Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 18.3 - About Fabian

"Mau kemana kau?" Sean berhenti berjalan dan menatap Valeria yang tiba-tiba berputar ke balik tenda, menuju bangunan sekolahnya yang agak temaram.

"Melepaskan ini!" Ia menunjuk rambutnya. "Aku tidak tahan lagi! Tunggu sebentar, Sean" Ia berjalan sampai terhenti di sebuah tempat duduk-duduk yang ada di halaman sekolah. Valeria mulai melepas jepit-jepit rambutnya dan mendesah lega saat rambut yang membuatnya menderita itu terlepas.

Ia memasukkannya perlahan-lahan ke dalam tas dan menjaganya agar besok bisa dikembalikan pada Gwen dalam keadaan baik. Ia juga sudah melepas stocking tangan dan kakinya agar kedua bahan itu tidak rusak. Sekarang ia sudah memakai cardigannya untuk menahan hembusan angin pada bahunya yang telanjang.

"Kau sudah akan pulang?" Valeria dikejutkan oleh sebuah suara di dekatnya. Ternyata Fabian yang sedang memakai kostum ala butler juga. Tampaknya ia baru saja habis dari kelas untuk mengambil sesuatu.

Akhir-akhir ini hubungannya dengan Fabian juga sudah membaik. Mereka sudah bercakap-cakap dan bercanda kecil seperti dulu lagi layaknya sahabat.

"Iya, kelompokku sudah lolos target, jadi mereka mengijinkanku pulang." Valeria tersenyum.

"Perlu kuantar?" Fabian menawarkan diri.

"Terimakasih Fabian. Sudah ada yang menjemputku." Valeria menolak tawarannya dengan sopan sambil bergegas pergi.

"Tunggu, Val..." Fabian memanggilnya. Valeria terhenti dan berbalik menatapnya.

"Ada apa lagi, Bian?"

"Kuharap kau tidak marah aku mengungkit masalah ini. Aku tidak mengerti kenapa kau memutuskanku dan selama ini aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Jika kau memberiku kesempatan lagi, mungkin aku bisa memperbaiki diriku dan menjadi apa saja yang kauinginkan. Aku tahu diriku memiliki banyak kekurangan dan aku begitu tidak percaya diri untuk mengajakmu kencan saat pacaran dulu. Aku tidak ingin kau membenciku, Valeria." Fabian menjelaskan.

Valeria mulai berdiri dengan perasaan gugup. Ia tidak merasa sedih lagi karena sudah tidak memiliki perasaan terhadap Fabian.Tapi perasaan sedih itu mulai tergantikan oleh perasaan bersalah. Ia merasa bersalah pada temannya ini. "Jangan berkata seperti itu, Fabian. Kau memiliki wajah yang keren dan juga baik hati. Tidak ada yang salah denganmu. Aku tidak membencimu. Aku menyukaimu. Berada bersamamu menyenangkan kok."

"Tapi kenapa kau memutuskanku, Val?" Fabian menatapnya dengan mata sendu.

"Aku..." Valeria menelan ludahnya. Apa yang harus dia katakan? "Aku memiliki alasan sendiri. Aku tidak bisa menceritakan padamu dan kuharap kau tidak menanyakannya lagi. Kau pasti bisa mendapatkan gadis yang lebih baik dariku, Bian."

Fabian tersenyum. "Di hatiku tidak ada gadis yang lebih baik darimu, Val."

Valeria mulai merasa cemas akan sahabatnya itu. Fabian harus bisa melupakannya! Kalau tidak ia akan terus merasa bersalah terhadap Fabian. "Jangan konyol. Kau bahkan belum bertemu banyak gadis lainnya. Dunia ini luas, Fabian."

Sesaat suasana hening dan Valeria tidak bisa lepas menatap Fabian yang membisu. Semoga saja ia sudah meresapi perkataan Valeria dan menjalankannya. Tapi Fabian hanya terdiam dan tiba-tiba ia melakukan sesuatu yang tidak disangka-sangka oleh Valeria.

Fabian berlutut di depannya.

"Valeria Winata. Kumohon berikan aku kesempatan sekali lagi."

Valeria terhenyak. Untuk apa Fabian melakukan sesuatu sejauh ini? "Jangan seperti itu, Bian!!" Valeria menoleh ke kanan dan ke kiri "Bagaimana kalau ada yang melihat..." Ucapannya terhenti. Ia melihat Sean yang berdiri di bawah pohon beberapa meter dari mereka.

"Sudah berapa lama kau disana?" Valeria bertanya.

"Cukup lama untuk mendengarkan drama kalian." Sean mengedikkan bahu.

Valeria kembali menatap Fabian. Fabian kebingungan melihat mereka.

"Ini bukan drama! Kenapa kau kemari dan bukannya menungguku di luar sana?" Valeria bersidekap dengan kesal.

"Kau terlalu lama berganti pakaian. Aku sempat berpikir kau diculik hantu penghuni sekolah!"

Valeria hanya bisa mendesah kesal. Memangnya ini cerita horor apa?

"Fabian bisakah kita membicarakannya di lain waktu?" Ia menoleh pada Fabian kembali.

"Tidak akan ada lain waktu! Jangan coba-coba bertemu dengannya lagi, Valeria!" Sean membentak Valeria dengan ketus.

Valeria terhenyak mendengar kata-kata Sean "Sean!! Kenapa kau harus sekasar itu!!"

"Hei, tunggu. Memangnya siapa dirimu melarang-larang Valeria seperti itu?" Fabian tiba-tiba berdiri menantang Sean.

Sean hampir tertawa mendengar pertanyaan Fabian. "Aku su..."

"Jangan katakan, Sean!!!" Valeria ternyata sudah berada di sampingnya dan membekap mulutnya. Ia melepaskan tangannya dan menatap Sean dengan kesal. Sean juga balik menatapnya kesal.

"Biar aku yang mengatakannya." lanjut Valeria. Ia berbalik menghadap Fabian kembali yang semakin kebingungan melihat mereka.

"Ini kekasihku, Fabian. Aku memutuskanmu karena dia."

Fabian terdiam menatapnya seakan tidak percaya pada ucapan Valeria barusan. Ia terlihat sangat terpukul.

Sean memprotes. "Itu tidak cukup untuk memusnahkan cinta abadinya padamu."

"Dan kami sudah tinggal bersama!! Kau pasti mengerti artinya bukan, Fabian." Valeria menambahkan.

Kata-kata terakhirnya cukup membuat Fabian terduduk di sebuah undakan dengan raut wajah tercengang. Tampaknya ia baru saja mendapat kenyataan pahit tentang sesuatu yang dipercayanya indah selama ini.

"Maaf kalau aku tidak sebaik yang kaupikirkan, Fabian. Dan aku tidak akan pernah kembali padamu. Lupakanlah aku." Valeria berbalik dan menggamit tangan Sean.

Valeria sudah berjalan beberapa meter sebelum akhirnya menaikkan alisnya menatap Sean. "Kau sudah puas sekarang?"

Sean menarik napas. "Untuk sementara ini..."

"AKU TIDAK PEDULI, VALERIA!!"

Jawaban Sean terpotong oleh teriakan Fabian yang terdengar di belakang mereka.

"AKU MENCINTAIMU APA ADANYA! SEJAK DULU MAUPUN SEKARANG AKU SELALU MENCINTAIMU DAN AKAN TERUS MENCINTAIMU. KAPAN PUN KAU PUTUS DENGANNYA AKU AKAN MEMPERJUANGKANMU KEMBALI."

Fabian menutupnya dengan lambaian tangan dan senyuman. Ia berbalik kembali menuju keramaian dan menghilang disana.

Valeria masih menggenggam erat tangan Sean yang sejak tadi ditahannya agar tidak melakukan hal-hal nekat pada Fabian. Sean juga terlihat tercengang sama seperti dirinya. Ia menepis tangan Valeria dan berjalan dengan gusar menuju keramaian.

Valeria mengikutinya dengan cemas. "Sean!! Sean!! Berhenti!!"

"Apa?!" Ia membentak Valeria sambil menghentikan langkahnya dan berbalik.

Valeria mendongak menatapnya dengan napas tersengal-sengal setelah mengejar langkah Sean dengan kelabakan. "Kau tidak akan melakukan sesuatu yang ekstrem, bukan?" Ia memegang tangan Sean.

"Tentu saja tidak." Sean tersenyum. Valeria merasa lega dan tersenyum balik.

"Aku hanya ingin mengambil akta pernikahan kita dan meminta kepala sekolahmu menempelkannya di mading." Sean melanjutkan.

Valeria tersentak "Apa!!!? Sean, jangan bercanda! Kau tidak mungkin melakukannya bukan? Iya kan? Iya kan? Itu konyol sekali!" Ia setengah tertawa.

"Jangan menantangku..."

Valeria langsung mengatupkan bibirnya,

"Kumohon jangan lakukan itu, Sean." Ia menatap Sean dengan pandangan mengharap. "Aku akan melakukan apapun asal kau melupakan semua ini. Apapun..."

Sean terkesima mendengarnya. Kata-kata yang selama ini ingin didengarnya tanpa sadar akhirnya terucap juga dari bibir gadis itu. Ia pasti bermimpi..

"Apapun?" Sean bertanya kembali.

Valeria mengangguk-angguk.

"Kalau begitu cium aku"

Valeria terkejut. Ia menatap sekelilingnya. Sebagian besar adalah murid-murid satu sekolahnya yang berseliweran dan temen satu angkatan yang mengenalnya. Bahkan beberapa teman sekelasnya pun terlihat berlalu lalang. "Sekarang?" Ia menoleh pada Sean dengan ragu-ragu.

"Dua tahun lagi kalau bisa." Sean memutar bola matanya.

Ia mengerti dengan sindiran sinis Sean. Itu artinya sekarang. Oh Tuhan! Sean benar-benar ingin membuatnya malu setengah mati. Kalau ia mencium Sean disini itu berarti semua orang yang melihatnya dapat menyimpulkan hubungannya dengan Sean.

Ia mengangkat kedua tangannya dan menarik kepala Sean lalu menciumnya. Ia akan melakukannya secepat kilat.

Tapi Sean sepertinya dapat membaca pikirannya. Ia menahan Valeria dan memperlama ciumannya. Dan seperti biasa, Valeria segera terpengaruh oleh sihir dari ciuman itu. Ia menyambut ciuman Sean dengan mesra...sampai ia tersadar dimana dirinya berada.

Valeria menenggelamkan wajahnya di dada Sean karena terlalu takut untuk melihat sekelilingnya. "Pulang!! Sekarang!!" Ia meringis.

"Nanti aku minta tiga kali ya." terdengar Sean menyahut.

Valeria mencubit pinggangnya dan menjawab dengan kesal. "Kita melakukannya lebih dari itu setiap malam, Sean. Kau tidak bisa berhitung?"

Sean hanya tertawa. "Kalau kau keberatan, aku akan menghentikannya."

Valeria terdiam sesaat.

Untuk apa sih Sean mengucapkan pernyataan semacam itu!? Memangnya dirinya bakal berterimakasih atas pengertian Sean terhadapnya? Hu-uh!!

"Aku tidak keberatan, Sean..." sahut Valeria pelan.

Yah, begitulah...

Sean sudah mempermalukannya dengan sempurna seharian ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro