Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ice (3)

Dua hari sebelumnya ... .

Suara perut yang berbunyi menghentikan langkahku. Tanpa sadar, tanganku bergerak memegang perut. Seakan menanggapi tindakanku, suara perut kembali berbunyi dengan keras.

Aku baru ingat sejak tadi pagi belum sarapan. Semua energi kuserahkan pada otak untuk berpikir, jadi yang tersisa sekarang adalah kelelahan. Tubuhku lemas dan rasanya ingin sekali berbaring malas di kasur.

Tapi, aku tidak bisa malas sekarang.

Tak dapat menahannya lagi, aku segera menuju dapur untuk mendapat makanan. Sayangnya, yang ada di meja makan itu hanya sepiring buah-buahan.

Mengapa tidak ada makanan di meja?!

Dengan kesal aku beralih ke ruang tamu, melihat pembantu Mama Zila yang masih duduk di sofa bersama petugas polisi. Niatku ingin bertanya, namun mengingat identitas autisme Boboiboy Ice, kubatalkan dan kembali ke dapur. Terpaksa sarapan buah untuk kali ini.

Ah ... Aku masih lapar ... .

Saat mengunyah apel, kulihat petugas Koko Ci datang mendekat. Dengan cepat aku memasuki akting.

"Kapten berkata bahwa kamu memiliki sesuatu untuk diberikan pada kami." Suara Koko Ci terdengar jelas di ruang dapur yang sunyi.

Aku hampir tersedak potongan apel setelah mendengarnya. Dari mana Kaizo tahu aku memiliki sesuatu untuk diberikan padanya?!

Oh, lupakan saja. Mungkin dia memiliki kemampuan supernatural lain bernama 'aku tahu segalanya'.

Dengan kikuk, kuberikan sisir pada Koko Ci sambil berkata, "Ini rambut Ibu." Lalu, aku mengambil plastik bening yang berisi helai rambut hitam. "Ini punyaku."

Karena bala bantuan datang secara sukarela, tentu saja aku tidak bisa membiarkan kesempatan ini pergi begitu saja!

Koko Ci menerima dua benda itu dengan ragu. "Kamu ingin memeriksa hubunganmu dengan Ibumu?"

Aku mengangguk sekali.

Petugas Koko Ci mengerutkan dahi. "Paling lambat bisa diselesaikan dalam dua atau tiga hari," ucapnya seraya mengeluarkan ponselnya. "Simpan nomorku."

Dia menyebutkan sederet nomor dan aku segera mengetiknya di ponselku. Kemudian dia mengangguk kecil dan pergi ke luar, menghampiri polisi lain.

Melihat kepergiannya, aku menggigit sepotong apel.

Yah, rasanya sangat manis.

Ketika berjalan keluar, suara pria asing terdengar dari ruang tamu. Kulihat seorang pria tinggi berkulit putih dengan jas hitam, seperti seorang pemimpin perusahaan. Kacamata bertengger di batang hidungnya dan rambutnya tersisir rapi ke belakang, memperlihatkan dahinya yang lebar. Tubuhnya berdiri tegap, tampak seakan dinding yang tak tergoyahkan.

Aku melirik kisah Boboiboy Ice. Pria ini adalah rekan kerja Ayah, Tuan Adu Du. Dia adalah bos dari perusahaan elektronik dan Ayah adalah pengacara pribadinya.

Seakan menyadari kehadiranku, dia memandang ke arah dapur; tempatku berada. Matanya sedikit menyipit, namun dia mengalihkan pandangannya dengan cepat sebelum aku bisa membaca emosi di dalamnya.

Oh? Orang ini sedikit menarik ... .

Aku menuju tangga, tetapi melihat pembantu Mama Zila yang tampaknya tidak memperhatikan lingkungan sekitar. Tatapannya fokus pada satu arah. Kuperhatikan arahnya―Ah, ini benar-benar menarik.

Dalam hati, aku tersenyum.

.

.

.

Di malam hari, pembantu Mama Zila datang mengetuk pintu.

"Tuan Muda, ini susunya."

Aku melirik segelas susu putih yang masih hangat. Senyuman kuberikan pada wanita yang menutupi wajahnya itu. "Terima kasih, Bibi."

Setelah menutup pintu, aku membawa susu ke atas meja dan mengeluarkan ponsel. Ponsel kunyalakan dan mengetuk nama kontak di daftar telepon. Sambil menunggu panggilan dijawab, gelas susu itu aku dekatkan ke hidung dan mencium baunya.

Seperti tebakanku sebelumnya.

Suara panggilan terjawab terdengar dari telingaku. Tanpa menunggu balasan dari seberang, aku segera berkata dengan takut, "Bibi mengirimku segelas susu."

Namun, bukannya suara petugas Koko Ci yang terdengar, ada suara dingin dari seberang panggilan. "Apa lagi?"

... Aku tak menyangka Kaizo yang menerima panggilan.

Jadi, aku melepas aktingku dan melanjutkan, "Kupikir ada bius di dalamnya. Dan ... Oh! Benar, bisakah kamu menyelidiki tentang Tuan Adu Du?"

Tidak ada tanggapan, tetapi panggilan diakhiri.

Aku tidak tahu apa yang dipikirkan orang itu sebenarnya.

Yah, bukan masalah besar. Sekarang, kita telah mencapai puncak permainan.

--Escape--

Pagi itu, aku menerima dua e-mail dari alamat tak dikenal. Ketika kulihat isinya, ini adalah informasi tentang Tuan Adu Du ... begitu lengkapnya hingga mencantumkan gambar di dalamnya.

Sangat cepat?

Aku tersenyum dan membaca informasi yang kudapatkan.

Tuan Adu Du berasal dari keluarga kaya, namun dia sendiri tidak suka menggunakan kekayaan keluarganya dan mencoba berusaha dari kekuatannya sendiri. Singkat cerita, dia berhasil membuktikan dirinya dengan membangun perusahaan elektroniknya sendiri bersama sekretarisnya, Probe dan pengacara pribadinya, yaitu Ayah. Dengan kedua bawahan di sisinya, dia berhasil menyukseskan karirnya di dunia elektronik dan menjadi terkenal di berita hiburan.

Berita kematian Ayah pasti didengar olehnya, jadi dia datang ke rumah untuk memastikannya.

Tapi yang mengejutkan, dia memiliki hubungan kekasih dengan Mama Zila!

Apa ini?!

Bukannya Mama Zila adalah istri dari tukang kebun Papa Zola?!

Aku memijat batang hidung ... Mengapa kisah tragis ini berubah menjadi kisah romansa?

Mengabaikannya untuk sementara waktu, aku beralih ke e-mail kedua. Ini informasi tentang Mama Zila.

Ternyata para polisi lebih dapat diandalkan dari yang kuduga.

Mama Zila lahir di keluarga berkecukupan. Ayahnya seorang pengusaha restoran dan ibunya adalah guru di taman kanak-kanak. Mama Zila memiliki saudari kembar yang identik bernama Mimi Pipi ... tak lain adalah Ibu.

Nilai sekolah Ibu lebih baik daripada Mama Zila. Segala aspek lebih tinggi dari Mama Zila. Apapun yang tidak bisa dilakukan Mama Zila, Ibu bisa melakukannya.

Kemudian, Ibu melukai wajah Mama Zila.

Aku mengerutkan dahi. Ada yang aneh di sini ... .

Oh, ada catatan dari penyelidik.

Karena keduanya identik, jadi sulit untuk membedakan siapa yang dilukai. Sebagian besar orang menyatakan bahwa Mama Zila-lah yang terluka, sementara beberapa yang lain menyebut Mimi Pipi yang terluka.

Membaca bagian ini, aku terdiam. Keduanya begitu mirip sehingga sulit dibedakan ... Lalu, bisakah mereka berdua bertukar identitas?

Aku tidak mempermasalahkan hal ini. Selama hasil tes keluar, semuanya akan terjawab dengan sendirinya.

Kisahnya telah sampai di sini dan aku telah melakukan bagianku sendiri. Sisanya kuserahkan pada Kaizo dan polisi lainnya untuk menyelesaikan kasus.

Seharusnya, semua berakhir besok.

Kuharap demikian ... jika tidak ada variabel yang mengganggu.

Benakku terlintas sosok pria tadi siang. Tuan Adu Du, tolong tetaplah di peranmu.

Permainan ini akan segera mencapai akhir.

.

.

.

Adu Du duduk dengan tenang di kursi besarnya. Tangannya bertumpu di meja dengan satu jari mengetuk perlahan sesuai irama. Matanya menatap lembar dokumen di depannya yang berisi informasi proyek tertentu, namun pikirannya tidak fokus pada tulisan di permukaannya.

Di seberang meja, berdiri pria lain yang tampak gugup. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Rambut panjang yang diikat dia kibas ke belakang karena terasa mengganggu. Matanya miring ke samping, menghindar untuk menatap atasannya.

Adu Du membuka mulutnya. "Kaizo sialan itu benar-benar berani menyelidikiku?"

Sekretarisnya, Probe, menjawab dengan kikuk, "Itu karena Bos datang ke lokasi―"

"Justru jika aku tidak datang, aku akan dicurigai!" Tangannya membanting meja. Dia berdiri, tatapannya beralih ke sekretarisnya yang gemetar ketakutan. "Gantikan pekerjaanku!"

"Ta-tapi Bos ... ."

"Diam!"

Adu Du beranjak ke luar kantor. Sepanjang jalan, pekerja yang berlalu lalang menundukkan kepala untuk memberi salam, namun dia mengabaikannya dan segera menuju lift VIP. Di dalam lift, dia membuka ponsel dan menghubungi nomor seseorang.

Ketika panggilan diterima, dia segera berkata, "Malam ini, kita harus bertemu."

.

.

.

"Kapten, kita telah menerima signal panggilan dari Tuan Adu Du," ucap petugas Koko Ci dengan jari tangannya mengetik cepat di keyboard.

Sudut mulut Kaizo sedikit terangkat.

"Tertangkap kalian."

--Escape--

Ketika panggilan telepon dari Koko Ci masuk, waktu sudah menunjukkan malam hari.

Dari jendela kamar, aku melirik seorang wanita yang berjalan keluar rumah secara diam-diam. Tanganku bergerak menjawab panggilan dan mendekatkan ponsel ke telinga.

"Ada apa?" Aku bertanya dengan santai karena kuyakin orang yang menelepon adalah Kaizo.

"Keduanya bertemu." Suara dingin itu menanggapi pertanyaanku. Tepat sesuai dugaan, Kaizo-lah yang menelepon.

Aku tersenyum walau mengetahui orang di sana tidak akan melihatnya. "Jadi, kita bertemu juga?"

"Hasil tes sudah keluar."

"Begitu cepat?" Tentu saja aku terkejut. Bukannya Koko Ci mengatakan paling cepat dua hari?

Kaizo menjawab dengan tenang, "Aku tidak sabar."

Hahaha, tapi nadamu tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaksabaran ... .

Aku mengurungkan niat untuk mengatakan kalimat itu.

"Aku tahu kamu juga sudah menduganya."

"Oh?" Suaraku terdengar seakan penasaran. "Apakah ini benar-benar seperti yang aku duga?"

Kaizo tidak menjawab, tetapi hal ini telah membenarkan jawabannya.

Berarti memang benar ... Aku bukanlah anak Ibu.

Aku adalah anak Mama Zila.

Atau lebih tepatnya, Boboiboy Ice adalah anak dari Ayah dan Mama Zila.

.

.

.

Ruang VIP telah digunakan.

Seorang wanita membuka pintu, menemukan seorang pria telah duduk menunggu di dalamnya.

"Apa yang kamu inginkan?" Wanita itu bertanya dengan tangan berkacak pinggang. Wajahnya yang cantik dengan mudah menangkap mata orang yang melewatinya. Sama halnya dengan pria itu, Adu Du.

"Kaizo telah menyelidiki kita."

"Hah? Bajingan itu? Dia masih keras kepala seperti biasanya." Wanita itu mengibaskan rambut panjangnya. Dia duduk si seberang Adu Du. Tak lama, seorang pelayan memasuki ruangan dan si wanita segera memesan anggur terbaik yang dimiliki restoran.

Adu Du menghela napas. "Zila, kamu tidak mengenalnya dengan baik."

"Tentu saja aku mengenalnya, bahkan lebih baik dari siapapun." Mama Zila menyilangkan kakinya, bersikap layaknya wanita elit. "Bagaimanapun, dia mengejarku hingga rela memberikan nyawanya."

"Itu bukan kamu," sela Adu Du. "Dia mengejar saudarimu."

"Dia mengejarku!" Mama Zila membantah dengan marah. "Dia mengejarku! Hanya mengejarku! Kaizo dan Aba mencintaiku! Hanya aku!"

Melihatnya seperti ini, Adu Du melepas kacamata dan mengelapnya dengan sapu tangan.

Keduanya terdiam dan ruangan menjadi sunyi.

Mama Zila mengambil napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Dia mengembalikan posisi duduknya dan kembali bersikap seperti wanita elit. "Tenang saja, aku telah menyiapkan jalan pintas untuk kita."

"Sungguh?"

"Ya. Bukannya aku meletakkan obat-obat itu di meja Ice? Polisi pasti menaruh curiga pada anak itu."

Adu Du memejamkan matanya.

"Kuharap demikian."

--Escape--

Aku terbangun dengan penuh energi.

Akhir permainan siap dimulai.

•••

Arbi's Note :

Okeh~

Besok adalah chapter terakhir dari Arc Boboiboy Ice 😄

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro