Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 27 - Second Chance

Ini adalah visualisasi Revaya Maharani aka Vaya sesuai pilihan salah satu pembacaku : Mackenzie Foy. Tapi MF baru berusia 15 atau 16 kalau tidak salah jadi bayangkan saja versinya jika berumur 21. #edisi maksa.

Angela memajang sebuah pot berisi tanaman anggrek di balkon apartmentnya yang kecil. Entah kenapa ia membeli tanaman anggrek tersebut padahal ia hanya menyewa apartment ini untuk sesaat. Ia juga membeli sebuah akuarium bulat dan memelihara seekor ikan mas koki yang ia namakan Leonardo. Mungkin nanti setelah pindah ia akan menitipkan mereka pada ayahnya.

Hari ini adalah hari kedua ia tidur di apartmentnya. Apartment itu tidak terlalu mewah tapi cukup bersih karena Angela harus berpikir dua kali jika menyangkut pengeluaran uang tabungannya. Untunglah fasilitas perabotannya cukup lengkap sehingga Angela tidak perlu membeli barang-barang berat lagi. Ia tidak mengatakan pada siapapun alamat apartmentnya kecuali ayahnya agar ia tidak terlalu sering mendapatkan gangguan.

Ia baru saja membeli sarapan paginya di sebuah minimarket yang ada di lantai terbawah apartment. Dan sekarang ia sedang duduk menaikkan kedua kakinya di kursi kayu yang ada di balkonnya sambil menghabiskan sisa sarapannya dengan tenang dan santai. Ternyata tidak buruk juga hidup sendirian. Angela bisa membayangkan bagaimana masa tuanya jika ia hidup dalam kesendirian seperti saat ini.

Masa tua? Apa ia membayangkan terlalu jauh?

Dulu saat remaja ia bahkan membayangkan dirinya menikah dan memiliki seorang anak perempuan yang bisa ia sayang sesuka hati. Angela akan menyisir rambutnya dan ia beri pita-pita kecil yang lucu lalu memakaikan gaun Elsa Frozen atau gaun princess apapun yang akan terkenal pada masa itu. Pasti sangat menggemaskan.

Tapi sekarang Angela merasa ia tidak akan bisa merasakan hal itu dalam waktu dekat....atau mungkin juga tidak akan bisa seumur hidupnya. Kehidupan ternyata tidak seindah impian. Sebenarnya Angela bisa mewujudkannya dengan begitu mudah. Ia tinggal menjalin hubungan dengan seorang pria, menikah dan melahirkan anak. Namun entah kenapa ia lebih senang memilih sendirian seumur hidupnya dibanding harus menikah dengan seseorang yang tidak ia inginkan.

Atau ia mungkin akan mengadopsi seorang anak jika sudah mapan nanti. Masih banyak anak yatim piatu seperti dirinya di dunia ini dan membutuhkan kasih sayang orangtua. Tapi apa seseorang yang belum menikah seperti dirinya boleh mengadopsi anak di Indonesia? Itu tidak begitu penting sekarang. Ia akan mencari informasi itu pelan-pelan nanti atau bertanya kepada ayahnya. Bukankah ia yang mengangkat Angela sebagai anak?

Ponselnya tiba-tiba berbunyi dan menyadarkannya kembali ke kenyataan. Ternyata itu adalah pesan dari ayahnya yang mengabarkan bahwa ia sedang banyak waktu senggang sekarang sehingga menyuruh Angela ke kantor untuk menemaninya jika sempat.

Angela langsung membalasnya saat itu juga. Sungguh suatu kebetulan bahwa ayahnya mengingatnya juga pagi ini di saat Angela baru saja akan menghubunginya. Mengunjungi ayahnya berarti juga disertai resiko bertemu kakaknya di kantor, tapi Angela tidak akan menggubrisnya lagi. Waktunya hanya sebentar di sini sehingga ia memutuskan akan menghabiskan waktu tersebut dengan menemani orang yang paling menyayangi Angela. Dan rasa kasih sayang itu membuat Angela sanggup menghadapi orang yang paling dihindarinya di muka bumi.

_____________________

"Aku tidak bisa hadir pada acara pesta itu, Pa. Aku sudah ada janji dengan Daniel nanti malam." Rayhan mengutarakan keberatannya.

Ryan hanya menghela napas. "Baiklah jika kau memang tidak bisa menghadirinya, Re. Lagipula itu hanya acara kumpul-kumpul biasa. Papa juga sebenarnya bosan menghadiri acara semacam itu sehingga Papa kepikiran untuk mengajakmu. Tapi apa boleh buat, itu acara rekan bisnis Papa."

"Sungguh, aku benar-benar minta maaf. Seandainya saja aku belum berjanji pada Daniel..."

"Papa, Angela datang!!" teriakan Angela yang terdengar begitu nyaring memotong ucapan Rayhan.

Rayhan agak terkejut Angela tiba-tiba muncul di depan pintu setelah beberapa hari ia tidak melihatnya. Angela terlihat begitu santai berjalan melaluinya dengan hanya memakai baju kaus longgar, celana jeans serta sandal jepit wanita. Ia memeluk dan mencium pipi ayahnya kiri kanan sebelum duduk di kursi depan meja.

Ryan tertawa akibat perlakuan Angela. "Suaramu masih saja terdengar manja seperti dulu, Angela."

"Aku sudah besar, Pa. Dan aku tidak semanja itu dulu." Angela mengerucutkan bibirnya lalu melirik meja ayahnya. "Bagaimana pekerjaanmu, Pa? Apa Papa perlu bantuanku? Aku bisa membantu Papa merapikan file. Ya? Ya? Papa sudah makan siang? Kalau belum, Papa bisa bersantai dulu. Serahkan saja semua padaku... " Angela mengambil lembaran-lembaran kertas yang berserakan di meja.

"Hentikan, Angela. Kau bukannya membantu, malah membuat bingung Papa nantinya." Ryan tertawa sambil merebut kembali kertas-kertas yang diambil Angela.

"Papa meremehkan kemampuanku!!" Angela merengek.

"Sudahlah, Angela. Erahkan saja kemampuanmu di bidang yang kau tekuni sekarang. Jangan mengganggu Papa."

Rayhan berdiri membeku, tertegun menatap interaksi Angela dan ayahnya. Ia tidak yakin apa yang terjadi di depannya sekarang nyata ataukah hanya halusinasinya saja. Dunianya seolah mendadak terhenti.

Ia merasa melihat Angela yang dulu lagi dan semua bayangan masa lalu itu berkelebat di depannya dengan begitu cepat. Angela yang ia rindukan...masih ada di sana...di suatu tempat yang paling terdalam di hati Angela saat ini dan sepertinya ia hanya memperlihatkan sosoknya itu pada orang-orang yang ia sayangi...

"Apakah aku mengganggu kalian?"

Suara gaduh di ruangan itu tiba-tiba terhenti akibat kedatangan seseorang di pintu depan. Angela menoleh dan melihat seorang laki-laki seumuran ayahnya dengan perut buncit dan wajah merah yang mengingatkan Angela pada Anpanman.

"Tentu saja tidak. Aku memang menantikanmu sejak tadi, David." Ryan berdiri diikuti Angela juga. Angela memberikan tempat duduknya pada tamu tersebut dan memutari meja untuk berdiri di sebelah kiri ayahnya.

David menyalami Rayhan yang sejak tadi ada di dekat pintu depan, lalu melakukan hal yang sama pada Ryan sebelum menduduki kursi yang tadinya merupakan milik Angela. Rayhan ikut mengambil tempat berdiri di sisi kanan ayahnya demi kesopanan.

"Kau kemari sendirian?" Ryan bertanya sambil kembali duduk di kursinya.

"Aku bersama Aldy. Tadi anak itu masih ke toilet." David memutar tubuhnya tepat pada saat pintu terbuka dan seorang laki-laki yang tidak setua sebelumnya memasuki ruangan lagi. "Ini dia datang."

"Selamat siang." Laki-laki itu mengulurkan tangan kembali pada Ryan, Rayhan dan terhenti pada Angela. "Dan ini adalah..."

"Ah, perkenalkan. Mungkin kalian berdua belum pernah bertemu dengannya karena selama ini ia tidak ada di Indonesia. Ini putriku, Angela." Ryan memperkenalkan. "Angela, ini teman Papa namanya Om David dan ini anaknya Aldy."

Angela menerima sambutan tangan mereka satu persatu sambil menyebutkan nama. "Papa, apa aku perlu meninggalkan kalian?" tanya Angela setelahnya.

"Jangan, Nak. Kami hanya sebentar dan kau harus tetap di sini." Om David melarang Angela sebelum ayahnya membuka mulut. Angela menoleh kembali pada ayahnya menunggu persetujuan.

"Mereka memang hanya berkunjung sebentar, Angela. Jadi tidak apa-apa kau di sini." sahut Ryan.

Angela mengangguk-angguk sambil tersenyum.

"Aku kemari hanya untuk mengingatkanmu agar tidak lupa datang nanti malam." lanjut David sambil melirik pada Angela kembali. "Dan kali ini kau harus mengajak putrimu yang cantik ini dan memperkenalkannya pada kami semua. Berapa usianya sekarang?"

Ryan hanya tertawa kecil menanggapi ucapan temannya sementara Angela merona. "Dia baru saja menginjak 21 tahun ini."

"Benarkah?! Ini bagus sekali!! Aldy juga baru saja putus dengan tunangannya padahal usianya sekarang sudah 26 tahun."

"Pa...itu hal yang tidak perlu kausebutkan." putranya memperingatkan ayahnya dengan geraman. David hanya terkekeh sementara Angela merasa agak gugup mendengar percakapan tersebut.

"Papa hanya bergurau, Al. Bukan maksud Papa menjodohkan kalian, tapi alangkah baiknya jika Ryan memperkenalkan Angela kepada semua orang. Bukan begitu?"

"Tentu saja. Aku memang berencana membawa Angela nanti malam jika ia setuju. Apa kau ada waktu, Angela?" Ryan menoleh pada putrinya.

Angela tersenyum dan mengedikkan bahu. "Aku tidak ada acara malam ini, Pa. Aku akan menemani Papa." sahutnya.

"Ini sungguh berita gembira!!" David menanggapi sebelum mulai mengoceh kembali.

Ini sungguh berita buruk!!

Semua orang sibuk dengan percakapan masing-masing sehingga Rayhan bersyukur tidak ada yang memperhatikan dirinya. Bersaing dengan satu orang seperti Justin yang merupakan teman dekat Angela saja sudah membuatnya kelabakan. Apalagi sekarang ditambah lagi ayahnya akan memperkenalkan Angela kepada semua orang! Apa-apaan ini?!

Rayhan tidak tahu harus bagaimana mengendalikan dirinya nanti saat melihat puluhan pria yang mungkin akan mendekati Angela. Saat ini saja darahnya sudah terasa mendidih dan ia harus menahannya mati-matian melihat laki-laki di depannya--anak rekan bisnis ayahnya yang bernama Aldy itu--memperhatikan Angela secara terang-terangan sejak tadi.

Entah kenapa Rayhan merasa mendapat paket penderitaan yang didapatkannya begitu komplit. Di saat ia mulai berusaha, Angela malah akan mulai mengenal laki-laki lain dengan beraneka ragam karakter dan menyadari bahwa dunia tidak hanya selebar lingkup pergaulannya selama ini. Singkatnya : menyadari banyak yang lebih baik dibandingkan Rayhan. Apalagi gadis itu bereaksi keras pada dirinya dan menganggap Rayhan sebagai wabah yang harus dihindari. Untuk menyentuh seujung rambut Angela saja sepertinya ia harus merelakan tubuhnya luka-luka.

Lama-lama ia mulai agak putus asa...

"Papa, sepertinya Daniel membatalkan rencananya nanti malam dan aku akan ikut bersamamu menghadiri pesta itu." Rayhan bergumam di samping ayahnya agar tidak terdengar oleh Angela yang sedang membaca koran di sofa. Tamu mereka juga baru saja pergi beberapa saat yang lalu.

Ayahnya mendongak sambil berbinar-binar. "Bagus sekali. Berarti ini pertama kalinya kita berjalan bersama sebagai satu keluarga."

"Iya. Benar sekali, Pa." Rayhan tersenyum.

____________________

"Kayaknya lama-lama lo mesti pindah sekalian ke rumah gue, Njel." Vaya berkomentar sambil menyesap tehnya dengan anggun.

"Kok gitu, Vay? Mentang-mentang gue baru sekali dua kali ke rumah lo." Angela mendongak dari tempatnya berguling-guling di tempat tidur Vaya. Setiap ke rumah Vaya, Angela pasti langsung menjatuhkan dirinya di kasur Vaya yang empuk dan sangat bergaya princess dengan renda-renda yang menjuntai.

"Sekali dua kali? Lo kesini tiap hari, Njel. Kayaknya lo cuma nyewa apartment cuma buat tempat tidur doang." gerutu Vaya.

Angela terkikik. "Harusnya elo jangan ngomong gitu, Vay. Gini-gini gue ke rumah lo pake pengorbanan numpang taksi bolak-balik kesana sini."

"Mending jangan kesini kalo gitu."

"Ihhhh, Vay jahat! Di mana lagi dapet temen kayak gue? Langka lho, Vay." Angela mengedip-ngedipkan bulu matanya.

Vaya menghela napas. "Perasaan, elo lebih deket ama Justin ketimbang gue. Tapi gue ngerasa lo lebih banyak ngabisin waktu ama gue selama lo ada di sini."

"Nah itulah, Vay." Angela langsung terbangun dan duduk menegakkan tubuhnya di sisi ranjang. "Gue bingung."

Vaya tidak mengucapkan sepatah kata pun tapi ia menunggu kelanjutan kalimat Angela.

"Sepertinya gue bakal nyuruh Justin mutusin gue. Kalau enggak ya gue terpaksa mutusin dia, Vay. Gue ngerasa bersalah terus meski hubungan gue sama dia cuma status aja, tapi tetep aja ini semua kerasa nggak bener. lo ngerti maksud gue kan?" Angela menoleh dan mendapati Vaya menatapnya.

"Gue anggap aja lo ngerti ya, Vay. Tapi gue ngga tega mutusin Justin. Dia udah baik banget ama gue selama empat tahun ini mulai dari nyariin tempat tinggal buat gue di Aussie sampai nyariin kerjaan. Tanpa dia mungkin hidup gue nggak seperti sekarang, Vay." lanjut Angela.

"Ya udah. Putusin aja." sahut Vaya santai.

Angela menoleh tak percaya pada Vaya. Susah payah ia menjelaskan panjang lebar dan ternyata komentar Vaya hanya sependek dan sesederhana itu? Apa Vaya benar-benar tidak memiliki hati seperti penampilannya selama ini?

"Ya, ampun, Vay. Seandainya aja bisa semudah itu tanpa gue mikir semua pertolongan Justin."

"Dia nolong elo, Njel. Dan sudah seharusnya dia nggak ngarep apapun dari itu. Hubungan kalian dan kebaikan dia seharusnya tidak saling berkaitan." Vaya terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Gue rasa Justin cukup dewasa dan nggak bakal nganggap semua itu sebagai balas budi."

Angela menelan ludahnya dengan gugup. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia mendengar Vaya mengucapkan kata-kata sebanyak tadi. Tapi semua nasehat itu belum bisa membuatnya mengambil keputusan. "Ini kan masih perkiraan lo, Vay. Seandainya saja Justin punya pikiran yang sama kayak elo."

Vaya berdiri dan menatapnya dengan tajam. "Sama atau enggak pun, lo harus menyadari kalau kehidupan yang lo jalani sekarang adalah milik elo, Njel. Justin atau siapapun nggak berhak memaksa kehidupan lo. Bahkan Papa lo sendiri yang memberi lebih banyak dari Justin sepanjang kehidupan lo sepertinya nggak pernah nuntut apapun, apalagi Justin. Bener nggak kata gue?"

Perkataan Vaya memang ada benarnya. Angela baru menyadari itu sekarang. Ayahnya selama ini tidak pernah melarangnya melakukan hal apapun seakan begitu mempercayai Angela tidak akan pernah mengecewakannya. Vaya yang memiliki ayah yang selalu mengaturnya tidak seberuntung Angela dan Angela tahu itu. Ia harus mengatakan keinginannya pada Justin saat bertemu nanti dan ia berharap Justin memang sedewasa yang diperkirakan Vaya.

"Makasi, Vay!!" Angela mendadak berdiri dan memeluk sahabatnya hingga Vaya terkesiap. "Elo baik banget."

Vaya mendengus kesal. Angela hanya tertawa sambil melepaskan pelukannya dan mengambil tasnya yang ia geletakkan sembarangan di kasur. "Ya udah, gue pulang dulu ya Vay. Gue ada acara ntar lagi ama Papa gue." pamitnya.

"Ntar gue panggilin sopir buat nganter lo pulang." Vaya mengangkat interkom dan menekan tombol. "Terus besok kalau mau kesini lo telpon gue!" perintahnya.

Belum sempat Angela menolak, seseorang sepertinya sudah mengangkat panggilan Vaya dan Angela tidak bisa menginterupsi. Padahal ia hanya bercanda masalah taksi tadi, tapi Vaya menanggapinya dengan serius.

_____________

"Kau batal menemaniku malam ini hanya untuk pergi ke acara pesta yang membosankan itu?" Daniel mengucapkannya dengan nada heran saat Rayhan baru saja menghubunginya. "Aku tak percaya ini."

Rayhan juga tidak percaya pada keputusannya yang sering berubah mendadak akhir-akhir ini. Ia merasa lebih sering melakukan tindakan konyol dibanding waras. "Mau bagaimana lagi. Ini adalah acara rekanan bisnis Papa, Niel."

Daniel tertawa. "Tadi sempat kupikir semua ini ada hubungan dengan Angela, tapi ternyata hanya karena ayahmu."

Rayhan mengumpat dalam hati karena Daniel tanpa sadar sudah menebaknya dengan benar. Ia melirik ke belakang, ke arah meja dimana Angela dan ayahnya duduk sambil tertawa ditemani Om David sekeluarga. Sial!! Sejak kapan mereka ada di sana? Rayhan menelepon cukup jauh meninggalkan Angela dan ayahnya di meja sehingga tidak mendengar ada orang lain yang ikut bergabung. "Sebentar, Niel. Nanti kuhubungi lagi."

Rayhan memasukkan ponselnya ke saku setelah memutus panggilannya dan kembali duduk di meja sambil menyapa mereka satu persatu. Ternyata mereka sudah akan beranjak pergi dari mejanya dan membuat Rayhan cukup lega. Tapi ia penasaran apa saja yang sudah dibicarakan oleh mereka tadi. Yang jelas ia hanya tahu bahwa Aldy meminta ijin ayahnya untuk mengajak Angela berkenalan nanti dengan teman-temannya setelah acara jamuan makan selesai. Dan berita buruknya, ayahnya mengijinkan.

"Kalau boleh Papa tahu apa kau saat ini sedang menjalin hubungan khusus dengan seorang lelaki, Angela?"

Rayhan hampir tersedak mendengar pertanyaan ayahnya yang tiba-tiba setelah kepergian keluarga Om David. Ia diam-diam menoleh untuk melihat reaksi Angela.

"Kenapa Papa tiba-tiba bertanya hal itu?" Angela yang tadinya sibuk memotong steak menoleh sambil tersenyum.

Ryan tertawa. "Papa tidak melarangmu memiliki pacar, Angela. Hanya saja apakah itu ada hubungannya dengan keputusanmu untuk tinggal di apartment sendiri."

Angela tampak terkejut dan merona. "Tentu saja tidak, Papa. Aku benar-benar tinggal sendirian di sana. Bahkan Justin pun tidak tahu alamat apartmentku, Pa. Jangan khawatir." tampik Angela.

"Baguslah kalau begitu." komentar Ryan.

Rayhan merasa agak lega mendengar jawaban Angela. Pikiran-pikiran negatif tentang Angela selama beberapa hari ini telah membuatnya merana dan bahkan mengganggu tidurnya. Tapi ternyata Angela hanya hidup sendiri di sana.

"Kalau tidak salah Justin adalah teman sekolahmu dulu, bukan? Yang sering mengunjungimu di rumah." lanjut Ryan.

"Ingatan Papa sungguh hebat!" puji Angela. "Justin sangat baik, Pa. Dia tidak pernah mengajakku melakukan hal-hal negatif, meski ia anak pemilik klub. Dia bahkan yang merekomendasikanku sehingga aku memperoleh pekerjaan dengan mudah di Sydney. Selama empat tahun berpacaran kami hanya pernah berciuman beberapa kali, lalu..."

Angela menyebutkan semua kelebihan Justin dengan mata yang berbinar. Cukup untuk membuat Rayhan menelan makanan dengan susah payah karena merasa iri. Makanan yang ia telan terasa seperti bongkahan koral melewati kerongkongannya. Ternyata Justin yang selama ini menolong Angela selama berada di negeri orang. Bagaimana ia bisa mendahului Justin untuk yang satu ini? Yang pasti Justin telah menjadi orang yang paling mulia di mata Angela setelah ayahnya. Pantas saja Angela tidak terpisahkan dengan laki-laki itu.

"...dan bahkan ia selalu menghubungiku setiap hari selama aku ada di Sydney, Pa. Kadang aku menolak teleponnya karena ia begitu menyebalkan selalu menggangguku." Angela ternyata masih terus melanjutkan celotehannya mengenai Justin. "Kadang kalau aku tidak mengangkatnya seharian di telepon dan tidak menjawab pesannya, ia menelpon managerku, Pa! Bayangkan! Ia menelpon managerku! Aku tidak habis pi..."

"Aku permisi jalan-jalan dulu."

Perbincangan Angela terhenti karena Rayhan berdiri mendadak dan membuat kursinya berderit dengan keras. Ryan juga berhenti mendengarkan Angela dan mendongak menatap Rayhan.

"Kalian lanjutkan saja." Rayhan memaksakan diri menampakkan senyumnya. "Aku akan kembali beberapa menit lagi."

Rayhan berlalu meninggalkan Ryan dan Angela duduk berdua saja. Mereka mengawasi punggung Rayhan yang menjauh menuju taman yang temaram di samping aula hotel tempat acara berlangsung.

"Aku merasa kakakmu sedang kesal sejak siang tadi, Angela." Ryan menghela napas sambil menoleh pada putrinya. "Tapi Papa tidak tahu karena apa."

Angela menatap meja dengan pikiran menerawang. Ia memang sengaja tidak mempedulikan kakaknya dan menyibukkan diri dengan membicarakan hal-hal lain. Tidak mungkin kekesalan kakaknya ada hubungan dengan hal tersebut bukan?

"Bagaimana Papa bisa tahu?" tanya Angela.

"Tentu saja Papa tahu. Papa sudah mengenalnya sejak bayi." ia tertawa. "Jangan katakan kalau semua ini karena kalian bertengkar lagi. Hubungan kalian baik-baik saja bukan?" Ryan menatap curiga.

"Please, Pa. Kami tentu saja sudah tidak bermusuhan lagi. Itu hanya masa lalu." Angela meringis. Ini kebohongan pertama yang ia lakukan pada ayahnya.

"Syukurlah kalau begitu." ayahnya terlihat lega. "Aku sangat khawatir pada kalian. Rayhan memang sudah menyakitimu dan ia mengakui pada Papa apa saja yang ia ucapkan padamu empat tahun yang lalu. Tapi ia menyesal melakukannya dan Papa bisa melihat itu. Percayalah pada Papa dan jangan dendam padanya lagi." Ryan menggenggam tangan Angela di meja.

Kata-kata yang sama yang pernah diucapkan kakaknya terdengar berbeda saat ayahnya yang mengucapkan. Ayahnya selalu tulus padanya dan ia tidak pernah berbohong pada Angela. Sekarang ia hampir menitikkan airmata karena ayahnya mengatakan bahwa kakaknya telah menyesal menyakitinya. Jadi benar kakaknya telah menyesal...

"Sebenarnya kakakmu orang yang baik dan menyenangkan. Papa harap ia juga bisa menjadi orang pertama yang akan kau cari jika membutuhkan bantuan saat Papa tidak ada di dunia ini." Ryan menepuk-nepuk tangan Angela.

"Jangan berkata seperti itu, Pa!" Matanya membesar karena cemas mendengar kata-kata yang baru saja diucapkan ayahnya. "Papa tidak boleh meninggalkanku! Tidak boleh!" Angela tanpa sadar merengek seperti anak kecil.

"Papa hanya mengatakan 'jika'." Ia mengelus rambut Angela sambil tertawa. "Tapi seharusnya kau tahu Angela bahwa semua manusia pasti akan menghadapNya suatu saat nanti."

"Iya aku tahu, Pa. Tapi tidak sekarang. Aku belum siap." Angela merengut. Meski dalam hati sesungguhnya sampai kapan pun ia merasa tidak akan pernah siap.

_________________

"Dia pernah menjadi model tidak resmi Victoria's Secret."

Rayhan baru saja melewati pintu pembatas antara ruangan dan taman saat mendengar suara tersebut. Langkahnya tanpa sadar terhenti untuk mendengar kelanjutannya. Semoga tebakannya tidak benar bahwa yang dibicarakan adalah Angela.

Ia mengintip mereka dan mendapati bahwa ternyata itu adalah Aldy yang sedang bercakap-cakap dengan keempat temannya. Untunglah ia berdiri di sebelah tanaman hias yang cukup dekat namun agak remang-remang agar sedapat mungkin tidak terlihat oleh mereka.

"Darimana kau tahu?"

"Adik dari temanku yang kebetulan satu sekolah dengannya saat masih SMU dulu. Aku langsung menyelidikinya di internet dan memang benar." jelas Aldy. Rayhan hanya hafal dengan suaranya. Ia tidak mengenal keempat teman Aldy yang lain.

"Pantas saja ia memiliki tubuh yang menggiurkan. Kau beruntung jika berhasil mendapatkannya, Al." celetuk temannya.

"Tapi kau perlu menyelidiki lebih lanjut tentang status gadis itu, Al." terdengar suara temannya yang lain. "Kabarnya ia bukan anak kandung Ryan Pramoedya dan yang lebih mengenaskan lagi ada yang mengatakan ia anak haram dari hubungan Ryan dan selingkuhannya. Entah yang mana yang benar."

"Masa?"

"Berarti jika berita itu benar, ia adalah anak dari seorang wanita jalang." suara teman Aldy yang lain terdengar bergidik jijik. "Tapi tidak apa juga jika kau ingin mendekatinya untuk main-main, asal jangan sampai menikahinya." ia tertawa diikuti teman-temannya yang lain.

Rayhan begitu gusar hingga keluar dari persembunyiannya dan mengejutkan mereka hingga berhenti tertawa terutama Aldy.

"Angela bukan anak haram ataupun anak dari hasil perselingkuhan ayahku. Kedua orangtuanya sudah meninggal dan ayahku mengangkatnya secara sah sebagai anak. Apa ada yang ingin kalian ketahui lagi?" Rayhan mengucapkan serentetan kata itu dengan penuh kemarahan di hadapan beberapa pasang mata yang memandangnya kebingungan.

"Siapa dia?" celetuk seorang teman Aldy yang bertubuh agak gemuk.

"Dia...kakak Angela." Aldy berdeham dan semua terlihat menunduk memasang tampang tidak enak. "Maafkan ulahku dan teman-temanku ini. Kami semua benar-benar tidak tahu dan asal mengucapkannya saja. Sekarang kami sudah tahu kenyataannya langsung darimu dan tentu saja tidak ada keraguan lagi." Ia meminta maaf secara terbuka pada Rayhan.

Untung saja Aldy masih memiliki kesopanan sehingga Rayhan mulai bisa menurunkan emosinya yang sejak tadi berusaha ia tahan dengan susah payah. "Baiklah kalau begitu."

Rayhan berbalik dan berjalan menuju taman secepat yang ia bisa. Ia mengambil anggur dari seorang waiter yang kebetulan lewat dan membawanya di tangan. Tubuhnya memerlukan minuman keras tapi ia tidak akan meminumnya sekarang dalam jumlah banyak dan anggur ini bisa membantu dalam kadar yang membuatnya tetap sadar.

Ia pasti sudah gila...

Baru saja ia mendengar dirinya sendiri membela Angela?

Apa ia tidak salah dengar?

Melihat mereka menyebut adiknya anak dari seorang wanita jalang membuat Rayhan kehilangan kesabaran padahal sebelumnya kata itu sebetulnya adalah sebutan favoritnya juga untuk Angela. Itu sebelum ia mengenal Angela. Saat dendam untuk kesedihan ibunya masih mengendap di hati Rayhan....Dan terkadang saat ia cemburu mendapati Angela bersama laki-laki lain.

Tapi dengan begini ia bisa memastikan bahwa Aldy dan teman-temannya itu setidaknya akan berpikir dua kali jika ingin mempermainkan Angela.

Ia berjalan ke sudut terjauh taman di mana orang-orang sudah mulai tidak tampak berlalu lalang dan duduk di sebuah tempat yang dinaungi oleh bayang-bayang pohon. Untung saja ia memakai jas sehingga tidak akan gatal-gatal saat merebahkan punggungnya di hamparan rumput.

Mendengarkan Angela menceritakan Justin sepanjang makan malam hanya membuatnya suntuk dan tidak ingin kembali hingga acara selesai. Sialnya lagi saat mengambil ponsel untuk menelepon Daniel ia mendapati ponselnya mati karena low batt. Kenapa ia begitu ceroboh hari ini dengan tidak mempersiapkan segalanya? Anggur di gelasnya bahkan sudah habis sejak tadi.

Tahu begini ia tadi tidak akan membatalkan acaranya bersama Daniel dan malah memilih menghadiri acara tidak berguna ini. Semua ini gara-gara Angela. Entah sejak kapan ia memiliki rasa posesif yang begitu besar terhadap Angela meski Angela bukan miliknya dan bahkan sudah menolaknya berkali-kali tanpa ragu. Tapi ia tidak rela jika ada pria lain yang berhasil memasuki hati Angela dan menggeser kedudukannya disana. Rayhan tidak akan membiarkannya. Angela hanya akan menjadi miliknya meski gadis itu tidak mau mengakuinya lagi sekarang.

"Ternyata kau ada di sini, Kak!" Rayhan membuka mata dan mengira dirinya hanya berhalusinasi mendengar suara Angela. Tapi itu memang benar Angela, berdiri di samping tubuhnya sambil mengatur napas seperti habis berlari. Tangan kanannya menenteng sepatu high heels yang ia lepaskan dan Rayhan melihat kaki Angela telanjang di atas rumput.

"Papa meneleponmu karena ingin pulang tapi ponselmu tidak aktif. Aku terpaksa mencarimu kemana-mana. Ternyata kau tidur-tiduran di sini! Sungguh merepotkan!" gerutu Angela lalu hendak berbalik. "Aku sudah menyampaikannya. Sekarang kembalilah sendiri."

"Tunggu, Angela!!" Sebelum Angela berbalik dan menapak langkah pertamanya, Rayhan menarik pinggiran gaun Angela sehingga Angela kehilangan keseimbangan. Ia berteriak dan terjatuh di atas tubuh Rayhan dalam posisi memeluknya sambil mengumpat-umpat.

"Kau sengaja melakukannya!!" Ia menampar Rayhan yang kebetulan terpampang di hadapannya sehingga Angela bisa melakukannya tanpa kesulitan.

Seperti biasa satu penderitaan setiap menyentuh Angela...Rayhan merasa pipinya berdenyut kesakitan tapi ia tidak peduli.

"Iya, aku sengaja." Rayhan tertawa dan tiba-tiba memeluk tubuh Angela tanpa mempedulikan Angela yang meronta-ronta dalam dekapannya. Sudah lama Rayhan merindukannya dan memeluk Angela seperti ini membuatnya begitu senang.

"Lepaskan aku, Kak!! Tingkahmu ini sungguh menjijikkan! Lepaskan!!" Angela berteriak sambil memukul-mukul punggungnya. Rayhan tetap tertawa sambil menyurukkan kepala di tubuh Angela tanpa melepaskannya.

"Lepaskan, Kak..." lambat laun ia merasakan pukulan dan teriakan Angela mulai melemah. Rayhan bahkan dapat merasakan sentuhan telapak tangan Angela yang menyusuri punggungnya, mendengar deru napas Angela di telinganya. Apa hanya pikirannya saja bahwa Angela tidak bisa menahan kedekatan fisik juga terhadap dirinya?

Ia melakukan hal yang sama terhadap Angela, mengelus punggung gadis itu mulai dari yang tertutup gaun hingga kulit punggungnya yang telanjang bersentuhan langsung dengan telapak tangannya.

"Uhhh...uhhh..." Rayhan mendengar erangan lolos dari bibir Angela dan punggung gadis itu gemetar. Ia melepaskan Angela perlahan dan mendongak menatapnya. Angela juga terdiam menatapnya dan Rayhan tidak tahu apa yang dipikirkan oleh gadis itu. Yang jelas tidak ada kemarahan di mata Angela seperti tadi.

Ia mengangkat tangannya dan mengelus pipi Angela. Angela tidak mengelak dari sentuhannya. Kedua tangan Angela masih bertumpu pada bahunya dan sepertinya ia tidak sadar melakukannya.

Rayhan tidak menyia-nyiakan kesempatan langka yang ia dapatkan saat ini untuk menyentuh Angela, tapi ia berhati-hati dan hanya menyentuh Angela di tempat-tempat tertentu yang tidak akan membuatnya lepas kendali. Ia menyentuh rambut Angela dan merasakan setiap helainya yang lembut. Lalu menyusuri telinga dan kembali ke pipi Angela. Dulu pipi itu agak berisi dan tembam. Sekarang Angela memiliki bentuk wajah yang melengkung sempurna, mendukung keanggunan wajahnya.

Yang tidak diduganya adalah Angela tiba-tiba menyurukkan wajahnya ke tangan Rayhan seperti seekor anak kucing yang manja. Ia tidak pernah melihat Angela seperti ini sebelumnya. Rayhan mencoba menarik wajah Angela mendekat dan gadis itu tidak melawan. Saat bibir Angela menyentuh bibirnya, Rayhan malah berdoa dalam hati agar ia bisa menahan diri untuk tidak mencium Angela secara berlebihan. Angela juga tidak mungkin akan memberikan ciuman yang terlalu intim padanya jadi Rayhan merasa agak aman untuk sesaat.

Tapi entah kenapa dugaannya selalu meleset hari ini. Angela tidak memberikan ciuman manis padanya, tapi ciuman yang begitu dalam dan menggebu-gebu sehingga membangkitkan hasratnya yang sudah Rayhan tahan mati-matian sejak tadi. Sial!! Ada apa dengan Angela?!

Baru saja ia akan melepaskan Angela perlahan, gadis itu malah mempereratnya dan memeluk Rayhan mendekat. Rayhan tidak bisa menahannya lagi. Akhirnya tangannya menyentuh Angela disana...di payudara gadis itu dan ia dapat merasakan ujungnya yang mengeras di balik gaun hitam Angela. Erangan Angela tertangkap oleh bibirnya.

Ia jadi ingin merasakan lebih...Samar-samar Rayhan masih teringat bahwa meski tersembunyi, mereka ada di tempat umum.

Ia melepaskan Angela dengan paksa dan segera berdiri sambil menarik Angela bersamanya. "Papa sudah menunggu, Angela. Ayo kembali."

Rayhan terpaksa mengucapkannya dengan tenang padahal ia sudah ingin berteriak untuk kesialannya hari ini. Kenapa Angela bertingkah seperti ini di tempat dan kondisi yang sungguh tidak tepat? Jika mereka ada di kamar, tidak ragu lagi Angela pasti sudah ada di bawah tubuhnya saat ini tanpa busana apapun.

Bayangan itu hanya membuatnya semakin tersiksa. Ia harus memikirkan hal lain seperti berapa jumlah Panda yang tersisa di dunia tahun ini atau nilai tukar mata uang Zimbabwe terhadap rupiah. Pokoknya apa saja yang bisa membuatnya berpikir keras dan lupa pada Angela.

Angela terlihat baru sadar dan syok akan kenyataan yang terjadi. Ia berusaha keras berdiri tegak dengan kedua kakinya. Rayhan berjalan ke sebelahnya dan mengambilkan sepatu Angela agar tidak tertinggal. Mereka berjalan dalam diam menuju aula dan Angela merampas sepatunya dari tangan Rayhan saat mencapai teras.

"Aku harap kakak tidak pernah melakukan hal seperti tadi lagi." Angela menggerutu sambil mengenakan sepatunya.

"Aku?! Aku yang memulainya?!" Rayhan serasa tak percaya mendengarnya. Apa Angela tidak sadar bahwa ciuman itu yang telah menghancurleburkan pertahanan diri Rayhan?

Angela menoleh padanya dengan galak. "Tentu saja! Memangnya kakak pikir siapa lagi?! Siapa yang menarik dan memelukku tadi di saat aku baru saja akan berbalik dan meninggalkan lokasi? Siapa?!"

"Baiklah! Baiklah! Itu aku. Aku yang memelukmu dan aku juga yang menciummu." Rayhan mengangkat kedua tangannya dengan kesal karena tidak ingin meneruskan perdebatan tiada henti itu. "Bisakah kita pulang sekarang?"

Angela juga tidak meneruskan lagi dan malah merona mendengar ucapannya. "Tentu." Ia berbalik sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

_________________

Angela merasa sangat malu!

Bisa-bisanya ia lepas kendali dan bertingkah murahan seperti tadi. Seperti bukan dirinya saja. Ia harus mengingatkan dirinya berulang kali bahwa ia bukan Angela yang dulu lagi. Bukan Angela yang tergila-gila pada kakaknya!

Angela berpikir tidak ada gunanya ia pura-pura tidak menyadari kenyataan. Tubuhnya memang berubah, penampilannya juga berubah. Bahkan ia juga berusaha merubah karakternya. Tapi jauh di dalam cangkang itu, ia tetaplah Angela yang dulu. Ia tidak tahan berdekatan dengan kakaknya. Angela bahkan selalu merindukan sentuhannya setiap saat. Perpaduan tekad kuat dan rasa dendamlah yang berhasil membuatnya bertahan selama ini. Dan sekarang rasa dendam itu mulai terkikis...hanya meninggalkan tekad kuat yang tidak cukup bagi Angela.

"Kau ingin tidur di sini atau pulang ke apartmentmu, Angela?" ayahnya bertanya setelah mereka sampai di rumah.

Angela sebetulnya ingin menginap tapi ia ingat akan si kecil malang Leonardo yang belum ia beri makan seharian ini. "Aku akan pulang, Pa."

"Sayang sekali. Kupikir kau akan menginap." ayahnya tersenyum.

"Besok aku akan menemuimu lagi, Pa." rayu Angela.

"Baiklah kalau begitu." Ryan menghela napas lalu berbalik menoleh pada Rayhan. "Re, kau bisa antar adikmu pulang?"

Angela merasa lantai yang dipijaknya amblas mendengar ucapan terakhir ayahnya. Ia tadi kemari dengan mobil Vaya dan tidak memikirkan cara untuk pulang. Apa ayahnya itu tidak tahu bagaimana hubungannya selama ini dengan kakaknya? Oh ya...ayahnya memang tidak tahu dan menganggap mereka tidak bermusuhan lagi. Ia tidak bisa menyalahkan ayahnya.

"Memangnya tidak ada sopir, Pa?" ringis Angela.

"Sopir masih pulang kampung dan belum kembali, Angela." kakaknya menyahut di belakang ayahnya. Ia terlihat menahan tawa. Issshhh... Angela tidak akan membiarkannya senang dengan mengetahui alamat apartmentnya saat ini.

"Kalau begitu aku pakai taksi saja, Pa. Kasihan Kak Re harus..."

"Jangan sungkan adikku sayang. Ayo pulang." sebelum Angela menyelesaikan ucapannya tadi, kakaknya ternyata sudah melangkah maju menggamit lengannya dan menyeretnya menuju pintu depan.

"Hati-hati ya, kalian." Angela menoleh dan mendapati ayahnya melambaikan tangan sambil tersenyum. Kelihatannya gembira melihat kedua anaknya rukun.

"Lepaskan tanganku, Kak! Kau pasti sangat gembira karena sudah berhasil memperdaya Papa! Benar bukan?" Angela mulai memprotes saat sudah sampai di depan mobil.

"Masuk." kakaknya tidak mempedulikannya dan hanya membukakan pintu. Angela terpaksa menurutinya dan duduk dengan mengerucutkan bibir. Ia memandang lurus ke depan tanpa mempedulikan kakaknya yang memasuki mobil juga dan duduk di sebelahnya.

Angela merasa kakaknya memandanginya begitu lama hingga ia merasa canggung. Ia tidak tahan lagi dan menoleh dengan galak. "Apa lagi?!"

Tiba-tiba kakaknya mencondongkan tubuh ke arahnya dan mendekati Angela sambil mengangkat tangannya menuju wajah Angela. Sial!! Kakaknya memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dan ia pasti akan berbuat mesum pada Angela sekarang! Apa ia tidak sadar bahwa mereka masih ada di rumah dan ayah mereka bisa memergoki kegiatan mereka sewaktu-waktu?

"Kak!! Apa yang kaulakukan?! Kau benar-benar tidak bermo..."

Ia terhenti karena mendengar bunyi klik.

"Sabuk pengaman Angela." kakaknya tersenyum penuh arti.

Angela merasa malu dua kali lipat daripada tadi! Ia sampai bisa merasakan rona panas yang menjalari wajahnya. Pasti wajahnya sekarang sudah sangat merah seperti kepiting rebus. Sebenarnya siapa yang berpikiran mesum?! Dirinya?!

Angela tidak terima semua ini, tapi siapa yang harus ia salahkan? Kakaknya? Kakaknya memang sengaja mengerjainya dan Angela begitu bodoh sehingga bisa masuk perangkap. Baiklah ini semua salah Leonardo!! Ia yang paling tepat untuk dijadikan kambing hitam, meski ia seekor ikan. Siapa suruh ia begitu bodoh dan tidak bisa memberi makan dirinya sendiri.

Mereka sampai di depan apartment setelah Angela memberikan petunjuknya dengan pasrah. Ia merasa sia-sia menyewa apartment ini sekarang, tapi ia harus bertahan dan tidak boleh lupa mengunci pintu lagi. Harus!

"Tidak buruk juga." komentar Rayhan dari dalam mobil setelah mendongak untuk mengamati.

"Maaf, aku tidak mungkin menyewa apartment mewah untuk diriku sendiri. Jadi beginilah." Angela menghela napas. "Bisa kaubuka kuncinya sekarang?"

"Kau tidak ingin mengundangku masuk?" Rayhan tentu saja mendapat balasan pelototan dari Angela setelah mengutarakan pertanyaan tersebut. "Aku hanya bergurau."

Angela bergegas membuka pintu dengan tidak sabar setelahnya. Rayhan juga turun dari mobil dan mengikuti Angela.

"Kenapa kakak mengikutiku?" Angela menoleh dengan kesal tanpa menghentikan langkahnya.

"Mengantarmu."

"Tidak perlu! Pulanglah!!"

"Apa kau benar-benar hidup sendiri, Angela?" Rayhan berhenti dan entah kenapa ia menanyakan itu.

Angela juga berhenti dan berbalik berjalan menuju ke arahnya sambil tersenyum. "Tidak. Aku hidup berdua dengan Leonardo. Puas?"

"Leonardo?!" Rayhan berjengit. Ia tidak pernah mendengar teman Angela yang bernama Leonardo. "Kau pasti hanya bercanda bukan?"

Angela tidak menjawabnya dan hendak berbalik. "Selamat malam, Kak. Terimakasih sudah mengantarku."

"Angela." Rayhan berteriak padanya meski Angela tidak menoleh ataupun berhenti. "Aku serius dengan ucapanku tempo hari di lift meski kau mungkin tidak mempercayainya."

Angela terus melangkahkan kaki tanpa menggubris.

"Apa kau tidak bisa memberiku kesempatan kedua?"

Angela tidak menoleh.

"Kalau tidak, aku akan menyerah sekarang."

Itu adalah kata-kata terakhir yang bisa didengar Angela karena Angela sudah berlalu memasuki gedung tanpa menjawabnya.

Semuanya sudah jelas bagi Rayhan.

Angela tidak pernah akan mau menerimanya lagi.

***

Ini udah 5000 kata lho...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro