Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 2-Pesta Topeng

Seminggu sudah berlalu sejak kedatangan kakaknya. Valeria sudah puas diajak Jean berkeliling kota mulai dari berbelanja ke mall, makan-makan di tempat kuliner rekomendasi sampai ke Waterbom. Valeria sangat hobi bermain air, ia merasa dirinya adalah reinkarnasi seekor ikan. Kalau sudah bermain air bisa berjam-jam, lebih lama daripada shopping baju.

Hari ini ia duduk dengan bosan di ruang keluarga. Ayah, ibu dan kakaknya pergi berdua dan ia tidak boleh ikut. Katanya mungkin pulang larut malam. Kakaknya, Jean dan kekasihnya, Malik sedang berlibur ke Singapura. Ayah dan ibunya akhirnya merestui mereka, setelah pertemuan di restoran minggu lalu. Valeria ingin ikut saat itu karena ingin tahu pacar kakaknya, tapi tidak diperbolehkan karena mereka akan membahas hal-hal yang bersifat terlalu sukar untuk dicerna anak seumur Valeria. Apa-apaan itu?

Kadang Valeria kesal keluarganya masih menganggapnya anak kecil, mentang-mentang ia yang termuda. Ia sebentar lagi akan lulus sarjana. Tampaknya selamanya ia akan dianggap anak kecil. Nasib anak bungsu memang seperti itu.

Ia mengutak-atik remote tv mencari channel yang menampilkan film menarik, tapi sepertinya hampir semuanya sudah ia tonton. Sisanya acara talk show, reality show dan film horor. Waduh?! Siapa juga yang mau nonton film horor malam-malam sendirian? Valeria agak sedikit penakut jadi ia berusaha jauh-jauh dari film horor. Memang sih ada Bik Sani, tapi pembantunya itu juga asyik nonton acara konser dangdut favoritnya di kamarnya sendiri.

Pacarnya, Fabian juga tidak menghubunginya untuk malam mingguan seperti para kekasih pada umumnya. Katanya ia ada acara keluarga dan harus menginap di luar kota. Yah, sudahlah. Jadi jomblo ataupun tidak terasa sama. Selama pacaran, Fabian kadang mengajaknya makan tiap sore dan memulangkannya sebelum jam sembilan malam. Kemarin Fabian mencuri ciuman darinya. Ciuman itu sangat cepat dan manis, diberikan saat ia pamit pulang. Fabian bahkan merona seperti dirinya dan cepat-cepat pergi. Itu ciuman pertama Valeria, mungkin juga yang pertama bagi Fabian. Mungkin sih...

Akhirnya Valeria menonton film kartun. Tuh kan? Bagaimana ia bisa dianggap sudah besar kalau seperti ini? Ah, masa bodohlah.. juga tidak ada orang yang melihat.

Sambil melihat film kartun ia teringat pada undangan pesta topeng milik Kak Jean. Tebersit ide nakal di pikirannya. Kenapa ia tidak pergi ke sana saja? Itu pesta topeng, tidak akan ada yang mengenalinya. Postur tubuhnya sudah mirip dengan Kak Jean, hanya saja sepulang dari Belgia, Kak Jean memotong rambutnya sebahu, tapi siapa juga yang tahu? Kak Jean belum sempat bertemu teman-temannya.

Jam masih menunjukkan pukul tujuh dan ia akan pulang sebelum jam sepuluh malam. Ia menelepon teman akrabnya, Gwen. Dan Gwen setuju untuk ikut menemaninya. Gwen memang terkenal pemberani.

Masih sempat untuk dandan sebentar. Dengan semangat ia mematikan televisi lalu berlari ke lantai atas untuk bersiap-siap.

Tiga puluh menit kemudian ia turun dan terdengar bunyi mobil SUV milik Gwen. Ia cepat-cepat mencari Bik Sani untuk pamitan dan titip pesan bahwa ia pergi dengan Gwen. Bik Sani melirik melihat Gwen memasuki ruang tamu dan percaya. "Oke, Non nanti taksampaikan ke Tuan kalo mereka pulang duluan. Hati-hati ya, Non" Bik Sani kembali menyibukkan diri dengan acara dangdutnya.

"Makasi Gwen udah mau nemenin." Valeria berlari kecil dan mengecek tas tangannya.

"Kirain lo malam mingguan ama Fabian." Gwen terbiasa menggunakan kata lo-gue. Ia mengenakan dress ketat berwarna hitam di atas lutut yang sangat seksi dipadukan high heels yang menampilkan kaki jenjangnya. Valeria terpana. Ia belum pernah melihat temannya berdandan sevulgar ini.

"Gwen...pakaianmu..."

Gwen menatap dirinya naik turun. "Apaan sih? Elo bilang mau ke pesta topeng yang diadain di Royal Brocade Hotel, kan? Kakak gue juga diundang, tapi dia udah duluan kesana."

Valeria membuka tali jubahnya dan memperlihatkan gaun yang ia pakai. Gaun berwarna lavendel yang sangat manis serta sepatu boot gaul warna hitam. "Aku nggak salah kostum kan?"

Gwen mengernyit. "Kurang spektakuler sih, tapi nggak apa apa. Netral lah, ayo cepetan kita berangkat. Santai aja, Non. Gue udah nyiapin topeng warna silver buat kita. Undangan udah lo bawa? Kalo gak ada itu kita nggak bisa akses masuk lho."

"Udah kok...nih." Valeria memperlihatkan undangannya. "Ini buat dua orang, makanya aku ngajak kamu, Gwen. Aku nggak pernah ke party soalnya. Kamu kan sering"

"Siplah kalo gitu. Pokoknya elo santai aja. Mengobrol secukupnya dengan orang, jangan terlalu lama, terus jangan kebanyakan minum. Ntar gue repot nggotong lo. Disana rata-rata semua minuman beralkohol, jadi hati-hati. Gue tau lo nggak bisa minum. Dan yang terpenting jangan nerima minuman dari orang lain. Bahaya ntar. Bisa-bisa kena narkoba, kita kan nggak tau orang lain kayak apa"

"Kayaknya kok serem banget, Gwen?" Valeria meringis. Bayangan tentang pesta topeng yang dipikirkannya tidak seperti yang dideskripsikan oleh perkataan Gwen barusan. Tapi keingintahuannya tetap lebih besar dibanding ketakutannya.

"Ya. Gak seseram itulah. Pokoknya jangan lepas topeng. Wajah imut lo sebenernya mengkhawatirkan. Ntar banyak yang berniat jahat sama elo. Oke?"

Valeria menggangguk-angguk ragu. "O..Oke deh Gwen."

***

Bunyi musik DJ berdentum dengan keras di sekeliling ruangan lantai 14.

Lantai 14 memang berupa hall yang disewakan khusus untuk acara-acara semacam ini. Ruangan hotel tempat menginap hanya sampai lantai 11 sehingga tamu tidak akan terganggu. Di lantai 15 adalah suite room pribadi milik Sean.

Tidak banyak yang mengetahui bahwa Hotel Royal Brocade adalah milik keluarganya dan Sean juga tidak peduli. Ia memiliki banyak usaha hotel bintang lima semacam ini, tapi ia paling suka berada di sini. Pemandangan pantainya sangat indah di siang hari. Jika ia ingin menyendiri maka ia akan menuju kemari. Apartmentnya terlalu sering dikunjungi teman-temannya terutama wanita dan akhir-akhir ini Irma terlalu sering berkunjung. Sean merasa terganggu.

Di sini tidak akan ada yang mengganggunya lagi. Ia tidak pernah membawa teman kencan ataupun sahabatnya ke suite room hotel ini. Ini adalah tempat yang sangat pribadi baginya.

Hari ini ia lagi-lagi menghindari Irma. Kebetulan salah satu temannya mengadakan acara pesta topeng untuk merayakan ulang tahun disini dan ia diundang. Tidak ada salahnya bersenang-senang sedikit sebelum tidur, lagipula ini pesta topeng. Ia memakai topeng menutupi daerah sekitar matanya. Ini sudah cukup untuk membuat orang-orang tidak mengenalinya.

Kecuali Budi. Dan kini Budi berdiri di depannya. Sial!

"Kukira kau tidak suka acara ramai-ramai semacam ini, Sean. Tak kusangka bisa bertemu denganmu disini." Budi duduk di sofa empuk di sampingnya. Langsung saja ia mengangkat tangan memanggil waiter yang sedang berlalu lalang membawa minuman.

"Kau datang sendirian, Bud?" tanya Sean.

"Yah, begitulah. Daniel dan Re tidak ingin pergi malam ini. Begitu pula Desy. Ia tidak enak badan. Kau sendiri?"

"Baguslah. Aku sedang tidak ingin bersama wanita manapun." Sean menyesap minumannya kembali. Rasa pahit dingin vodka menyusup hingga ke kerongkongannya.

"Wah, kau rupanya sedang bosan. Oya, kuberi tahu sesuatu. Apa kau tahu, tunanganmu juga kesini. Jeanita Winata kan namanya?"

"Darimana kau mengenalinya? Semua disini memakai topeng."

Berita yang cukup menarik, tapi Sean malas menanggapinya lebih lanjut. Biarlah tunangan...ralat, mantan tunangannya itu kemari. Jean bebas kemana saja yang diinginkannya. Sean sempat bertemu dengannya beberapa tahun lalu saat Jeanita belum melanjutkan sekolah ke luar negeri. Jean cantik, tapi Sean tidak tertarik padanya.

"Ia di depanku saat di pintu masuk. Penjaga melihat kartu undangannya dan menyebut Jeanita Winata. Aku sekilas melihatnya. Ia cantik, Sean. Kau sangat beruntung....ah,itu dia " Budi menunjuk ke arah kerumunan di belakang Sean. Mau tak mau Sean reflek mendongak, meskipun agak malas.

"Yang berbaju ungu. Dia kelihatan kebingungan, Sean. Lihat!!"

Demi Tuhan....

Dunia di sekitar Sean mendadak terhenti. Ia menatap gadis berbaju ungu itu tidak percaya. Inikah Jeanita Winata sekarang? Ia begitu berubah. Entah apa yang berubah....Jean sangat berbeda. Dia....

Tunggu dulu! Apa yang terjadi pada dirinya? Apa ia sudah mulai gila? Pasti vodka yang diminumnya tadi sangat keras. Ia tidak mungkin tiba-tiba tertarik pada Jeanita Winata sekarang. Di tempat dan waktu yang sangat tidak tepat.

Tapi, ia penasaran...

Sean berdiri . "Aku akan menyapanya"

"Ide bagus, Sean. Bersenang-senanglah, aku juga akan menyusulmu sebentar lagi"

***

"Apakah penampilanku aneh, Gwen? Aku merasa semua memandangiku" Valeria menyentuh wajahnya.

"Gak apa-apa. Inget, jangan digubris, ntar mereka minta kenalan. Tetep tenang!"

Sebelum masuk kemari, Gwen menyeretnya ke toilet terdekat dan memperbaiki dandanannya. Dengan sigap Gwen mengeluarkan tas kosmetik serta peralatannya. Ia menata rambut Valeria, memoles wajahnya dengan pelembab dan semacamnya lalu bekerja begitu cepat dengan pensil alis, maskara dan kuas. "Elo punya mata yang bagus, Val, gue dari dulu dah gatel pengen ngerias mata lo"

Terakhir Gwen memoles bibirnya dengan lipstik merah beraroma strawberry. Valeria sempat ternganga melihat dirinya di cermin. Ia terlihat dewasa. Ya ampun. Ia harus belajar make up pada Gwen besok.

Pesta itu tidak sesuai dengan bayangannya. Pantas saja Kak Jean tertawa mendengar imajinasinya tentang pesta topeng. Musiknya terlalu keras. Valeria sempat mengira dirinya akan tuli jika berada di tempat ini lebih lama lagi. Tamu tamu berpakaian....ah bahkan pakaian Gwen bisa dikategorikan sopan jika dibandingkan mereka. Lalu dirinya? Berpakaian seperti girlband! Benar-benar bikin minder. Ia sukses salah kostum di acara pesta pertama yang didatanginya. Masih untung ia tidak memakai kostum halloween atau kebaya. Memang sih ada beberapa wanita yang memakai kostum drakula, tapi terlihat seksi dan modis. Dunia orang dewasa memang membingungkan.

"Val, elo gak apa-apa kan? Tampang lo pucet gitu?" Gwen menyadarkannya dari lamunan.

"Gak apa-apa, Gwen, aku cuma kaget aja pertama kali ke tempat semacam ini. Kita pulang aja Gwen. Mendadak aku jadi pusing." Valeria hendak berbalik.

"Val!! Gimana sih, elo?! Tadi ngajakin kesini, sekarang malah balik. Gue udah janjian ama kakak gue malah." Gwen mulai kesal.

Valeria menelan ludah dengan tidak enak. "Sorry, Gwen kalo gitu. Tapi aku nggak mau ke dalam lebih jauh lagi. Di sini aja ya?" pinta Valeria setelah melihat ruangan di depannya yang sesak dan sepertinya penuh asap rokok.

"Kita duduk disana aja dulu kalo gitu." Gwen menunjuk sebuah bar yang dikelilingi tempat duduk. Suasananya tidak seramai lantai dansa sehingga Valeria setuju.

Gwen memesankan minuman untuknya. "Ini minuman tanpa alkohol, Val." Valeria menerima minuman itu. Warnanya menarik : merah kuning hijau. Ada irisan kiwi di pinggirnya.

"Aku duduk disini aja dulu, Gwen. Kalau mau nyari kakakmu dulu nggak apa-apa kok, tinggalin aja aku." Valeria menyesap minumannya. Manis. Ada rasa soda dan buah-buahan.

"Gue khawatir sama elo, Val."

"Duh, jangan gara-gara aku, kamu jadi nggak bisa senang-senang. Aku jadi gak bisa gembira juga kan kalo kamu malah terbebani. Gak apa-apa kok. Aku bakal tetep disini. Paling kalo ngilang ya ke toilet." Valeria tersenyum lebar dan membuat Gwen terpana.

"Ya udah. Inget pesen gue sebelum kesini tadi. Terus kalo ada apa-apa lo sms ato messenger gue. Misscall juga bisa. Gue bakal langsung nyari elo." Gwen berjalan, tapi ia berbalik lagi.

"Ada lagi, jangan tersenyum seperti tadi ke orang lain"

"Hah?"

"Senyuman elo killer banget. Mungkin efek pake lipstik. Pokoknya jangan! Oke? Kalo lo melakukannya, orang bisa salah sangka. Oke?" Gwen mengulang kembali dengan cemas.

Valeria terheran-heran. "Gwen, kok kamu jadi mirip banget kayak Kak Jean sih? Kamu yang lebih cantik dan stylish dari aku aja kok gak khawatir ama diri sendiri?"

"Gue udah sering ke acara beginian. Lo beda. Ya udah pokoknya..."

"Oke oke, Gwen." Valeria mengedipkan sebelah mata. Lagi-lagi ia bikin Gwen bertambah khawatir.

Ia mengawasi Gwen berlalu dan menyesap minumannya. Di sudut ini cahaya agak temaram, cocok untuk tempat menyembunyikan diri sambil mengawasi. Mudah-mudahan dirinya tidak terlihat.

Valeria mengamati orang-orang berdansa dan beberapa di antaranya berciuman. Tunggu?!Berciuman?! Ia tidak salah lihat. Mereka memang berciuman. Ini tidak seperti ciumannya dengan Fabian. Yang ini sangat....Valeria tidak bisa berhenti menatapnya. Ia tersadar dan menengok kanan kiri. Untung tidak ada yang melihatnya. Bisa-bisa ia disangka orang aneh. Tapi pemandangan pasangan yang sedang berciuman tadi membuatnya penasaran. Ia menoleh kembali. Pasangan itu masih berciuman. Mereka bahkan saling melumat lidah mereka. Ughhh, mengerikan! Valeria memalingkan wajahnya yang merona dan menyesap minumannya lagi.

"Jeanita"

Brusssh!! Valeria menyemburkan minuman saat seseorang di belakangnya memanggil nama kakaknya. Itu jelas-jelas seseorang yang memanggil nama kakaknya.

Apakah kakaknya pergi ke pesta ini? Itu jelas tidak mungkin.karena tanpa undangan, Kak Jean tidak mungkin bisa masuk. Lagipula ia sedang ada di Singapura. Jadi orang ini pasti memanggil dirinya.

Mati aku! Valeria panik dalam hati. Pelan-pelan ia menoleh ke belakang. Seorang pria. Ia pasti teman Kak Jean, tapi siapa dia? Baiklah ia bisa pura-pura tidak mendengar. Valeria bangkit berdiri dan berjalan secepat kilat ke...kemana? Entahlah? Yang penting melarikan diri.

Sebuah tangan menggamit bahunya dan membuatnya terhenti.

"Jean? Ini benar kau, bukan? Mengapa kau lari?"

Oh, tidak! Pria tadi berhasil menyusulnya. Bagaimana ini sekarang?

***

Mau nanya-nanya :

Line : olin_linlinlin

Instagram : dian_oline_maulina

Fb : olin linlinlin

Fanspage FB : Matchamallow

twitter : dian_oline

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro