Part 21-The Feeling
"Kenapa kakak mengajakku kemari?"
Angela bertanya setelah Rayhan baru saja menghentikan mobilnya di garasi. Mereka sampai di rumah pada pukul tiga pagi.
"Jadi kemana aku harus mengajakmu? Seingatku hanya di sini rumahmu." Rayhan menjawab tanpa menatap Angela karena tidak ada gunanya menatap gadis itu. Angela memakai kacamata hitam.
"Aku akan menemui Papa di kantor besok, tapi aku tidak ingin tidur di sini." Angela menjawab singkat dan mengeluarkan ponselnya.
"Menghubungi siapa?"
"Taksi....Kak!" Angela terkesiap karena Rayhan langsung merampas ponsel dan mematikannya. "Apa maksudmu?! Kembalikan ponselku!" Angela menggertakkan gigi.
"Seharusnya aku yang bertanya hal itu padamu!" bentak Rayhan. "Sial! Kau selalu membuatku kehilangan kesabaran."
Angela terdiam sehingga Rayhan melanjutkan.
"Dia tidak ada di sini jika kau memang memikirkannya." Rayhan mengembalikan ponsel Angela sambil membuka pintu mobil. "Aku lelah dan tidak ingin berdebat denganmu sekarang." Ia keluar dan membanting pintu mobilnya meninggalkan Angela dalam kesendirian.
Dia tidak ada di sini...
Ia mengerti siapa yang dimaksud oleh kakaknya, tapi sebenarnya bukan hanya itu yang ada dalam pikirannya.
Satu hal lain yang lebih mengerikan dibanding Tania adalah perasaannya sendiri. Angela sudah melaluinya. Ia sudah melakukan hal yang paling sulit yang telah ia pikirkan bertahun-tahun selama hidupnya yakni tidur bersama kakaknya. Hal yang paling sulit sekaligus paling ia inginkan. Dan ia tidak akan membiarkan kakaknya tahu tentang hal tersebut.
Nyatanya ia sudah berhasil.
Ia sudah tidur dengan kakaknya dengan cara terdingin dan tercepat yang bisa ia lakukan. Selama ia hidup bersama Taylor dan Chloe, teman-temannya itu sering bercerita bahwa berhubungan seks bisa menjadi sangat menyenangkan dan membuat seseorang ketagihan. Angela mengingat hal tersebut dan merasa khawatir. Ia sudah berusaha mati-matian untuk tidak menikmatinya dan syukurlah rasa sakit itu juga membantu. Ia juga sudah berakting berani dan genit yang memang ia sengaja agar kakaknya tidak berlama-lama dengan dirinya. Itu juga ajaran teman-temannya. Cara menggoda pria.
Dan ia juga sudah mengikrarkan dengan jelas bahwa tidak akan melakukannya lagi dengan kakaknya itu untuk yang kedua kali. Alasan yang sebenarnya sederhana : karena ia masih memiliki rasa terhadap kakaknya.
Angela meyakini dengan mantap bahwa kehidupan yang ia jalani selama ini dengan tidak melihat kakaknya, tidak bertemu kakaknya dan tidak memikirkannya benar-benar membuahkan hasil. Ia sudah merasa tidak mencintai kakaknya lagi.
Dan keyakinannya selama empat tahun tersebut ternyata dihancurkan dengan hanya pertemuan sehari.
Ada apa dengan dirinya?
Kakaknya sudah menyakitinya, sudah mengatainya wanita murahan, sudah mengatakan ibunya wanita jalang. Bahwa Angela tidak pantas untuknya karena ia hanya gadis biasa, tidak berasal dari keturunan yang memiliki harta dan kecantikan.
Lalu kenapa Angela masih mencintainya?
Oh, Tuhan! Kenapa ia tidak bisa melupakannya meski orang itu telah menyakiti hatinya dengan begitu rupa? Kenapa...
_____________
"Angela!!" Ayahnya menatap tak percaya saat Angela turun dan memeluknya pagi itu. "Apa aku bermimpi?"
Angela tertawa. "Aku benar-benar Angela, Papa." Ia semakin mempererat pelukannya.
Rayhan yang saat itu sedang berdiri di dekat meja makan menoleh pada reuni mereka sekilas.
"Kau benar-benar membuat kejutan untuk Papa, Angela." Ryan memegang kedua bahu putrinya dengan mata berkaca-kaca. "Lihat! Dirimu begitu berubah sekarang. Bertambah tinggi dan cantik."
"Aku banyak makan, Papa." pungkas Angela. Ia memang banyak makan tapi hanya makanan-makanan dari Mick yang bersifat menyiksa. Cantik? Angela tidak begitu heran. Ayahnya selalu mengatakan dirinya cantik sejak ia masih kecil.
"Kapan kau pulang? Kenapa tidak mengabarkan pada Papa sebelumnya? Papa kan bisa menjemputmu ke bandara kalau kau mengatakannya."
Angela melirik pada kakaknya. Ia menunggu kakaknya menjawab atau memberikan semacam penjelasan tapi sepertinya kakaknya tidak peduli. "Aku ingin memberi kejutan untukmu, Pa." Akhinya ia menjawab sambil menggandeng lengan ayahnya ke meja makan.
"Lalu pekerjaanmu?"
"Masih cuti hingga satu bulan mendatang." Angela mengambil tempat di samping ayahnya. "Sudah lama aku tidak bertemu denganmu, Pa. Bagaimana kabar Papa? Apakah Papa baik-baik saja?"
Angela menunggu jawaban ayahnya dengan perasaan cemas. Kakaknya mengatakan ayahnya sakit dan ia tidak tahu apakah harus mempercayai ucapan kakaknya tersebut atau tidak.
"Seperti yang kaulihat. Papa baik-baik saja, Angela." Ayahnya menjawab santai sambil tertawa. Angela mencari tanda-tanda kegugupan atau ketidakjujuran tapi ia tidak menemukannya. Ternyata kakaknya berbohong padanya! Sungguh ucapan kakaknya itu benar-benar tidak bisa dipercaya. Dulu maupun sekarang.
"Syukurlah kalau Papa selalu baik-baik saja." di sisi lain, Angela sebenarnya juga merasa lega.
"Kupikir kau tidak akan pernah pulang, Angela."
"Aku sudah ada di sini, Papa. Dan mungkin setiap liburan aku akan menyempatkan pulang kesini mulai sekarang."
Ayahnya terlihat antusias mendengarkan ucapan terakhirnya. "Itu berita baik. Papa senang mendengarnya."
"Tapi mungkin aku tidak akan tidur di sini, Pa. Kuharap Papa mengerti." Angela mengucapkannya dengan berat hati. Seketika suasana menjadi hening. Ayahnya terdiam dan Angela merasa tidak enak karenanya. Ia sebenarnya ingin tinggal dekat dengan ayahnya, tapi tidak dengan kakaknya.
Lagipula ia sudah berupaya untuk tidak memakai harta keluarga Pramoedya lagi dan secara tidak langsung ia bisa saja melanggar niatnya jika tetap tinggal di rumah ini.
"Tinggalah di sini."
Bukan ayahnya yang mengucapkan kata tadi, tapi kakaknya.
"Kalau kau keberatan tinggal di sini, biar aku yang pergi." tambahnya lagi tanpa memandang Angela.
"Itu tidak perlu, Kak. Lagipula untuk apa kau yang pergi? Semua yang kulakukan ini tidak ada hubungannya denganmu." Angela menjawab dengan resah tapi ia mencoba untuk tersenyum.
"Kau tidak perlu pergi dari sini, Re." Ryan yang sejak tadi menonton akhirnya menengahi. "Dan kali ini Papa sependapat dengan kakakmu, Angela. Bukankah kau hanya sebentar di sini? Tapi Papa juga tidak ingin memaksamu jadi pikirkanlah kembali." Ia menepuk bahu Angela.
Angela hanya mengangguk-angguk.
Setelah itu, ayahnya tidak mengungkit masalah itu kembali dan mulai bertanya tentang apa saja yang ia alami selama berada di negeri orang. Angela juga tidak melanjutkan dan mulai berceloteh dengan riang.
"Apa sebenarnya maksud dan tujuan Kakak mengajakku pulang?! Kakak berbohong tentang keadaan Papa. Ia sehat-sehat saja." Angela mulai berbicara dengan Rayhan saat ayah mereka sudah menyelesaikan sarapan dan berangkat ke kantor lebih dulu.
"Aku tidak membohongimu tentang hal itu entah kau percaya atau tidak. Aku juga berharap ia sehat-sehat saja." Rayhan yang kesal sebenarnya ingin menunjukkan bukti pada Angela, tapi tadi ia sempat ke ruang kerja ayahnya dan hasil cek medis yang tidak sengaja pernah ia temukan sudah menghilang. Mungkin ayahnya sudah memindahkannya.
"Tentu saja aku tidak mempercayaimu, Kak. Tapi aku juga tidak akan memperpanjangnya karena kusadari pula sudah lama aku tidak menemui Papa." Angela menjawab dengan ketus kembali.
Jawaban Angela membuat Rayhan merasa lebih kesal. Ia sebenarnya juga tidak tahan mendapati Angela tidak mempercayainya dan selalu menjawabnya dengan ketus. Tambahan lagi Angela selalu tidak pernah mau repot-repot menatap wajahnya. Jika mau menatap itupun saat gadis itu sedang memakai kacamata hitam sialannya.
"Mungkin kau akan keberatan, tapi aku mengharapkan kita tidak meneruskan permusuhan kita di depan Papa, Angela." Rayhan akhirnya mencoba mengungkapkan keinginannya dengan pasrah.
"Tidak perlu berpura-pura, Kak. Aku sudah tidak ada dendam lagi padamu sekarang karena kurasa bagiku kita sudah impas. Aku tidak berhutang apa-apa lagi dan aku juga sudah cukup membalas semua yang kauucapkan padaku. Tapi aku tidak tahu bagaimana dengan dirimu. Kau sudah membenciku sejak dulu." Angela langsung berdiri dari kursinya setelah mengucapkan semua kata-katanya tadi. Kelihatannya ia cepat-cepat menyelesaikan sarapannya saat ayah mereka sudah pergi.
"Angela..." panggilan Rayhan membuat Angela terhenti saat hendak menaiki tangga.
"Aku tidak membencimu lagi."
Angela hanya mengangguk singkat lalu kembali menaiki tangga.
_________________
Aku tidak membencimu lagi...
Sial...
Kata-kata kakaknya itu hanya semakin meruntuhkan pertahanan Angela. Hati Angela hampir bernyanyi karenanya dan itu tidak baik.
Ia cepat-cepat menaiki tangga agar kakaknya tidak dapat membaca perubahan wajahnya.
Kenapa kakaknya harus mengucapkan hal semacam itu padanya?!
"Moe!!" Angela langsung memeluknya meski boneka itu sekarang makin usang karena telah empat tahun ia meninggalkannya. Ia masih berbicara dengan boneka usangnya itu hingga saat ini, padahal ia sudah berusia 21 tahun. Sungguh kekanak-kanakan. Tapi ia pernah membaca bahwa sedewasa apapun seseorang, rasa kekanak-kanakan itu pasti tetap ada.
"Moe, ingatkan aku kalau dia pernah menyakitiku, Moe. Ingatkan aku kalau dia tidak akan membalas perasaanku. Ingatkan!!" Angela mencekik bonekanya.
Sebenarnya banyak hal yang memunculkan pertanyaan di lubuk hatinya sekembalinya ia ke rumah. Mengapa Tania tidak ada di sini? Apakah kakaknya jadi menikah dengan wanita iblis itu? Jika memang benar menikah mengapa mereka tidak hidup bersama?
Jika dipikirkan secara logis dan melalui pengamatan yang terjadi, sepertinya kakaknya itu tidak jadi menikah dengan Tania. Jika tidak jadi menikah dengannya, itu berarti ia masih sendiri.
Tidak! Tidak! Tidak!
Lalu kenapa jika ia tidak menikah dengan Tania, Angela? Apakah dengan begitu ia akan berpaling padamu? Mengingat empat tahun yang lalu ia mengatakan dirimu tidak pantas untuknya dan masih banyak gadis lain di dunia yang lebih baik dibandingkan dirimu.
Angela tidak ingin memikirkannya, apalagi bertanya. Mencari informasi tentang hal tersebut sama saja membuatnya terlihat peduli dengan kakaknya.
Jangan sampai ia tersakiti lagi.
Seekor keledai tidak akan tersandung di tempat yang sama dua kali dan kebetulan Angela tidak ingin lebih bodoh dari seekor keledai.
Jalan satu-satunya hanyalah selalu berusaha menghindari kakaknya.
Lebih baik ia menikmati hidupnya sekarang dan berusaha memanfaatkannya dengan bersama orang-orang yang tulus menyayanginya. Dan ia tahu siapa saja orang-orang itu.
Angela segera mengambil ponselnya dan menghubungi sebuah nomor.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro