Part 16.1 - Jealousy
"Apa yang kalian lakukan disini? Aku tidak mengharapkan kalian datang!" Sean mengumpat kesal.
"Sabar, kawan. Kami kemari bukan untuk menjengukmu ataupun memberikan simpati padamu. Kami hanya penasaran ingin melihat seberapa besar penderitaanmu." Rayhan meledeknya dilanjutkan dengan tawa kedua temannya.
Benar, ketiga temannya yang dijulukinya sebagai jones brother menjenguknya saat ia sedang makan sore dan melihatnya makan dengan susah payah tanpa berniat membantunya.
Sean baru saja bisa menikmati ketenangan sejenak setelah mamanya pulang siang tadi.
"Dan kalian datang tidak membawa oleh-oleh apapun." Sean melirik nakasnya yang kosong. "Sebaiknya kalian segera pulang. Jam besuk sebentar lagi berakhir."
"Kau jangan berbohong, Sean. Disini jam besuk dibuka hingga jam delapan malam. Kami sudah membacanya tadi." Rayhan melanjutkan sambil tertawa.
"Benar, kami berencana menemanimu seharian supaya kau tidak kesepian." tambah Budi.
"Aku sudah membatalkan rencanaku main golf sore ini bersama seorang artis cantik hanya untuk menjengukmu. Seharusnya kau menghargai pengorbananku, Sean!" Daniel memasang wajah kecewa yang dibuat-buat. Ia memang datang dengan seragam golfnya.
"Kalian hanya akan mengganggu pekerjaanku." Sean menyahut.
"Bekerja? Kau ada di rumah sakit, Sean." Budi merasa pendengarannya salah saat mendengar ucapan Sean.
"Sebentar lagi aku bekerja." Sean menjawab singkat dan langsung terdengar pintu diketuk dan dibuka.
"Sore, Pak."
Ketiga temannya langsung melihat siapa yang datang. Ternyata Lisa, sekretaris Sean yang sering menjadi korban kejailan mereka.
"Hai. Lisa!!!" ketiga pria itu serempak menyapanya.
Lisa terkejut melihat mereka dan membuang muka dengan kesal. Ia kesini hanya karena perintah bosnya dan ia tidak mau terlalu banyak berurusan dengan ketiga teman bosnya itu. Terakhir kali kunjungan ke kantor Sean ketiga pria ini memasukkan ular piton di lacinya dan membuatnya pingsan.
"Hentikan mengganggunya. Lama-lama kalian bisa membuatnya mengundurkan diri dari pekerjaannya. Apa saja yang harus kutandatangani, Lisa? Dan kunci pintunya. Aku tidak ingin dijenguk oleh siapapun lagi." Sean menghentikan candaan mereka.
Lisa berbalik mengunci pintu dan membawakan setumpuk berkas yang sudah disiapkannya dengan susah payah.
"Pak, semoga cepat sembuh." Lisa berbasa-basi menyampaikan simpatinya dan duduk di pinggir tempat tidur Sean.
"Hmm..." Sean menjawab tanpa melihatnya. Ia sibuk mengecek berkas-berkas kerjanya.
"Sungguh membosankan! Kalian tidak romantis." Rayhan menyahut malas disambut persetujuan teman-temannya. "Kalau aku punya sekretaris secantik ini pasti sudah kunikahi." Rayhan menambahkan.
Lisa yang mendengarnya mulai merona dan duduk dengan tidak nyaman.
"Tunggu dulu!" Budi dan Daniel menatap Rayhan dengan sorot wajah heran. "Kau ingin menikah?" Budi bertanya.
"Tentu saja. Aku harus melanjutkan keturunanku. Kalian tahu aku anak laki-laki tunggal di keluargaku seperti Sean." Rayhan membela diri.
Sean membiarkan teman-temannya ribut di kamarnya. Ia tidak melarang kegemaran mereka menggoda wanita cantik manapun, termasuk sekretarisnya.
Tiba-tiba terdengar kenop pintu dibuka dan tidak berhasil karena dikunci. Semua terdiam seketika.
"Ini Valeria." Terdengar suara kecil disertai ketukan pelan pada pintu.
"Siapa Valeria?" Rayhan menoleh pada Budi sambil mengerutkan alis.
Itu istri Sean!!! Budi dan Rayhan tiba-tiba teringat berbarengan dan mereka berdua berebut berniat membukakan pintu tapi Daniel ternyata sudah mendahului mereka sejak tadi. Sial!!
Sean menatap ketiga temannya dengan kebingungan.
Daniel membuka pintu.
Di hadapannya berdiri seorang gadis perempuan yang memakai pakaian khas anak remaja seusianya. Rambutnya dikucir kuda dan poninya dijepit ke samping. Penampilan sederhana itu tidak membuat kecantikannya berkurang. Daniel menatapnya naik turun dengan penuh kekaguman.
Gadis itu terkejut melihatnya.
"Siapa kau?" Ia bertanya spontan.
Belum sempat menjawab, gadis itu tersentak dan keluar melihat nomor ruangan. Dipikirnya ia salah kamar.
Daniel ingin tertawa. "Istrinya Sean ya?"
Sean mendengar Valeria memasuki kamarnya. Tiba-tiba sesuatu terlintas di pikirannya. Ia menoleh pada Lisa. Teman-temannya mengatakan sekretarisnya itu cantik...
"Lisa, bantu aku makan!" Sean menyodorkan piring berisi makanannya kepada Lisa.
Lisa terlihat kebingungan. "Ma...makan?"
"Tidakkah kau lihat aku tidak bisa makan dengan tangan kiriku?!" Sean memarahinya pelan agar tak terdengar.
"Maksud Bapak, saya menyuapi Bapak..." Lisa semakin kebingungan.
"Iya!" Sean melirik Daniel yang masih bercakap-cakap dengan Valeria.
Lisa masih terlihat ragu-ragu akan perintah Sean yang agak menyimpang dari biasanya.
"Cepat Lisa! Atau kupotong gajimu!" Sean menggertakkan gigi.
Ancaman gaji ternyata lebih efektif dibanding kata-kata manapun.
Sekretarisnya menyuapkan makanan tepat saat Valeria memasuki ruangan dan terpaku menatapnya.
Bagus...
Valeria sudah melihatnya. Sean harus membuktikan pada Valeria bahwa ia bisa melupakan gadis itu dan beralih pada wanita lain. Seperti ini salah satunya.
***
Valeria menatap Sean yang menerima suapan dari wanita itu.
Ia begitu terpukul melihatnya seakan-akan lantai rumah sakit amblas di bawah kakinya.
Sean mau menerima bantuan dari wanita lain, sementara tidak darinya...
Valeria pikir selama ini Sean tidak mau menerima bantuannya karena Sean tidak suka orang lain menganggapnya lemah atau dia malu menerima bantuan dari perempuan. Ternyata sebenarnya tidak demikian.
Padahal Sean bukan apa-apanya, tetapi menyaksikan hal ini membuat dadanya terasa sesak. Ia tidak mengerti perasaan apa yang mengusiknya ini. Ia tidak mungkin merasa iri atau cemburu, bukan?
Cemburu??! Tidak! Tidak! Itu tidak mungkin. Buat apa ia cemburu pada Sean? Valeria tidak memiliki perasaan cinta untuk Sean. Hanya saja Sean akhir-akhir ini terlalu sering bersamanya dan ia terlalu terlena dengan keadaan itu.
Valeria cepat-cepat menoleh ke obyek lainnya untuk mengalihkan perhatiannya dari Sean dan wanita itu. Ia melihat tiga orang pria tadi. "Temannya Sean ya. Makasi sudah menjenguk." Valeria tersenyum. Tanpa sadar ia menampakkan killer smile nya.
Budi ternganga tak bisa menutup mulutnya. Rayhan terbatuk-batuk seketika dan Daniel menutup mulutnya menahan tawa.
Valeria memiringkan kepalanya. Bingung melihat tingkah ketiga pria itu. Teman-teman Sean memang aneh, sejenis dengan Sean juga. Ia memakluminya. Tapi sepertinya mereka lebih bersahabat dibanding Sean.
Valeria menoleh lagi ke tempat tidur. "Dan kakak juga, makasi ya sudah membantu Sean." ia berterimakasih pada wanita itu meski sulit.
Wanita itu tersenyum dan mengangguk tak nyaman.
Valeria menoleh untuk melihat Sean. Sean masih acuh tak acuh menyibukkan diri dengan kertas-kertasnya.
Ya Tuhan. Ia merasa harus menyingkir dari tempat ini untuk sementara waktu, menenangkan dirinya.
"Well, tampaknya sudah banyak yang menemani Sean disini." Valeria menaruh barang-barangnya di meja dekat sofa dengan tangannya yang gemetar. "Aku ingin ke minimarket bawah sebentar kalau begitu."
Valeria bergegas menuju pintu untuk keluar.
Terdengar pintu dibuka dan ditutup lagi tanda Valeria sudah keluar dari ruangan.
"Untuk apa kau melakukannya, Sean?" Daniel bertanya penuh selidik.
Sean menoleh menatapnya "Melakukan apa?"
"Semua orang di sini bisa melihatnya. Kau bertingkah kejam pada istrimu. Apa sebenarnya tujuanmu? Apa kalian bertengkar?" Budi ikut bertanya.
"Dia istri Pak Sean?!" Lisa yang baru mengetahuinya berdiri mendadak dengan panik dan ternganga. Masih menggenggam piring nasi.
Daniel, Rayhan dan Budi tertawa melihat reaksi Lisa.
"Kau boleh pulang sekarang, Lisa. Kalau perlu denganku lagi hubungi aku dan segeralah kemari." Sean menyerahkan semua berkas yang sudah selesai dikerjakannya.
"Baik, Pak." Lisa merapikan dan mengemasi semua barang-barangnya. Ia tidak berani bertanya lebih lanjut mengenai urusan pribadi bosnya itu.
Selama beberapa saat suasana menjadi sunyi dan yang terdengar hanya suara berisik kertas yang ditata oleh Lisa.
Sean merenung. Tadinya ia ingin membalas dendam pada Valeria tetapi Valeria bereaksi biasa saja dan malah berterimakasih pada Lisa. Tapi ia memang seharusnya tidak berharap terlalu banyak. Valeria tidak memiliki hati untuknya jadi tidak mungkin gadis itu akan cemburu pada dirinya. Apa-apaan ini?! Ia tadi benar-benar berencana ingin membuat Valeria cemburu?
Gadis itu bahkan menampakkan senyumnya kepada ketiga sahabatnya dan itu membuat Sean bertambah kesal. Ia tidak peduli ketiga temannya ini tertarik pada wanita manapun di dunia ini, tapi tidak Valeria!
"Kau belum menjawab pertanyaan kami, Sean." Budi melanjutkan setelah sekretaris Sean keluar dari ruangan dan tinggal mereka berempat.
"Memangnya apa yang kulakukan?" Sean menjawab dengan malas.
"Kau seolah-olah sengaja ingin menyakiti istrimu. Kau tidak kasihan padanya? Ia syok melihatmu." Budi semakin heran pada Sean.
"Kau berhalusinasi, Bud. Ia terlihat biasa-biasa saja. Percayalah hal itu tidak mempengaruhinya sedikitpun. Aku menikahinya tanpa perasaan apapun, begitu pula sebaliknya."
Sean menjelaskan secara singkat tentang bagaimana akhirnya ia bisa menikahi Valeria. Teman-temannya mendengar cerita Sean dengan takjub.
"Ya ampun. Kau sangat beruntung bisa menikahinya, Sean. Bahkan dalam situasimu yang paling sial pun kau sangat beruntung!" Rayhan sengaja menepuk-nepuk bahu Sean yang cedera. Sean menggertakkan gigi.
"Benar. Gadis itu bahkan masih muda. Umur delapan belas katamu ya. Bagaimana rasanya bercinta dengan gadis semuda itu, Sean?" Daniel bertanya dengan penasaran.
Sean mendelik menatapnya. "Aku tidak akan menceritakannya padamu. Lagipula kau tidak perlu menanyakannya, Daniel. Tidak mungkin dirimu belum pernah merasakannya! Kau sudah meniduri beribu-ribu gadis dari berbagai kalangan dan usia."
Daniel sudah menjadi playboy sejak ia SMU. Tidak pernah ada wanita yang bisa menolaknya. Selain kaya, ia terlalu tampan untuk menjadi seorang manusia, apalagi ditambah dengan sifatnya yang santai dan flamboyan. Tapi ia tidak pernah serius dengan satu pun dari mereka.
"Kau terlalu memujiku, Sean. Terakhir kali aku tidur dengan gadis remaja adalah saat diriku sendiri berusia 20 tahun. Setelah itu aku berkencan dengan wanita dewasa dan bahkan yang lebih tua dariku." Daniel menjelaskan.
"Tapi meniduri gadis semuda itu terdengar sangat bejat, dan aku merasa mendapatkan inspirasi baru. Aku suka itu, Sean!" Daniel tersenyum lebar.
"Gadis seperti mereka belum terlalu berpengalaman, Daniel. Kau tidak akan puas. Percayalah padaku." Sean menasehati Daniel.
"Oh ya?" Daniel mendesah kecewa. "Sayang sekali kalau begitu. Ya sudahlah." Ia mengedikkan bahu dengan acuh tak acuh
***
Valeria menatap es krim parfait porsi jumbo yang dibelinya.
Ia tidak tahu kenapa ia membelinya saat turun di kafetaria rumah sakit. Dan sekarang ia tersadar tidak bisa menghabiskannya. Es krim sebesar itu sebenarnya porsi untuk dimakan beramai-ramai.
Valeria menghela napas. Ia tidak melanjutkan memakannya setelah suapan kelima. Dan kini es krim itu masih menjulang tinggi di depannya. Ia tidak nafsu makan.
Akhirnya ia menidurkan kepalanya di meja kafe dengan malas. Ia belum ingin kembali ke atas, ke kamar Sean dan sengaja berlama-lama di kafetaria.
"Nafsu makanmu besar juga ya." Terdengar suara seorang pria di depannya.
Valeria mendongak. Ia menemukan pria tadi, teman Sean yang membukakannya pintu. Valeria tidak ingin menatapnya berlama-lama, tetapi daya tarik visual pria itu terlalu besar. Pria itu benar-benar tampan dan bermata biru. Tampaknya ada darah asing yang mengalir pada dirinya. Ia juga tinggi, sama seperti Sean. Dan pria itu tahu dirinya memiliki badan yang bagus sehingga ia begitu percaya diri untuk memakai kaus yang menonjolkan otot-otot lengannya.
Valeria merona malu. "Aku biasa menghabiskan yang sebesar ini." Ia mengangguk-angguk berbohong.
"Sungguh?! Wow!! Aku tak menyangka badanmu yang sekecil itu sanggup menampung makanan sebanyak ini." Pria itu mulai duduk di kursi depan mejanya.
Valeria menegakkan tubuhnya dengan waspada. Apa maunya orang ini?
"Aku Daniel. Kau sudah tahu bukan kalau aku teman Sean?" Daniel mengulurkan tangannya.
Valeria menatap tangan itu dengan saksama. Ia sebenarnya bukan orang yang kasar, tetapi karena kebetulan makhluk di depannya ini satu spesies dengan Sean, ia harus berhati-hati.
"Aku Valeria." Ia tidak membalas uluran tangan Daniel dan mengalihkan pandangan ke jendela kaca.
"Kau sangat lucu dan menggemaskan." Daniel tertawa menarik tangannya kembali dan memanggil waiter. Ia memesan kopi pada waiter yang mendatanginya.
Valeria semakin resah dengan situasi yang dihadapinya. Ia ingin segera beranjak pergi dari tempat ini. Valeria sedang asyik menikmati kegalauannya sendiri dan sejujurnya pria ini mengganggunya.
"Aku boleh meminta es krimmu kan?" pria itu bertanya.
Valeria terbelalak melihat pria itu sudah memakan es krimnya dengan sendok yang dipakainya makan tadi. Ia baru saja akan melarang pria itu, tetapi pria itu begitu spontan dan percaya diri. Valeria hanya menghela napas sambil membuang muka. "Apa perlu bertanya lagi?"
"Jangan pelit begitu, dong. Lagipula kau tidak mungkin bisa menghabiskannya." Daniel tertawa.
"Kalau begitu silakan habiskan sendiri Kak Daniel, karena aku akan kembali ke kamar." Valeria bersiap-siap berdiri.
"Tunggu. Apa kau tidak ingin bertanya padaku apa gadis itu masih bersama Sean atau tidak dan apa kau akan mengganggunya jika kembali ke kamar?" Daniel menatapnya dengan nakal.
Valeria menggertakkan giginya. "Aku tidak melarang Sean bergaul dengan wanita manapun yang diinginkannya. Kami sudah sepakat tentang hal itu."
"Dan hal itu tidak menganggumu?"
"Hubunganku dengan Sean agak rumit dan aku tidak ingin membicarakannya."
"Aku sudah tahu bagaimana hubungan kalian. Sean sudah menceritakannya padaku. Pada kami bertiga." lanjut Daniel.
Valeria terperangah. Ia sangat malu sekarang. Teman-teman Sean ini pasti sudah mengetahui bahwa Sean tidak berniat menikahinya dan ia gadis yang tidak berarti bagi Sean. Teganya Sean menceritakan tentang hal pribadi ini pada mereka.
"Kau membiarkan Sean bebas mencari gadis yang diinginkannya. Lalu bagaimana denganmu?"
Valeria menoleh kembali "Maksud kakak?"
"Berarti kau juga boleh berhubungan dengan pria lain bukan?"
Pertanyaan itu membuat Valeria kesal. Untuk apa pria ini begitu ingin tahu tentang urusan pribadinya!?
"Dengar ya, Kak. Aku memiliki prinsipku sendiri tentang pernikahan dan selama aku masih menikah dengan Sean, aku tidak akan berhubungan dengan pria manapun! Terserah Sean ingin meneruskan kehidupan ala hedonisnya atau tidak. Aku tidak peduli! Kami memiliki jalan masing-masing." Valeria akhirnya mengeluarkan unek-uneknya.
"Lalu kenapa kau bersembunyi disini saat Sean bersama wanita tadi?" Daniel bertanya kembali dengan santai.
"Aku tidak bersembunyi! Aku ingin makan es krim!" Valeria menggeram sambil memutar bola matanya.
"Kau terlihat tidak memakan es krimmu. Malah aku yang menghabiskannya sebagian."
Valeria menatap es krimnya yang sudah berkurang sedikit. Ia langsung memanggil waiter dan meminta sendok baru. Ia akan menghabiskan bagian rum raisin yang disukainya. Kebetulan bagian tersebut juga belum tersentuh oleh orang yang bernama Daniel ini.
Daniel tersenyum geli melihat tingkah Valeria yang mulai memakan es krimnya lagi. "Kau meminta sendok baru takut berciuman tak langsung denganku?"
Valeria tersedak es krimnya. Pria ini sungguh-sungguh sama mesumnya dan bahkan lebih mesum lagi dibanding Sean.
"Omong-omong gadis itu sudah pergi sejak tadi, kok." Daniel melanjutkan memakan es krim itu dengan santai.
Valeria serasa ingin mengubur pria ini dengan es krim. Kenapa tidak mengatakannya sedari tadi!! Ia langsung beranjak pergi dan meninggalkan Daniel tanpa basa basi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro