6
Pelayat baru saja meninggalkan area pemakaman, bahkan pasangan terakhir yang memberikan ucapan bela sungkawa, direktur perusahaan tempat Setya bekerja baru saja masuk mobilnya, saat Aditya tiba-tiba memeluk pusara ibunya dan menangis terisak.
"Maafkan Adit ibu, maafkan Adit...ampuni Adit yang membuat ibu marah."
Setya memandang Adit dengan tatapan aneh.
Ada apa antara ibunya dan Adit, pikir Setya.
"Kita pulang Rani, Adit, ayo dik Ais," ajak Setya.
Aisyah membimbing Rania yang masih saja menangis lirih.
Setya mendekati Adit..
"Pulang Dit, kita persiapkan tahlilan untuk ibu, kalaupun ada yang kau sesali, kirimi ibu dengan alfatihah agar beliau senantiasa bahagia di alam sana," ujar Setya.
Adit masih saja menangis, mengusap pusara ibunya dan terdengar beristighfar berkali-kali.
Meski penuh tanya Setya menarik lengan adiknya untuk pulang. Adit bangkit dan tiba-tiba memeluk kakaknya, menangis lagi dengan ucapan minta maaf berkali-kali.
****
Tiga hari setelah ibunya meninggal, Adit pamit hendak kembali ke kota tempat ia bekerja. Malam itu setelah tahlilan, Adit mendekati Setya.
"Besok saya balik mas," ujar Adit dengan suara pelan.
"Mengapa kau tak mengambil cuti, akan lebih baik kau kembali setelah tujuh hari meninggalnya ibu," sahut Setya.
"Aku nggak enak mas, baru saja pindah di cabang yang baru," ujar Adit lagi. Agak lama keduanya diam.
"Kalau boleh tahu, ada apa antara kau dan ibu, mengapa kau sampai seperti itu di pusara ibu?" tanya Setya karena ia tahu Adit anak yang patuh sejak kecil rasanya tak mungkin jika ada yang menganggu hubungan keduanya.
"Tidak ada apa-apa mas, hanya masalah perjodohan yang sempat ibu lontarkan pada Adit, tapi Adit menolak itu saja," sahut Adit. Setya hanya diam saja.
****
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Adit pamit pada Setya dan tanpa melihat Aisyah ia hanya bergumam untuk menyapa karena akan meninggalkan rumah itu pagi-pagi.
Saat pamit pada Rania, Rania diam saja tanpa melihat Adit, sekali lagi kening Setya mengernyit, ada apa pikirnya.
****
Malam hari saat Aisyah tidur karena kelelahan setelah acara tahlilan, Setya mengetuk pintu kamar adiknya, Rania.
Muncul wajah Rania dan kaget karena tiba-tiba Setya menarik tangan Rania dan mengajaknya ke ruang makan.
"Mas ingin tahu, sebelum ibu meninggal ada kejadian apa?" tanya Setya.
Rania menghela napas..
"Ibu memang terlihat sedih sejak mas Adit pindah, ibu sepertinya mulai mencari cara agar mas Adit kembali ke rumah ini, salah satunya dengan mencarikan mas Adit jodoh, nah yang kapan hari ibu menelpon mas Adit, Rani nggak tahu mas Adit ngomong apa yang jelas ibu terlihat sedih, sampai akhirnya ya ibu cerita, Mas," ujar Rani dan Setya jadi tak sabar menunggu kelanjutannya.
"Lalu...?"
"Menurut ibu, Mas Adit nolak intinya gitu, tapi yang bikin ibu sedih dan terus mikir ya kata-kata mas Adit," suara Rania terdengar lirih.
"Adit bilang apa sama ibu?" tanya Setya lagi.
"Eeeemmm tapi mas jangan marah sama mas Adit, jangan jadi tengkar setelah Rani cerita,"
"Nggak, ceritakan saja,"
"Mas Adit bilang gini ke ibu, dia nanya ke ibu setelah berkali-kali ibu maksa pulang untuk bertemu dengan wanita yang ibu jodohkan, apakah wanita yang akan ibu jodohkan dengan Adit seperti Aisyah yang ibu jodohkan pada mas Setya, Adit melihat ibu selalu mengutamakan mas Setya, apakah karena mas Setya telah menghidupi kita maka dia akan selalu mendapatkan yang terbaik, Adit akan pulang jika wanita itu seperti Aisyah, nah coba mas pikir mana ada wanita yang sama kayak mbak Ais, Rani bolak balik nanya ke ibu, mengapa mas Adit kok pengen wanita kayak mbak Ais, ibu nggak jawab, hanya Rani merasa kayaknya mas Adit suka sama mbak Ais, aneh memang mas Adit itu, suka kok ke mbak ipar, iya kan Mas?" Rania tampak mengusap air matanya yang kembali mengalir.
"Tidak ada yang aneh dalam masalah ini Rani, memang lebih dulu Adit yang menyukai Aisyah, lebih dulu Adit yang bertemu dengan Aisyah, hanya takdir yang membuat ia berjodoh dengan mas," ujar Setya menghela napas dan mulai mengerti bagaimana masalah ini bermula.
Mata Rania terbelalak...
"Bagaimana bisa mas, apa mereka pernah berpacaran?" tanya Rania.
"Nggak pernah, Aisyah malah tidak tahu siapa Adit, Adit yang menyukai Aisyah sejak melihat Aisyah di area perkemahan di dekat pondok pesantren, sekitar satu atau satu setengah tahun lalu lah, aku kurang tahu juga, jadiii kata-kata Adit yang bikin ibu sedih?" tanya Setya dan Rania menggangguk.
***
"Ikut bela sungkawa ya Dit, maaf aku nggak bisa datang, kamu tahu sendiri, gimana kerjaan di sini, kamu aja ini tiga hari dah balik," ujar Pras sesaat setelah Adit melepas lelah setelah mandi dan terlihat segar.
"Iya nggak papa, Pras, aku ngerti kok, malah makasih udah ngerjain kerjaan aku juga," ujar Adit yang diiyakan oleh Pras.
"Eh, iya Dit, tu cewek tanya kamu mulu, kapan pulang? lama nggak? macem-macemlah," ujar Pras.
"Aku akhirnya berpikir, apa aku nikahi dia aja ya Pras daripada pikiranku ke orang ituuu terus," ujar Adit
"Kamu jangan ngawur, kenal aja belom, tiba-tiba ngajak nikah, lihat dulu, penjajakan dululah Dit, kalo cocok baru nikahi dia, nikah itu untuk sekali seumur hidup, lah kamu belom apa-apa dah mau ngajak nikah aja," ujar Pras.
"Lah maksudku biar cepet lupa ke yang itu," sahut Adit.
"Yah caranya gitu amat, Dit, emang orang yang kamu suka sering kamu liat apa?" tanya Pras.
"Ya kalo pulang ke rumah pastilah, wong dia istri kakakku," sahut Adit dengan wajah datar dan Pras kaget.
"Ya Allah, Diiit, lah kok bisaaa, orang yang kamu suka diembat kakak kamu, tega amat," ujar Pras.
"Kakakku nggak tahu kalo tu orang, cewek yang aku suka, dan wanita itu juga gak tahu kalo aku suka dia," ujar Adit tanpa melihat Pras, dia asik dengan ponselnya dan Pras menepuk keningnya.
"Kok, bikin bingung sih cerita kamu, gimana sih maksudnya Dit?"
"Nggak usah dipikir mending kita tidur, besok kerjaan segunung Pras." Adit melenggang ke kamarnya diiringi tatapan Pras yang melongo tak habis pikir.
***
"Cari siapa?" tanya Adit saat melihat wanita yang selalu menguntitnya sejak awal ia di kantor itu.
"Cari Bapakku, kayaknya tadi masuk ke ruangan ini?" tanya wanita di hadapan Adit, matanya tak lepas dari wajah Adit.
"Kamu baca tulisan di pintu ini? Ini ruangan khusus supervisor, emang bapak kamu supervisor?" tanya Adit tanpa senyum, meski tahu sebenarnya maksud wanita dihadapannya.
"Eh iya sih, boleh kan kalo aku kenalan? Aku Qonita, biasa dipanggil Nita,"
"Kamu sejak awal memang kayak nguntit aku kan? Aku nggak mau main-main, kalo mau kenalan sama aku, harus bersedia nikah sama aku," ujar Adit tanpa basa-basi dan Nita tersenyum lebar.
"Iya, mau," sahutnya dengan mata berbinar.
Adit menatap wanita di depannya tanpa senyum, ia hanya berpikir bagaimana caranya secepatnya melupakan Aisyah.
***
7 Mei 2020 (22.39)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro