As is a tale, so is life; not how long it is, but how good it is, is what matters.
—Seneca
"PADA ZAMAN dahulu, di sebuah kastel yang sangat megah, hidup seorang pangeran tampan yang angkuh. Ketika seorang nenek tua mengetuk gerbang kastelnya di tengah hujan deras, sang pangeran mengusirnya, menolak permohonan sang nenek untuk berteduh sejenak."
Lail menopang dagu di atas meja seraya bibirnya menarik senyum nostalgia. Mengingat kali pertama dia mendengar dongeng ini dibacakan oleh ayah. Rasanya, sudah lama sekali Lail tidak mendengarkan seseorang mendongeng.
"Ternyata sang nenek adalah seorang penyihir tersohor, yang kemudian mengutuk pangeran menjadi buruk rupa. Katanya, hai pangeran sombong, hanya jika engkau menemukan cinta sejati dalam rupa yang buruk ini, kutukanku akan lepas. Selama bertahun-tahun, sang pangeran yang kini berwajah mengerikan hidup dalam kesendirian. Hingga suatu hari, seorang pedagang yang tersesat di hutan tiba di depan istananya.
"Sebelum kembali, si pedagang memetik setangkai mawar di kebun istana, untuk diberikan kepada Belle putri bungsunya yang cantik. Pangeran membiarkannya pergi dengan syarat pedagang itu harus kembali sebagai tawanannya. Belle yang mengetahui hal ini akhirnya pergi ke istana untuk menggantikan ayahnya. Sejak saat itu, ia tinggal bersama pangeran buruk rupa sebagai tawanannya.
"Pangeran terus-menerus meminta Belle untuk menikahinya, tetapi Belle selalu menolak, sebab ia hanya menganggap pangeran sebagai seorang teman. Hingga suatu hari, sang pangeran mengizinkannya untuk pulang. Sang pangeran tidak tahan melihat Belle yang murung karena sangat merindukan keluarganya. Ia memberikan satu syarat; Belle harus kembali dalam waktu satu minggu. Sayang, kedua kakaknya yang dengki berpura-pura menangis agar Belle tak kembali sehingga sang pangeran murka dan menganggap Belle telah mengingkari janjinya.
Ketika Belle menggunakan cermin yang diberikan oleh pangeran untuk melihat keadaan istana, betapa terkejutnya ia saat melihat sang pangeran sedang terbaring lemah dan sekarat. Ia segera kembali, menangisi sang pangeran yang telah terkulai, dan untuk kali pertama, Belle berkata bahwa ia mencintainya."
"Saat air mata Belle jatuh dan menyentuh tubuhnya, kutukan si penyihir pun terlepas. Si buruk rupa serta-merta berubah menjadi pangeran tampan yang selama ini senantiasa muncul dalam mimpi-mimpi Belle. Keduanya lalu menikah...."
.... dan mereka hidup bahagia selama-lamanya," ujar Linda, menutup buku dan berjalan ke tempat duduknya.
Lail tersenyum. "Dan mereka, hidup bahagia selama-lamanya," kata Lail, membuat Linda terkekeh.
Saat suasana kelas mulai ribut dengan mereka yang bersiap-siap untuk pulang---menggandeng tas dan membicarakan niat yang akan dilakukan sepulang sekolah----kembali duduk manis, karena Bu Indra, guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelas itu melotot tajam. Lail dan Linda tahu arti tatapan itu, seperti tatapan takut ditinggal pergi namun malu-malu.
Bu Indra berdeham untuk menjernihkan suaranya. "Terima kasih, Nak Linda, sudah mengerjakan tugasnya, dan selamat untuk kalian karena akan liburan akhir tahun! Sebelum pulang, ada pertanyaan tentang dongeng yang diceritakan oleh Linda tadi?"
Ragu tapi pasti, Lail mengangkat satu tangannya, membuat murid di kelasnya berdecak sebal karena waktu mereka di dalam kelas bertambah, sedang murid-murid dari kelas lain telah bubar.
"Ya, Nak Lail?"
"Bu, apa bahagia selama-lamanya itu ada?"
Bu Indra diam sejenak sebelum menjawab, "Bahagia itu masalah keyakinan. Bahagia selama-lamanya itu hanya dirasakan di sini," Bu Indra menaruh tangannya di atas dada sebelah kiri, "enggak ada yang tahu akhir cerita itu seperti apa, semua direncanakan oleh Tuhan, begitu pula dongeng-dongeng ini. Akhir mereka direncanakan oleh penulis."
"Takdir, maksud Ibu?" Linda ikut mengangkat tangannya.
Bu Indra mengangguk dan tersenyum. "Memang sulit untuk dipahami, Nak. Kalian cuma harus percaya aja, kalau happily ever after itu ada. Karena setiap manusia mampu membuat akhir bahagianya sendiri. Pesan Ibu tuh untuk kalian, jangan takut untuk berusaha, jangan takut untuk mengambil langkah. Selalu yakin, dan percaya kalau kalian bisa lewatin semuanya dan berakhir seperti yang diinginkan."
"Tapi, Bu, kalau kita udah berusaha terus akhirnya enggak sesuai yang diinginkan?"
"Kalau begitu, coba untuk jalani hidup sebaik-baiknya. Setiap orang adalah tokoh utama dalam hidup mereka." Bu Indra tersenyum. "Kalian tahu? Untuk beberapa orang yang percaya akan akhir yang bahagia, mereka akan menganggap bahwa kehidupan yang mereka punya itu adalah hak yang istimewa."
"Meski ... akhirnya enggak seperti apa yang dimau?"
Bu Indra mengangguk. "Tetap percaya saja, dan terus melangkah. Dah, ya, waktunya pulang. Sampai bertemu di tahun depan!" serunya, membuat murid dalam kelas bersorak-sorai.
Walau gurunya berkata bahwa hanya harus percaya tentang, happily ever after itu ada, tetap saja. Semuanya menjadi misteri bagi Lail yang sulit mengerti dan percaya begitu saja.
"Kalau beneran ada, aku pengen banget happily ever after sama ...."
"Kak Darrel?" tanya Lail, seolah tahu apa yang akan dilanjutkan oleh Linda. Sedang yang ditanya semakin melebarkan senyumnya. "Iya deh, Linda dan kak Darrel bahagia selama-lamanya."
Linda tertawa. "Ya kalau bisa sih, iya. Siapa yang nggak mau sama kak Darrel coba? Dia ketua OSIS, baik, tinggi, ganteng pula."
"Kalau kak Darrel berubah kayak si pangeran itu, kamu masih mau sama dia?"
Linda mengangguk pasti. "Iya dong! Cinta sejati akan mengalahkan semuanya, Il. Kalaupun dia di mata orang jeleknya minta ampun, tapi kalau dia di mata kita yang mencintainya ya ... akan ganteng-ganteng aja, hehe. Oh iya, apa yang kamu harapkan di akhir tahun ini?" tanya Linda.
Lail kembali tersenyum dan menatap ke arah jendela. "Liburan dan sesuatu yang belum pernah aku tahu, yang nggak bisa aku percaya tapi ada. Kalau kamu?"
Linda menggandeng tas ranselnya. "Dapet banyak cokelat! Yuk, pulang."
Lail sudah menduga, kalau permintaan Linda setiap tahun adalah mendapat banyak cokelat. Gadis surai pendek sebahu itu selalu menginginkan sesuatu yang manis, karena bagi Linda, sesuatu yang manis dapat membuatnya bersemangat.
"Apa akhir tahun ini akan berakhir bahagia?" tanya Lail pada diri sendiri dan berlari ke luar kelas, tempat Linda menunggu untuk pulang bersama.
✧✧✧
1125 kata.
Hai. Mungkin aku akan buat betulan series dongeng-dongeng gitu, hehehe. Untuk menemukan kisah yang memiliki prolog sama persis, kunjungi cerita berjudul "Floara", ya! Kalian tahu Rapunzel? Hihihi.
See ya, mudah-mudahan kisah Lail dan Lean yang sudah direvisi besar-besaran ini dapat dinikmati dan rampung. Tak ada plot hole lagi dan memuaskan. Aamiin.
Jangan lupa dukung aku ya! Silakan tekan vote dan komen jika kalian suka dan memiliki saran. Semua masukan diterima, asal dengan sopan ya! Terima kasih. Sampai jumpa!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro