PART 28.2 - DO YOU (REALLY) LOVE ME?
"Aku juga ingin mencoba menggendong Vanilla, Sean." Daniel mengangkat kedua tangannya dan menampilkan wajah innocent.
"Langkahi dulu mayatku!" bentak Sean sambil berpaling memunggunginya. "Sudah kubilang sejak dulu buatlah anakmu sendiri. Yang ini anakku!"
"Dasar pelit." gerutu Daniel sambil menurunkan tangannya dengan gontai.
Budi dan Rayhan tertawa melihat interaksi antara Daniel dan Sean yang memang sudah lama bermusuhan sejak Sean menikah. Acara pesta ulang tahun Vanilla sudah berakhir karena hari sudah menjelang petang. Keluarga Valeria dan beberapa anak-anak yang diundang mereka sudah pulang dan hanya menyisakan beberapa anak-anak kecil teman Hayden yang berlarian di taman. Sean yang tidak suka keramaian dapat bernapas sedikit lega karenanya.
Vanilla memiringkan badan dan menengok Daniel dari balik tubuh ayahnya penuh rasa ingin tahu. Daniel tersenyum dan Vanilla langsung tertawa menampakkan kedua gigi depannya yang lebih besar dibanding gigi yang lain. Anak yang cantik dan ramah, mirip dengan ibunya.
Saat sedang terpana melihat kelucuan Vanilla, Rayhan merasa seseorang menarik-narik celananya. Ia menunduk dan menemukan Hayden di sana. Hayden mengulurkan tangan dan seperti biasa Rayhan langsung mengangkat dan menggendongnya. Perhatian Daniel langsung teralihkan.
"Hayden, bagaimana kabarmu?" Daniel ingin mencubit pipi Hayden tapi ia mengurungkan niatnya setelah Hayden menggeram galak sambil menggertakkan gigi.
"Hentikan itu, Niel! Hayden tidak suka dicium ataupun disentuh. Ia enggan diperlakukan seperti anak kecil. Aku tidak pernah melakukannya maka dari itu ia suka kugendong." sahut Rayhan bangga. Sejak kecil, satu-satunya orang asing yang disukai Hayden hanyalah Rayhan.
"Aku tidak heran darimana ia mewarisi kesombongan itu." Daniel mengedikkan bahu lalu menghela napas. "Kurasa aku tidak memiliki bakat untuk disukai anak-anak, Re."
"Mungkin kau perlu melaksanakan usul Sean." Rayhan tertawa mengejek.
"Bukankah itu sopir dan tukang kebunmu, Niel?" Budi menunjuk ke arah pintu masuk. Rayhan menoleh dan melihat dua orang berjas serta berkacamata hitam memasuki ruangan sambil menggotong sesuatu.
"Untuk apa mereka berdandan seperti itu, Niel. Dan apa yang mereka bawa? Sepertinya mereka membawa..." Rayhan memicingkan mata melihat sesuatu yang digotong oleh kedua pekerja Daniel itu ternyata meronta-ronta dan memiliki kaki. "Niel...jangan katakan kalau yang mereka bawa itu adalah manusia."
"Itu hanya Angela, Re."
Rayhan serasa tak percaya mendengarnya. "Shit!! Kau menculik Angela?!"
"Angela?!" Budi mengernyit dan menoleh.
"Kau tidak tahu bagaimana Angela! Kau akan mati, Niel!!" tambah Rayhan dengan nada penuh kecemasan.
"Seburuk itukah?"
"Aku juga bersumpah akan membunuhmu jika kau sampai membuatku terlibat perkara kriminal! Kau menculik orang dan membawanya ke rumahku!!" Sean yang ternyata sudah ada di sebelahnya ikut menimpali perkataan Rayhan. Daniel meringis.
"Apa-apaan ini?" Valeria mendekati mereka dengan cemas setelah melihat kejadian itu. "Siapa mereka? Kenapa mereka memba..."
"Arrrgggh!!!"
Ucapan Valeria terhenti karena mendengar teriakan kesakitan pria. Mereka semua menoleh dan mendapati seorang gadis dengan rambut acak-acakan dan kotor melepas karung goni dengan jijik dari atas kepalanya. Kedua pria yang membawanya sudah tumbang di kaki gadis itu sambil memegangi selangkangan masing-masing. Angela menendang mereka tadi. Daniel menelan ludah menyaksikannya.
"Siapa yang melakukan ini?!" teriak Angela marah.
Semua orang mundur selangkah dan menyisakan Daniel di garis depan.
"Tega sekali kalian!" Daniel menoleh ke belakang sambil meringis lalu berbalik lagi memandang Angela yang melangkah lebar-lebar mendekatinya. "Aku bisa menjelaskan, Angel." Daniel mengangkat kedua tangannya di depan dada. "Kalau ingin memukulku tolong jangan pukul..."
Bukhhh!!
Angela memukul Daniel tepat di wajah. Semua orang bergidik ngeri melihat aksi itu. Hanya Vanilla yang tertawa dan bertepuk tangan.
"Wajahku." Daniel menyelesaikan kata-katanya tadi.
"Kau hampir membuatku mati ketakutan, Kak Daniel!! Darimana kau mendapatkan ide gila semacam ini dan untuk apa kau melakukannya?" bentak Angela.
"You deserve to get that." Sean berkomentar datar. Budi tertawa sambil menepuk-nepuk bahu Daniel.
"Seharusnya kau tidak perlu melakukan ini, Niel." Rayhan yang masih menggendong Hayden juga ikut menghampirinya.
"Pukulannya benar-benar mantap, Re. Aku jadi mengerti apa yang kaurasakan selama ini." Daniel ikut tertawa sambil memegangi hidungnya yang berdarah.
Rayhan hanya menghela napas lalu berbalik pada Sean. "Maafkan semua kekacauan ini, Sean. Ini Angela, yang sering kuceritakan pada kalian."
"Pastinya cerita yang sangat buruk." sahut Angela tanpa memandang Rayhan. "Maafkan aku telah membuat keributan di sini. Tapi jangan khawatir karena aku akan pulang sekarang." Ia segera berbalik ke arah pintu keluar.
"Angela!!"
Rayhan baru saja hendak menghentikannya tapi Valeria lebih dulu menerobos mereka semua dan memegang lengan Angela. "Tunggu, Angela."
Angela hampir ternganga melihat seorang wanita yang begitu cantik datang menghampirinya.
"Mumpung sudah ada di sini sekalian saja Angela menjadi tamu kita. Bukan begitu, Sean?" Valeria tersenyum. Angela harus terkesima sekali lagi melihat senyuman itu.
"Tentu saja. Semua yang bukan teman Daniel adalah temanku juga." sahut Sean sambil tersenyum.
___________________
"Sudah selesai mandi, Angela?"
Angela melihat wanita tadi...ternyata ia bernama Valeria, nyonya rumah yang sedang menyelenggarakan acara. Ia sedang melipat baju Angela di atas tempat tidur dan memasukkannya ke dalam tas tentengan kertas. Di sebelahnya, seorang anak perempuan yang kira-kira masih berusia dua tahun sedang berdiri mengamati Angela dengan takjub. Angela tersenyum padanya dan batita itu tertawa lalu memeluk kaki Valeria sambil menenggelamkan wajahnya malu-malu. Sepertinya mereka ibu dan anak karena kemiripan wajah mereka terlihat jelas.
Valeria membungkuk dan menggendongnya. "Ini anak keduaku, namanya Vanilla. Ia sedang berulang tahun hari ini."
"Hai, Vanilla. Selamat ulang tahun." Angela menggunakan tangan kanannya untuk menggoyang-goyang tangan mungil Vanilla sementara sebelah tangannya menjaga handuk di dadanya agar tidak melorot.
Entah karung bekas apa yang dipakai untuk membekapnya sehingga ia merasakan ruam dan gatal-gatal di sekujur tubuh setelah memukul Daniel. Valeria dengan jeli melihat hal itu dan mengajak Angela untuk membersihkan diri.
"Ah!! Kau tidak keberatan memakai pakaianku, bukan?" Valeria bergegas membuka lemari lalu memicingkan mata menatap Angela sejenak naik turun. "Ini dia!!" ia bersorak gembira sambil mengeluarkan sebuah gaun berwarna kuning muda dari lemari.
Angela tanpa sadar terdiam mematung karena kagum dengan keriangan wanita di depannya tersebut. Valeria terlihat seperti dirinya saat remaja dulu. Terlebih lagi, semua yang ada pada diri Valeria adalah yang diimpikan Angela selama ini. Wajah yang lembut, rambut hitam lurus dan tubuh tinggi namun tetap terlihat mungil. Jika ia terlahir seperti wanita ini tentu tidak akan pernah ada laki-laki yang bisa menolaknya.
Ia sebenarnya agak trauma dengan wanita cantik semenjak kejadian bersama Tania. Namun ia merasakan Valeria berbeda dan masih ada sisi kekanakan pada wanita itu meski telah memiliki anak.
"Kupikir kau harus mencobanya dulu. Tubuh kita memang...baiklah kau jauh lebih tinggi tapi pasti pakaian itu masih muat karena tubuhmu ramping. Hanya saja..." Valeria menatap dadanya dengan takjub sehingga Angela mengerutkan kening. Wanita itu tersadar telah melakukan hal yang aneh dan meringis. "Maafkan ketidak sopananku." ia tertawa renyah.
"Tidak apa-apa." Angela ikut tertawa.
"Aku benar-benar lancang melihatnya, tapi...ya ampun!! Aku sejak dulu ingin punya yang sebesar itu!!" Valeria hampir berteriak mengucapkannya. Vanilla yang ada di gendongannya juga ikut berteriak gembira.
Ternyata tepat seperti dugaannya. Valeria memang masih polos seperti anak-anak.
"Percayalah ini tidak begitu menguntungkan. Hanya akan membuatmu repot dibanding nyaman." Angela meringis.
Valeria memiringkan kepalanya. "Begitukah?"
Angela mengangguk-angguk.
Beberapa menit kemudian, Angela sudah berhasil mengenakan pakaian tersebut. Anehnya, tidak seperti yang dikhawatirkan Valeria, ukurannya sangat pas bahkan ia masih bisa mengangkat kedua lengannya dengan leluasa.
"Daniel memang mempunyai cara yang unik dalam menyampaikan sesuatu. Aku dan Sean juga sering menjadi korbannya tapi kurasa ia orang yang baik." Valeria tersenyum dengan lembut saat mengungkit hal itu. "Hanya saja aku tidak akan pernah mengakui hal ini di hadapan Daniel. Tidak akan!" ekspresinya tiba-tiba berubah geram sambil menyuapkan kue tart ke mulutnya banyak-banyak.
Angela meringis sejenak melihat lahapnya Valeria.
"Tapi hari ini ia sungguh keterlaluan. Aku bisa membayangkan bagaimana rasanya jika tiba-tiba dibawa oleh orang yang tidak kukenal." tambah Valeria dengan kesal. "Tapi ia biasanya memiliki alasan untuk itu." Valeria memiringkan kepalanya kembali.
"Alasan yang pasti sangat tidak masuk akal." Angela menghela napas.
"Oiya!! Aku sudah ingin bertemu denganmu sejak mendengar berita tentang kau menyusul kakakmu ke klub, Angela."
Angela hampir tersedak minumannya.
"Itu hanya masa laluku. Dan aku menyesal telah melakukan hal bodoh."
"Hal bodoh? Kurasa kau melakukan hal yang cukup waras dengan jatuh cinta padanya. Menurutku di antara mereka berempat, Rayhan adalah orang yang baik dan tidak sulit seperti Sean."
Baik? Tidak sulit?
"Benar! Itu karena kalian dianggap sepadan dengannya. Lain halnya kepadaku yang merupakan orang luar. Ia pernah mengucapkannya sendiri dan kebetulan aku mendengarnya dengan jelas bahwa aku adalah anak dari selingkuhan ayahnya dan bukan berasal dari keluarga elit seperti kalian." tanpa sadar Angela mengucapkannya dengan ketus.
Ia merasa malu setelah melihat ekspresi terperanjat Valeria di hadapannya.
"Ma...maaf. Aku hanya sedikit emosi." Angela menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dan menunduk dengan gugup. "Sekarang aku sudah tahu diri dan tidak mengejarnya lagi."
Suasana hening sejenak.
"Aku berasal dari keluarga yang lengkap dan menyayangiku, Angela. Jadi mungkin aku tidak tahu pasti bagaimana perasaanmu." Valeria menatapnya dengan sendu.
"Tidak apa-apa. Aku juga tidak akan berlama-lama di Indonesia. Aku masih ada pekerjaan di luar dan kebetulan sekarang sedang cuti." tambah Angela.
"Begitukah." Valeria mengerutkan alisnya sedih. "Padahal aku ingin lebih mengenalmu. Tapi kalau memang karena pekerjaanmu apa boleh buat."
Valeria kembali riang sambil menyuapkan makanan banyak-banyak ke mulutnya. Angela heran bagaimana Valeria bisa tetap memiliki tubuh ideal dilihat dari porsi makan wanita itu.
Ia menunduk menatap salad di piringnya.
Dunia seperti biasa memang sungguh tidak adil...
__________________
"Kuharap kau tidak sedih karena kami semua akan pulang, Sean." pamit Daniel di depan pintu rumahnya.
"Apa kau bercanda? Aku malah merasa sangat lega hari ini sudah berakhir." Sean tertawa miris.
"Sean, kau sungguh tidak sopan." Valeria menyenggol bahu suaminya lalu menampakkan senyumnya pada mereka. "Kalian bertiga akan selalu diterima dengan baik di sini."
"Bertiga? Kami berempat, Vale. Kau lupa pada Angela?" ralat Daniel.
"Bertiga. Rayhan, Budi dan Angela. Tidak termasuk dirimu, Daniel." jelas Sean yang diikuti anggukan setuju oleh Valeria.
"Kalian bisa saja." Daniel tertawa sambil berlalu.
"Melihat Angela entah mengapa aku selalu merasa iba. Ia anak yatim piatu meski ia hidup dalam kesempurnaan, Sean. Dan ia merasa rendah diri karenanya." Valeria mengucapkannya pelan setelah mereka hanya berdua.
"Dia yatim piatu?" Sean bertanya balik.
"Kau baru tahu sekarang, Sean?"
"Aku hanya tidak pernah memperhatikan. Keponakanku juga yatim piatu seperti Angela. Semoga nasibnya juga sama seperti itu. Ada keluarga angkat yang masih bisa melindungi dan menyayanginya."
"Jadi kau benar-benar memiliki keponakan?" Valeria mengernyitkan alis karena dulu Sean mengatakan berita itu belum pasti kebenarannya.
"Iya. Ternyata informanku sudah mendapatkan rekam medis tentang Michelle di sebuah rumah sakit yang menyebutkan dia sudah melahirkan seorang anak perempuan yang hidup dan sehat." sahut Sean.
Valeria menepuk-nepuk bahunya. "Benar katamu, Sean. Semoga saja ia juga mendapatkan tempat dan keluarga seperti Angela."
_____________________
"Aku tidak ingin diantar! Aku ingin pulang sendiri dengan taksi!" Angela menolak saat Rayhan mengatakan akan mengantarnya pulang.
"Fine! Kalau kau sebegitu inginnya pulang dengan taksi, pulanglah dengan taksi! Tapi aku juga akan ikut mengantarmu." Rayhan membanting pintu mobil yang ia bukakan untuk Angela.
Angela menatapnya dengan cemberut.
"Aku bisa gila kalau terus menerus melayani tingkahmu yang keras kepala ini, Angela. Sudah kukatakan aku tidak akan mengejarmu lagi. Apa kau tidak paham?!"
"Aku tidak perlu bantuanmu untuk menjaga diriku sendiri, Kak! Malah aku merasa tidak aman tiap kali kau ada di dekatku meski kau sudah menyatakan menyerah!" sahut Angela ketus.
"Tidak aman?"
"Apa masih perlu aku menjelaskan kenapa?!" bentak Angela. "Aku sudah mengijinkanmu menggunakan tubuhku dua kali. Dan tidak akan kubiarkan kau terus menerus mencari kesempatan mendapatkannya lagi!"
Ucapan terakhir Angela membuat kesabaran Rayhan yang biasanya selalu terkendali kini menguap tanpa sisa. Apa Angela selalu melihatnya seperti itu? Seorang lelaki yang mengincar untuk tidur dengannya? "Dengar, Angela. Terakhir kali aku lepas kendali itu karena pengaruh alkohol sialan yang kuminum. Kalau tidak, aku tidak akan sudi menidurimu lagi! Puas?!"
Sial...
Tanpa sadar kata-kata penuh dusta itu terlontar lagi karena terlalu memikirkan harga dirinya. Rayhan baru sadar setelah melihat ekspresi syok Angela dan ia menyesal telah mengucapkannya.
"Angela...maafkan aku. Aku tidak serius mengata.."
"Tidak perlu minta maaf!" potong Angela setengah berteriak. "Sebenarnya yang kauinginkan hanya membuatku terlihat bodoh dengan menyerahkan diri padamu bukan?" Ia berbalik dan berjalan cepat-cepat ke arah gerbang.
Rayhan cepat-cepat menoleh sekilas ke belakang dengan cemas sebelum mengejar Angela. Semoga Sean dan Valeria tidak melihat pertengkaran konyol mereka saat ini. Ternyata pintu rumah mereka sudah tertutup sehingga Rayhan merasa lega. Daniel dan Budi sudah pulang lebih dulu dan yang tersisa di halaman hanya tinggal mereka berdua. Untunglah halaman rumah Sean sangat luas sehingga suara berisik pertengkaran mereka kemungkinan besar tidak akan terdengar hingga ke dalam rumah. Hanya security penjaga pintu yang kemungkinan mendengarnya.
"Angela!!" Rayhan menyentuh bahu Angela dan membaliknya.
Plakkk!!
Yah...seperti yang sudah diduga ia mendapatkannya lagi. Tamparan dari Angela.
"Angela, kumohon..." Rayhan memeluk Angela dari belakang. Ia sudah siap jika sebentar lagi ia menerima pukulan atau reaksi penolakan lain dari Angela.
Tapi Angela hanya diam. Tubuhnya gemetar.
"Lupakanlah semuanya hanya untuk malam ini." ucap Rayhan pelan. "Lupakanlah kita memiliki dendam. Lupakanlah semua kata-kata yang pernah kuucapkan untuk menyakitimu. Lupakan segala pikiran burukmu tentang diriku. Aku memohon padamu, Angela."
Rayhan melepaskan pelukannya dan membalik tubuh Angela hingga mereka saling berhadapan.
"Malam ini kau hanya Angela dan aku hanya Rayhan. Bisakah kau melakukannya?"
Mata Angela menatapnya berkilat-kilat. Rayhan tahu Angela hampir menangis oleh kata-katanya tadi dan ia juga tahu bahwa Angela menahan untuk tidak memperlihatkannya sekuat tenaga. Perlahan-lahan ia menjadi hafal dengan karakter gadis itu.
Rayhan hampir tidak melihatnya karena hembusan angin malam yang bertiup dan membuat rambut pendek Angela melambai-lambai menutupi wajahnya tapi benar Angela sempat mengangguk pelan.
_____________________
"Omong-omong kenapa kakak tidak mengantarku pulang tapi malah membawaku ke tempat ini?!" Angela kembali memprotes dengan panik setelah ia sadar bahwa Rayhan membawanya ke sebuah hotel.
"Percayalah padaku, Angela! Aku sudah pernah berjanji untuk tidak memaksakan diri padamu lagi. Kau boleh berteriak jika memang aku mengingkari janjiku." Rayhan mengenggam erat kedua pergelangan tangan Angela saat baru saja akan berbalik ke arah berlawanan.
Angela memicingkan matanya curiga.
"Kau sudah setuju kalau kita saat ini hanyalah Rayhan dan Angela. Ingat?"
Setelah terdiam dan berpikir, beberapa detik kemudian Angela menghempaskan lengannya. "Baiklah!" Ia melenggang meninggalkan Rayhan memasuki lift. "Tapi aku tidak akan segan melakukan hal nekat jika kau berani mempermainkanku, Kak!"
"Aku mengerti." Rayhan mengangguk-angguk pasrah dan menekan tombol lift.
Angela tidak mau mengakuinya.
Tapi ia terpaksa mengakui dalam hati bahwa ia benar-benar terpukau dengan tempat ia berada sekarang. Saat remaja dulu ia jarang keluar rumah dan setelahnya ia berada di Sydney sehingga tidak pernah tahu dengan pasti apa saja hiburan malam yang ada di kota kelahirannya sendiri.
Ia kini berada di sebuah restoran yang terletak di sebuah atap gedung. Dari tempatnya duduk, Angela dapat melihat gedung-gedung dengan kilau lampu bersinar di sekelilingnya. Benar-benar indah.
Tapi ia tidak mengerti mengapa ia diajak kemari. Alisnya sampai berkerut memikirkan hal itu. Hari ini ia begitu banyak mengalami hal-hal di luar dugaan mulai dari reaksi Justin, drama penculikan konyol dan kini ajakan makan malam dari kakaknya. Sungguh suatu hari yang aneh.
"Aku tidak biasa makan malam." gerutu Angela saat memotong daging di piringnya dengan pisau dan garpu. Tadinya ia hanya ingin memesan minuman, tapi kakaknya memaksa dan memesankan makanan untuknya karena ia tidak kunjung memilih.
"Tubuhmu sudah begitu kurus, Angela. Apa yang ingin kau kecilkan lagi?"
"Aku sudah begitu banyak makan selama dua minggu aku pulang kemari dan lingkar pinggangku sudah bertambah satu inchi. Mikey tidak akan menyukai hal itu saat aku kembali nanti." sahut Angela sambil menyuapkan makanannya ke mulut. Bagi Angela yang sedang menjalani diet, rasa makanan yang berada di mulutnya saat ini teramat sangat nikmat sehingga ia menahan dirinya sekuat tenaga agar tidak menitikkan airmata haru. Baiklah, itu cukup berlebihan.
"Kau ingin kembali lagi?" Rayhan mengerutkan kening.
"Tentu saja." Angela menjawab sambil pura-pura menyibukkan diri pada makanannya. "Penghasilanku ada di sana."
"Sebenarnya kau tahu sendiri kalau kau tidak perlu bekerja, Angela. Papa tidak pernah menelantarkanmu."
"Aku yang menginginkannya." sahut Angela singkat. Ia tidak ingin menjelaskan panjang lebar tentang masa lalu kembali.
"Baiklah kalau memang itu kemauanmu. Tapi aku memikirkan kehidupanmu di sana."
"Apa ada yang salah dengan kehidupanku di sana?"
Rayhan tidak berkata apapun selama beberapa saat sebelum akhirnya melanjutkan. "Baiklah, aku akan jujur dan kuharap kau tidak tersinggung mendengarnya, Angela. Kita sudah melakukannya dua kali dan aku tidak bisa langsung mempercayai ucapanmu bahwa saat itu kau sedang dalam masa tidak yang tidak memungkinkan untuk terjadi kehamilan. Hanya itu. Jelas?"
Angela hampir tersedak mendengar pengakuan itu.
"Jadi kesimpulannya?"
"Kesimpulannya aku ingin memastikan kebenaran itu terlebih dulu. Sehari sebelum keberangkatanmu, kita ke dokter."
Rayhan langsung mendapatkan perhatian Angela saat itu juga. Sebelumnya Angela hanya menjawab pertanyaan tanpa mau repot-repot memandangnya.
"Baiklah! Meski kakak akan mendapatkan hasil yang sudah jelas untuk itu." sahutnya ketus.
"Tidak masalah. Setidaknya aku mendapatkan kepastian dibanding menerka-nerka."
___________________
"Terimakasih sudah mengajakku makan malam, Kak." Angela melepas sabuk pengaman dengan tergesa-gesa sambil menunggu kunci mobil terbuka. "Meski aku tidak mengerti apa yang membuatmu tiba-tiba berbuat seperti ini, tapi aku menikmatinya. Sungguh."
Ia segera mengambil tasnya dan tentengan yang berisi pakaian kotor sebelum keluar dari mobil.
"Terimakasih juga kau mau menemaniku malam ini, Angela."
Angela menoleh pada Rayhan yang juga ikut turun dari mobil dan bersandar di sana. Ia hanya memandang sekilas lalu cepat-cepat berlalu menuju pintu masuk apartment.
"Bisakah kau tersenyum sesekali?"
Kakaknya itu memang benar-benar aneh. Angela akhirnya menoleh sejenak. "Tidak ada hal yang lucu. Untuk apa aku melakukannya?"
Pertanyaan itu tidak memerlukan jawaban. Angela kembali berjalan dengan acuh tak acuh seperti biasa. Ponselnya terus bergetar sejak tadi. Seseorang menghubunginya tapi ia menahan diri untuk menerima.
Angela baru melihat ponsel setelah ia merasa aman di dalam ruang apartmentnya. Nomor asing. Angela sempat ragu. Tapi ia akhirnya pasrah menggeser layar ponsel sambil melempar tas dan tentengannya ke tempat tidur.
"Angela?"
"Siapa ini?" Angela menjawab dengan ketus.
"Penculikmu." terdengar suara tawa yang begitu khas setelahnya sehingga Angela menyadari siapa yang menelepon.
"Ada apa, Kak Daniel?" Angela menghela napas. Ia membuka laci nakas dan memberikan makanan pada Leonardo dengan tangan kanannya yang bebas. Tangan kirinya masih menempatkan ponsel di telinga.
"Mana Re?"
"Tentu saja ia sudah pulang! Kak Daniel kan pasti memiliki kontaknya. kenapa harus bertanya padaku?!" sahut Angela dengan kesal.
"Oh. Kupikir kau mengajaknya menginap di sana."
Angela merasa tergoda untuk segera menutup teleponnya tapi tidak ia lakukan. "Dengar, Kak. Sebelum kau memiliki fantasi yang terlampau jauh, akan kukatakan kalau tadi kami hanya makan malam dan setelah itu ia mengantarku pulang. Tidak terjadi apapun itu yang kaupikirkan!"
"Sayang sekali." Daniel berdecak. "Re yang malang. Padahal ia sedang berulang tahun dan tidak ada seorang pun yang mengingatnya."
Angela hampir menjatuhkan ponselnya karena terkejut.
Kakaknya...berulang tahun?
Angela tahu tanggal kelahiran kakaknya. Ia melihat jam tangannya yang berisi tanggalan dan menyadarinya seketika. Selama dua puluh satu tahun hidupnya, Angela belum pernah sekalipun melupakan ulang tahun kakaknya meski tidak pernah ia ucapkan. Sampai hari ini...
Kali ini ia lupa dan bahkan memperlakukan kakaknya dengan ketus.
Tanpa sadar ia mematung di tengah ruangan apartmentnya.
"Ulang tahunnya bertepatan dengan ulang tahun Vanilla. Sungguh suatu kebetulan yang lucu, bukan?" lanjut Daniel
"Ayahmu juga tidak pernah mengingat ulang tahun Re setelah ia menginjak remaja. Re juga tidak pernah repot-repot merayakannya. Ia tidak pernah mengatakannya padaku, tapi aku tahu ia menunggumu sejak siang tadi di kantor ayahmu karena kemarin kau mengatakan akan datang, Angela. Re sudah memesan sebuah tempat yang memerlukan reservasi yang sulit sejak beberapa hari lalu dan ia membatalkannya tadi sore."
"Gaun yang kaupakai sekarang sebenarnya dibeli olehnya karena tempat yang ia batalkan memakai dress code. Re hanya diam setelah rencananya buyar. Tapi aku tidak. Maka dari itu aku menculikmu, Angela sayang. Dan aku juga yang meminta tolong Valeria memberikan gaun itu padamu."
Angela hampir menangis mendengarnya. Sulit membayangkan semua hal itu dilakukan oleh kakaknya sendiri.
"Dan satu lagi...Karung goni itu ideku, bukan Re. Kuharap kau tidak terlalu menderita." Daniel berdeham tanpa rasa bersalah.
"Pertanyaanmu sudah terjawab sekarang?"
Angela mengangguk-angguk meski ia tahu Daniel tidak bisa melihatnya. "Iya..."
Angela memutus telepon.
Ia merasa begitu egois.
Dulu ia merajuk saat kakaknya tidak datang di perayaan ulang tahunnya yang ketujuh belas. Dan sekarang kakaknya tidak mengucapkan atau mengungkit sepatah kata pun mengenai hal itu.
Angela terduduk di meja makan dalam kesunyian selama lima belas menit sebelum memutuskan untuk memanggil taksi.
______________________
Rayhan terkejut bagai melihat hantu saat melihat Angela memasuki kamarnya. Ia merasa baru saja sampai di rumah beberapa menit yang lalu.
"Angela?"
Rayhan terheran-heran di awal tapi dengan cepat rasa itu berubah menjadi kemarahan.
"Kenapa kau kemari dan aku sudah mengatakan tidak aman bagimu menggunakan taksi seorang diri di tengah malam semacam ini!"
Angela tidak menyahut tapi malah mendekatinya dengan langkah cepat dan lebar. Ia mendorong Rayhan dan memojokkannya di dinding. "Kenapa tidak mengatakannya?!" Angela bertanya sambil menatap tajam Rayhan.
Rayhan berpikir sejenak sebelum bertanya balik. "Apakah Daniel?"
Angela mengangguk.
"Dia hanya berlebihan. Ini hanya suatu hal yang tidak penting. Laki-laki tidak pernah memikirkan hal-hal kecil semacam itu secara mendalam seperti wanita, Angela. Mengerti?"
"Empat tahun yang lalu kakak melupakan ulang tahunku dan mengucapkannya di kamarku saat itu. Hari ini aku yang melakukannya." ucap Angela tanpa ekspresi. "Selamat ulang tahun, Kak."
"Kau lupa aku menciummu saat itu. Apa kau tidak ingin melakukan hal yang sama juga?" Rayhan setengah bercanda mengatakannya.
Angela hanya terdiam menatapnya sehingga Rayhan berhenti tertawa. "Aku hanya bercan..."
"Apa kakak tidak keberatan kalau kucium?"
Rayhan merasa pendengarannya mulai bermasalah. Ia merasa tak percaya Angela bisa melontarkan pertanyaan semacam itu.
Dan ia semakin tidak mempercayainya saat mendengar jawabannya sendiri.
"Tidak."
Angela tidak mengatakan sepatah kata pun lagi, tapi wajahnya perlahan-lahan mendekat hingga bibirnya menyentuh bibir Rayhan. Rayhan sempat melihatnya menutup mata sebelum melanjutkan ciuman mereka lebih dalam. Seperti biasa segala perselisihan dan permasalahan di antara mereka seakan terlupakan jika sudah dalam kondisi seperti ini. Angela dan dirinya bagaikan dua kutub magnet yang berlawanan dan selalu tertarik satu sama lain secara alami.
Rayhan tidak menyangka Angela akan nekat mencarinya hanya untuk urusan sepele semacam mengucapkan selamat. Ia berharap Angela hanya akan mengucapkannya saja...lalu pergi. Bukannya mencium dan menyiksa Rayhan agar semakin menginginkannya. Tapi setiap berdekatan entah kenapa mereka selalu berakhir seperti ini.
Tangan Angela terulur ke belakang tengkuknya dan menariknya seakan menginginkan lebih. Tubuh Angela mendekat menekan tubuhnya di dinding. Rayhan dapat merasakan payudara Angela menekan dadanya.
Bagian bawah tubuhnya sudah mengeras sejak tadi dan itu berbahaya. Ia sebenarnya selalu bereaksi semacam itu dalam keadaan biasa jika berdekatan dengan Angela tanpa perlu dipicu. Jadi situasi semacam ini hanya semakin memperparah keadaan dan sama sekali tidak membantu. Terlebih lagi, Angela bukannya menjauh dan malah menggesekkan bagian tubuhnya kesana. Meski mereka masih dihalangi oleh berhelai-helai pakaian, tapi tetap saja terasa dan makin mengobarkan hasratnya.
Sial!! Angela sudah membuatnya mengucapkan janji terkutuk itu dan Rayhan berusaha mati-matian menepatinya agar tidak kehilangan kepercayaan Angela. Mengapa takdir memberinya cobaan berat semacam ini?
"Empat tahun yang lalu kita selesai hanya sampai di sini." Angela melepaskan ciuman itu dengan terengah-engah.
Rayhan sudah menduganya sejak awal. Seharusnya Angela tidak perlu melakukan adegan reka ulang ini jika mereka tahu harus menyudahinya. Rayhan sampai takut untuk melakukan setitik kecil gerakan agar bisa menenangkan diri. Ia membeku di dinding bagai seekor cicak mati dan mengalihkan pandangan ke langit-langit kamarnya.
Sepertinya ia terpaksa harus berendam air dingin setelah ini.
Tapi kelanjutan kata-kata Angela membuatnya berhenti berencana.
"Sekarang aku ingin melanjutkannya. Kakak tidak keberatan?"
Lalu Angela terdiam menunggu di depannya.
"Tidak." Rayhan tidak bisa menahan diri lebih lama lagi dan meraihnya.
"Kak...." Angela bergumam saat ia menjeda ciuman itu. "Apa kau benar-benar mencintaiku seperti yang kaukatakan?" Air mata membuat mata Angela berkilat-kilat saat menatap Rayhan.
Pertanyaan itu terdengar begitu memilukan. Angela mencurahkan segenap kekecewaan dan keputusasaannya. Betapa ia ingin mempercayai hal tersebut.
"Iya, Angela....iya." Rayhan mengangkat wajah Angela dengan kedua tangan lalu menghapus airmata itu. Ia tidak terlalu yakin Angela akan mempercayainya karena ia yang telah membuat airmata itu selalu mengalir dan memadamkan sinar bahagia yang dulu ada di mata Angela.
Angela menciumnya kembali dan kali ini lebih dalam dibanding sebelumnya. Rayhan dapat merasakan kerinduan di sana dan juga sebersit harapan. Ia masih bisa mendapatkan Angelanya kembali.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro