangan padanya.

Rosalyn yang kasihan pada Michelle membantunya melarikan diri dan menyuruhnya pergi ke Perancis dengan uang yang diberikannya. Tapi Michelle tidak pernah ke Perancis.

Sean dan keluarganya terkejut menerima kabar hilangnya Michelle dan mencari keberadaan Michelle tanpa hasil. Setahun kemudian, mereka menerima kabar dari sebuah rumah sakit di negeri Sakura tentang keberadaan Michelle disana dan sedang sekarat karena pneumonia.

"Dan saat kami menyusulnya kesana, ia sudah tiada." Sean menatapnya kembali. "Jika anak Michelle masih hidup, itu berarti aku memiliki seorang keponakan yang terlunta-lunta entah dimana, Valeria. Dan Rosalyn menitipkanku 'sesuatu' yang harus diberikannya pada anak Michelle."

Cerita Sean terdengar sedih, tetapi Sean tidak menunjukkan ekspresi apapun "Sean, kau pasti sangat menyayangi Michelle bukan?"

Valeria tidak bisa membayangkan jika harus kehilangan saudaranya. Meski Kak Jean, Felix dan dirinya sering bertengkar saat kecil dulu, tapi mereka saling menyayangi.

"Sangat..." Sean hanya mengucapkan sepatah kata itu.

Valeria terdiam karena tidak tahu harus berkata apa-apa lagi. Ia akhirnya spontan memeluk Sean. "Sean, kalau kau sedih, kau boleh menangis, kok."

"Apa maksudmu?" Sean yang terkejut karena Valeria memeluknya hanya tertawa pelan. Valeria menatapnya. "Aku ini laki-laki, Valeria. Hanya wanita yang menangis untuk hal-hal yang bersifat emosional." lanjutnya.

"Tapi bukankah ceritamu sangat sedih? Aku pasti akan menangis jika sampai kehilangan orang yang kusayangi. Apa kau tidak pernah menangis?"

Sean merasa Valeria sangat beruntung lahir dan dibesarkan oleh keluarga yang mencintainya. Masa kecil dan remaja Sean dilalui dengan penuh kepahitan dan selama itu pula ia menghabiskan air matanya. Ia tidak pernah menangis lagi setelahnya. Tapi ia tidak ingat kapan itu mulai terjadi.

Ia tidak menjawab pertanyaan Valeria dan hanya mengacak-acak rambut gadis itu dengan gemas. Valeria menatapnya kebingungan.

Valeria tidak ingin mendesak Sean tentang kepribadiannya terlalu mendalam karena sepertinya Sean terlihat tidak ingin membicarakannya. Ia hanya tersenyum sambil menghibur Sean.

"Sean, kau pasti akan menemukan keponakanmu jika memang ia ada." Valeria tersenyum simpul.

Sean hanya mengangguk.

Valeria memeluknya kembali sambil mengerutkan alis.

Ia tidak habis pikir mengapa Sean tidak menjelaskan saja sejak awal. Memang sih ceritanya agak ribet dan membuat Valeria berpikir sedikit lebih berat, tapi ia mengerti. Jika ceritanya seperti ini tentunya Valeria tidak perlu sampai berlarut-larut memikirkan Sean mencari wanita lain. Sean memang aneh.

Dan yang paling membuatnya resah, Valeria merasa Sean masih agak tertutup padanya meski mereka dekat secara fisik. Ada sesuatu yang masih Sean sembunyikan darinya, tapi Valeria tidak berani menanyakannya. Ia masih berharap Sean akan mau membuka diri untuknya suatu saat nanti.

Ia masih punya waktu sekitar lima bulan ke depan sebelum Sean menceraikannya bukan?

***

"Pertumbuhan janinnya bagus, normal." dokter kandungan menjelaskan saat Valeria sedang melakukan USG. Sebelumnya ia dioleskan semacam gel di perutnya dan dokter menekan perutnya dengan sejenis alat.

Valeria senang karena dokter mengatakan kandungannya baik-baik saja. Ia sudah memasuki kehamilan bulan kelima dan tadi pagi ia merasa bayinya bergerak terus. Kebetulan hari ini adalah jadwalnya untuk pemeriksaan kandungan.

"Itu kepalanya." dokter menunjuk layar yang tergantung di atas ranjang praktiknya. Valeria dengan antusias melihatnya. Ia mencari-cari yang mana yang dimaksud oleh dokter yang menyerupai kepala bayi, tapi tidak menemukannya.

"Lihat!! Ini mata, hidung dan mulutnya." ucap dokter tersebut sambil menggerakkan alatnya di perut Valeria.

"Yang mana, Dokter?" Valeria semakin kebingungan. Ia memicingkan matanya, mengerutkan alisnya dan memiringkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tapi yang dilihatnya hanyalah gambar hitam putih. Dokter ini entah berbohong atau tidak, tapi ia membuatnya penasaran.

"Oke, kurasa sudah cukup." dokter itu mematikan alatnya.

Valeria baru hendak memprotes karena ia belum selesai mengamati, tapi niatnya diurungkan setelah dokter memberinya hasil print USGnya tadi.

Ia turun dari tempat tidur dengan masih terus memperhatikan hasil print tersebut dengan alis keriting. Sean yang sedari tadi berada di sampingnya membantunya turun dan mengamati hasil print itu juga.

"Tidak kusangka ya, Sean. Ternyata dia istrimu. Dia sudah kemari beberapa kali dan aku sudah curiga karena nama belakangnya sama denganmu." Dokter itu berceletuk setelah duduk di mejanya dan menulis resep vitamin.

Valeria memandang mereka bergantian. "Kalian saling kenal?"

Dokter tersebut mengangkat wajahnya dan tersenyum. "Teman SMU. Tapi kami kehilangan kontak setelah kuliah."

Mengetahuinya membuat Valeria menjadi antusias. "Dokter, Aku ingin tahu dulu Sean seperti apa sih di sekolah?" Ia sudah biasa berakrab-akrab dengan sang dokter karena sudah sering memeriksakan diri kemari sendirian.

"Kenapa kau harus bertanya padanya?! Tanyakan saja langsung padaku." Sean memprotes di belakangnya.

"Aku tidak akan percaya!! Kau pasti akan membesar-besarkan dirimu sendiri. Kau bisa saja mengaku-ngaku dirimu murid terpintar di sekolah dan dikejar-kejar oleh semua murid perempuan." Valeria menaikkan dagunya. Sean menaikkan alis mendengarnya.

"Setengah benar setengah tidak" Dokternya menanggapi ucapan Valeria. "Kalau tentang dia murid paling pintar, itu tepat sekali. Tapi ia tidak mudah didekati. Dia berbicara seperlunya dan kurang suka berbasa-basi, apalagi dengan perempuan. Sean sampai dijuluki Pangeran Es di sekolah. Pernah ada yang memberinya surat cinta dan Sean melemparkan surat itu ke wajah gadis yang memberinya. Sejak itu, tidak ada gadis di sekolah yang berani mendekatinya."

Valeria mengernyit ngeri mendengar informasi tersebut. Jadi Sean sudah menjadi orang yang jutek dan arogan sejak masih kecil? Dan ia pernah menolak pernyataan cinta seorang gadis dengan begitu kejam. Mendengarnya, Valeria semakin yakin bahwa ia harus menjaga jangan sampai Sean tahu ia mencintainya.

"Istrimu ini pasti sangat hebat, Sean, sehingga kau menikahinya." tambah sang dokter.

"Entahlah, mungkin istriku ini memakai susuk atau guna-guna." Sean menjawab dengan santai.

"Apa?!" Valeria membelalakkan mata. Sean tersenyum manis padanya.

Sean menuduhnya menggunakan pelet? Hu-uh!! Memang Sean pikir dirinya tampan rupawan seperti Dewa Yunani apa? Kalau benar mujarab, mending ia mengguna-gunai Aliando saja sekalian!! Menyebalkan sekali!!

Tapi tidak mungkin juga Sean mengakui pada temannya ini bahwa ia salah menidurinya, jadi Valeria tidak memperpanjang masalah tersebut.

"Dokter teman sekelasnya?" Valeria berbalik dan bertanya lagi. Dokternya mengangguk-angguk.

"Dokter, bisakah anda membantuku. Tolong katakan sesuatu yang menyangkut kelemahannya yang bisa kupakai untuk membully..."

"Ayo cepat kita pulang! Banyak pasien yang masih antre di depan." Sean memutus ucapannya sambil menggamit lengan Valeria menuju pintu keluar tanpa menghiraukan protes gadis itu.

"Selamat, ya Sean. Kau beruntung mendapatkan istri yang cantik dan lucu." temannya melambaikan tangan padanya.

Sean hanya balas melambaikan tangan juga.

"Ternyata dokter kandunganku itu temanmu ya Sean." Valeria berbicara dengan riang saat menunggu pesanan makanan datang. Sean mengajaknya makan di sebuah restoran terdekat setelah merasa bahwa jam makan malam sudah lewat dan mereka sudah terlambat makan.

"Benar. Berarti besok kita harus berganti dokter kandungan. Aku akan mencarikannya untukmu." jawab Sean.

Valeria berhenti tersenyum dan mencerna jawaban Sean. Ia tidak percaya apa yang baru saja dikatakan Sean. "Tunggu, Sean. Memangnya ada apa dengan dokter kandunganku?"

"Apa perlu kau bertanya?" Sean kembali melemparkan pertanyaan balik kepadanya. Sangat khas Sean.

"Perlu!! Setiap pernyataan darimu yang terasa kurang rasional di telingaku harus ada penjelasan yang menyertainya. Kau suka aku mati penasaran?!" Valeria menggertakkan gigi.

Sean menatap langit-langit restoran dan menghela napas.

"Baiklah. Pertama ia mengatakan dirimu cantik. Kedua, ia menyentuh-nyentuhmu di tempat-tempat yang tidak aku inginkan." Sean mulai menyebutkan keberatannya dengan nada datar.

Valeria ternganga mendengarnya. Jawaban Sean terdengar lebih tidak rasional lagi. Ia merasa menyesal bertanya pada Sean. "Sean. Plis! Ia dokter kandungan! Jika ia menyentuhku di tempat-tempat tertentu, itu karena dia...dokter kandungan!" Valeria memiringkan kepala mendengar jawabannya yang tidak kreatif.

"Dan saat sekolah dulu ia adalah seorang pria mesum. Pantas saja ia sekarang menjadi dokter kandungan! Pokoknya kita harus mencari dokter yang lain, Valeria. Dan kalau bisa ia adalah wanita." lanjut Sean dengan geram.

Valeria tidak bisa mengerti akan rasa posesif Sean yang luar biasa terhadapnya. Ia tidak tahu harus merasa senang atau kesal dengan kenyataan ini.

"Sean, setelah kupikirkan kau hanya curang saja bukan?" Valeria tiba-tiba menarik hipotesa setelah sempat memikirkan ucapan Sean.

"Curang bagaimana maksudmu?"

"Sebenarnya kau takut aku akan berhasil mendapatkan informasi tentang aibmu jika aku mengorek lagi dari dokter temanmu itu bukan?" Ia tersenyum nakal.

"Apa penting bagimu mengetahuinya?"

"Tentu saja! Aku ingin tahu apa kelemahanmu, Sean. Mungkin saja kau phobia terhadap kecoa atau binatang melata lainnya." Valeria mengedikkan bahu.

"Dan kau akan menggunakannya untuk menakut-nakutiku, begitu?" Sean mulai tersenyum, sedikit.

"Mungkin." Valeria memiringkan kepala. "Apa kau punya kelemahan, Sean? Katakanlah padaku..." Ia mengedip-ngedipkan mata penuh harap sambil menjalin jemarinya di depan dada.

Sean menatapnya sebentar lalu perhatiannya teralihkan oleh waiter yang membawakan mereka makanan. Dengan gangguan seperti ini, pasti Sean tidak akan menjawab pertanyaannya. Valeria selalu bisa menebak akhirnya.

"Ada. Kelemahanku adalah seorang gadis nakal bernama Valeria."

Tanpa disangka Sean mengucapkannya sambil menyuapkan makanan untuknya.

Valeria mulai merona. Sejak kapan Sean pintar mengucapkan kata-kata romantis seperti ini padanya sih? Pengalih perhatiankah? Seharusnya ia tahu bahwa Sean tidak mungkin mengakui apa kelemahannya. Ia menerima suapan makanan itu dengan malu-malu.

Tapi setelah Sean mengucapkan rayuan pulau kelapanya tadi ia merasa sangat berbunga-bunga. Ah, seandainya yang dikatakan Sean itu adalah kejujuran, bukan hanya untuk menggodanya...

***

Agak serius lagi karena 2 chapter lagi tamat nih. Seharusnya sudah lompat ke masa 9 bulan Vale, tapi terasa terlalu cepat makanya kutambahkan chapter ini. Chapter ini memang agak membingungkan tapi ini nanti berhubungan dengan cerita selanjutnya. Begitulah..

Ditunggu vote and komennya ya, chingu. Targetnya tetep 300 sih ga banyak-banyak en fast update. Abis ini ceritanya skip ke bulan 9 ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro