IMG_0017_UnusualDate.jpg
Matahari sudah terbenam, tapi hilal pesan balasan dari Harold tak kunjung terbit. Mary pulang ke rumah dengan wajah kusut setelah seharian merecoki Acha dengan kegalauannya. Yah, Acha juga curhat soal gebetannya yang tak tergapai sih, jadi mereka impas.
Harold ke mana, sih? Si mungil berdecak sebal. Padahal besok mereka janjian mau ketemu, tapi sampai malam begini anak itu tak muncul juga. Masa dia beneran marah sampai mengabaikan pesan begitu saja?
Mary menghempaskan badan mungilnya ke kasur setelah makan malam. Menatap layar ponsel dengan gelisah. Apakah dia harus mengeluarkan jurus stalking andalannya untuk mencari alamat Harold demi meminta maaf?
Mary
Rol, gue minta maaf yaa hari ini ngeselin banget
Rol, bales plis
Ini lu ngambek beneran?
Buset sampai pagi kagak dibaca
Lu ke mana dah?
Harold?
Gue tau gue nyebelin banget kemarin, tapi lu beneran marah banget ya?
Udah malem loh ini. Besok nggak jadi keluar kita?
Baru saja Mary mengirim pesan terakhir, centang dua yang tadinya abu-abu berubah biru. Satu bubble chat muncul.
Harold
Mar, besok aku jemput jam 7 ya. Kepagian ga?
Mary refleks mengetik, "EH ANJIR LU KEMANA AJA?!"
Terkirim. Sedetik kemudian, langsung Mary urungkan pesan bersama dengan pesan-pesan sebelumnya karena baru sadar kalau kelakuannya macam cewek posesif yang ngambek saat cowoknya menghilang. Masalahnya, mereka tidak pacaran. Kalau Harold risih, gimana? Lagipula, chat permintaan maafnya sama sekali tidak dibalas. Sudahlah diabaikan, anak itu malah ujug-ujug tanya jam jemput pula!
Oh, sial. Yang atas-atasnya tidak bisa di-unsend. Oke, waktunya berlagak cool seakan tidak ada apa-apa hari ini.
Mary
Jam 7 ngapain?
Harold
Temenin aku jalan2. Atau kamu ada agenda bareng keluarga?
Isabel jelas sedang bulan madu. Bapak tanggal dua sudah harus kerja. Ibu di rumah, sih, tapi mereka juga tidak menyusun agenda apapun. Toh, Ibu biasanya suka dadakan diajak keluar oleh gengnya entah yang mana itu. Jadi, Mary mengiyakan tawaran Harold untuk jalan bareng dan bertanya tentang rencana si lelaki versi lebih lengkap.
Harold
Selain itu, ada yang mau aku kenalin ke kamu.
"Hah?"
Itu respons spontan Mary. Apa nih, kenalan ke siapa? Perasaan Mary jadi tidak enak, tapi di saat yang sama setitik harapan tumbuh. Apakah Harold akan mengenalkan dirinya pada keluarga?
Halu bet lu! Gadis berambut brunette itu langsung memukul kepalanya sendiri. Ini efek deep talk cinta-cintaan dengan manusia hopeless romantic macam Acha. Yang benar saja. Memangnya ada kepentingan apa sampai Mary bisa kepikiran begitu? Kecuali Harold tiba-tiba disuruh cari pacar kayak dia kemarin, sih ....
Harold
Hah hoh hah hoh. Bisa nggak?
Ngelunjak ini orang. Mary bisa menbayangkan muka iseng Harold yang minta dicubit. Atau dipukul. Yang mana saja boleh, soalnya menyebalkan.
Mary
Lu mau ngapain gue?
Harold
Suuzon mulu!
Malah dibilang suuzon! Untung saja mereka sedang tidak mengobrol langsung. Kalau Harold duduk di hadapannya sekarang, sudah Mary jitak itu kepalanya.
Mary
Gue nanya, hoi!
Harold
Kan tadi dah kubilang. Jalan2. Kulineran. Pakai tanya lagi. Kalau nggak bisa, bilang aja.
Dih, sensi. Terbalik, deh. Harusnya Mary yang kesal karena chat-nya tidak dibalas seharian! Akan tetapi, mengingat di hari sebelumnya gadis itu bertingkah menyebalkan ... okelah, anggap saja kompensasi. Gadis itu tidak jadi mencak-mencak.
Mary
Bisaa. Itu gue nanya ngapain soalnya lu bilang mau ngenalin orang. Emangnya siapa?
Harold
Nah, ini baru jelas pertanyaan kamu.
Ketemu keluarga aku. Biar impas.
Mary refleks loncat dari kasur sambil menjerit. Demi Tuhan, tadi dia cuma membatin asal! Kenapa jadi betulan mau dikenalkan ke keluarganya Harold?
"Mary! Ngapain kamu teriak malam-malam?" Suara Ibu muncul dari balik pintu, disertai ketukan tiga kali. Oke, Mary kelewat heboh—tapi siapa juga yang tidak heboh kalau tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba dikenalkan ke keluarga orang?
Kemarin Harold biasa saja, sih, sikapnya. Namun, itu beda kasus. Dia sudah biasa dekat dengan cewek, mungkin juga pengalaman jadi pacar kontrak kemarin bukan yang pertama. Buktinya, anak itu luwes banget menghadapi keluarga Mary dan segala aneh-aneh yang melingkupinya!
Setelah ngeles dengan alasan menemukan kecoak terbang, Mary berusaha menenangkan diri. Harus kelihatan biasa saja kalau di depan cowok satu itu, di dalam chat sekalipun. Kalem, Mary.
Mary
Lu disuruh cari pacar juga?
Harold
Ya, biar kalau orang tua kamu tanya tentang keluargaku, kamu bisa jawab.
Oh ....
Kenapa Mary mendadak kecewa sendiri? Harold tidak salah. Sudah terlanjur bersandiwara, lebih baik totalitas sekalian. Lagipula, Acha bilang, kenalan dulu. Bisa-bisanya Mary berharap lebih. Apa coba yang ada di pikiran anak itu?
Setidaknya, setelah Harold mengenalkan si gadis pada keluarga sang pria, wanita mungil itu seharusnya tidak lagi kebingungan kalau ditanya siapa nama orang tua pacarnya sendiri.
Sambil gigit bibir, Mary mengalihkan topik. Dia masih penasaran kenapa chat-nya tidak dibalas seharian, sekaligus memastikan anak itu betulan tidak marah padanya. Kata Harold, ponselnya kehabisan baterai dan seharian ini ditinggal di rumah, jadi baru dinyalakan lagi sekarang.
Bisa-bisanya. Sepenting apa, sih, kegiatannya hari ini?
Sayang sekali, Mary tidak punya hak untuk kepo. Terpaksa ia telan rasa penasarannya, tidak ingin terlihat seperti teman yang menyebalkan. Toh, kalau Harold memang berkenan, cepat atau lambat dia akan cerita, kan? Mereka teman dekat sekarang.
Mary tersadar akan sesuatu. Kalau akan dikenalkan pada keluarga pasangan, artinya dia harus bersikap yang baik. Mary dan santun adalah dua kata yang agak sulit dibayangkan bisa bersandingan dalam satu kalimat deskripsi. Mendadak, perut si boncel mulas. Bagaimana kalau dia malah bikin first impression buruk di rumah calon keluarga barunya?
Mary
Gue harus nyiapin apa?
Harold
Bawa aja kamera kamu kayak biasa. Jangan lupa pamit Bapak Ibu.
Mary
Bukan itu ....
Harold
Hah?
Dasar tidak peka! Mary berdecak kesal. Kemungkinannya dua, sih. Pura-pura bodoh seperti waktu di pesawat, atau betulan tidak paham dengan apa yang Mary maksud. Opsi pertama punya probabilitas lebih besar, karena ini Harold. Hanya saja, mereka sedang tidak bertatap muka, jadi Mary tidak bisa menganalisis ekspresinya.
Kenapa mereka hanya bicara via pesan begini, sih? Kalau video call, Mary bisa membaca raut muka Harold dan menyiapkan pukulan untuk lelaki itu kalau terbukti pura-pura bodoh!
Yang barusan itu lu ngarep vidcall apa gimana, Mar? Sinting. Si gadis berusaha mengumpulkan kesabarannya yang sedang ada di mode tisu diberi air.
Mary
Ya kan lu bilang mau kenalin keluarga, ada yang perlu gue siapin, nggak?
Harold
Hah, siapin apa? Kan, cuma kenalan doang. Bukan mau lamaran.
Kecuali kamu mau seriusin obrolan di meja makan kemarin.
Aku bisa bilang ke Opa dan Oma buat nemenin ketemu orang tua kamu.
Itu jari atau bulu? Ringan betul ketikannya! Memangnya siap-siap cuma perlu dilakukan kalau mau lamaran? Dan kenapa juga Harold harus sebut-sebut lamaran? Pikiran Mary jadi makin ke mana-mana!
Oke, Mary. Ingat, tetap stay cool.
Mary
Yang bener aja lu!
Harold
Ya udah. I'll wait until you're ready.
😚
Sumpah, Harold ini .... Dia tuh mikir dulu nggak sih, sebelum mengirim pesan? Kenapa obrolan mereka sekarang bikin jantung Mary bekerja lebih keras? Apa maksudnya Harold bilang akan menunggu sampai Mary siap? Lalu, apa-apaan emoticon-nya itu?
Kalau Isabel atau Acha melihat kondisi Mary sekarang, sudah pasti mereka tertawa paling kencang. Bagaimana tidak? Anak itu guling-gulingan macam orang gila, mukanya macam kepiting rebus, dan itu disebabkan oleh si udang galah yang dari kemarin terus ia sangkal posisi spesialnya dalam hati. Mary sudah bisa membayangkan kakaknya berkata, "Masa yang kayak gitu kamu bilang biasa aja, sih, Dek?"
Mary menarik napas dalam-dalam. Tolong biasa aja, ya, Mary. Kayak nggak pernah jalan berdua sama cowok aja!
Meski sudah bilang begitu dalam hati, jarinya berkata lain. Sekali lagi Mary memastikan ia sungguhan tidak perlu menyiapkan apa-apa.
Harold
Just be urself, Mar.
Gadis itu langsung melempar ponselnya ke sembarang arah dan menyalakan AC, berharap pendingin ruangan dapat meredam panas di tubuhnya saat ini.
📸
Meskipun Harold sudah bilang tidak perlu menyiapkan apa-apa, tetap saja Mary gelisah. Semalaman ia menyusup ke kamar Isabel, berharap ada terusan milik kakaknya yang tertinggal—yang tentu saja mustahil. Mana mungkin anak itu datang ke rumah keluarga Harold dengan bajunya yang biasa? Kemarin Harold datang dengan setelan rapi, kalau Mary membalasnya dengan mengenakan kaos dan celana jins itu namanya mempermalukan diri sendiri.
Ibu dan Isabel pernah membelikan baju-baju terusan yang kini tersimpan rapi di pojokan lemari, sih. Akan tetapi, saat Mary mencoba menyandingkan pakaian yang desainnya lucu-lucu itu ... Mary dan baju lucu nyaris tidak pernah berada dalam satu kalimat. Aneh kalau tiba-tiba dia muncul dengan terusan penuh renda atau baju bunga-bunga.
Mau nggak mau tanya Ibu, sih.
"Besok arep metu—mau keluar, Dek?" Tahu-tahu, Bapak melongok. Yang dibatinkan Ibu, kenapa yang muncul malah Bapak?
Mendadak Mary panik sendiri. Gimana kalau dia ketahuan mau jalan berdua sama cowok? Nanti pasti bakal heboh lagi sekeluarga, apalagi kalau Bapak tahu alasan di balik baju terusan berjejer di kasur ini!
"Iya, sama temen!" Mary menyahut cepat.
Dahi Bapak mengerut. "Kancamu sing ndi?—Temanmu yang mana?"
Bisa nggak, Bapak nggak usah kepo? Mary mendelik. "Ada, lah. Lihat besok."
"Main rahasia kamu sekarang?" Pria setengah botak itu berkacak pinggang. Astaga. Suuzon betul si Bapak. Mary cuma malu bilang jalan sama siapa, bukan mau main belakang!
Masih dengan tatapan keraguan, Bapak melangkah masuk ke kamar putri bungsunya. "Emang mau ke mana kamu besok?"
"Paling keliling-keliling Surabaya sih, Pak." Mary mendesah. "Aku nggak bakal aneh-aneh, kok, Pak. Serius, deh."
Sebagai jawaban, Bapak hanya menaikkan satu alis dengan tampang penuh kewaspadaan. Untungnya beliau sedang tidak dalam mode orang media yang sukanya menguliti lawan bicara sampai ke akar-akar. Begitu Bapak keluar kamar, Mary langsung mengunci pintu dan kembali memandang kasur yang dipenuhi terusan aneka rupa.
Gadis mungil itu menghela napas. Akhirnya, setelah satu jam lebih, pilihannya jatuh pada terusan kuning lemon dengan aksen bunga-bunga kecil oranye yang mirip ceri sekilas. Tidak terlalu feminin, tapi masih pantas. Kerah baju model peter pan dan lengan pendek berbentuk balon memberikan kesan gemas. Saat Mary mematut diri di depan cermin dengan setelan pilihannya, si boncel senyum-senyum sendiri. Manis, kok. Cocok untuk berkunjung ke rumah orang.
Kenapa juga Mary jadi seniat ini berdandan cuma buat ketemu Harold?
Setelah memisahkan terusan yang akan dipakai besok ke gantungan dekat pintu, Mary menghela napas. Kenapa juga dia mengeluarkan semua terusan yang ia punya? Malas beres-beresnya!
Tanpa melipat kembali baju-baju yang lain, Mary langsung rebahan di atas kasur. Anak itu langsung berpindah alam dan tidur pulas. Saking pulasnya, Mary baru bangun saat matahari sudah terbit keesokan harinya.
Ya Allah, gue telat salat!
Macam kesetanan, anak itu buru-buru mengambil wudu. Salat. Mandi. Siap-siap berangkat. Tadinya bahkan Mary mau coba-coba berdandan demi penampilan yang sedikit berbeda, tapi mana sempat? Bajunya saja belum sempat dirapikan!
"DEEEK, PACARMU DATEEENG!"
Suara Bapak yang membahana terdengar di seluruh penjuru rumah yang tidak ada kecil-kecilnya itu. Padahal Mary baru mau pakai lipstik. Harus banget, ya, Bapak teriak-teriak? Mary sempat berpikir sejenak tentang siapa pacar yang dimaksud sebelum menyadari kalau Harold itu pacarnya di mata Bapak.
Buru-buru, Mary menuruni tangga. Tepat sekali Ibu baru tiba di depan pintu kamarnya dan menyaksikan hasil kekacauan yang diperbuat oleh putri bungsunya semalam.
"MARY ANGELICA, OJOK LARI-LARI! BERESIN DULU!"
Mary tidak menggubris perintah sang ibu. Mana sempat, keburu telat! Lagipula, gawat kalau Bapak dan Harold dibiarkan berdua lama-lama. Bisa-bisa Bapak betulan bertanya kapan rencana lamaran dan sebagainya.
Begitu tiba di halaman, Mary langsung menyambar tangan bapaknya untuk salim. "Pamit ya, Pak!" Secepat kilat bocah mungil itu melesat, sambil turut menggeret tangan si jangkung yang menjemputnya.
"Hari ini naik motor nggak apa-apa, kan, Mar?" Lelaki yang tumben-tumbenan menggunakan rambut mode dokter—disisir klimis, maksudnya—itu menunjuk sebuah vespa tua antik. Mary kira, anak itu hanya betah mengendarai mobil. Kalau Mary sendiri sih, tidak masalah. Sehari-hari juga biasanya dia naik motor.
"Anyway. Tumben kamu pake dress?" Harold bertanya seraya menyerahkan helm.
Aduh. Aneh banget, kah? Wajah Mary memanas. "Emangnya nggak boleh?" Gadis itu mencebik untuk menutupi salah tingkahnya. Buru-buru ia memakai helm.
"Boleh, lah. Boleh banget." Harold tertawa ringan. "Senyamannya kamu aja." Si lelaki menaiki motor.
Apakah keputusan Mary menggunakan pakaian di luar kebiasaannya hari ini adalah keputusan yang salah? Mendadak ia menyesal karena takut pilihan bajunya membuat orang heran.
"Aneh, ya?" Mary menaiki jok penumpang dengan tangan yang bertumpu pada bahu bidang Harold.
"Nggak. Manis, kok," jawab Harold seraya menyalakan mesin motor. Begitu santai ia mengucapkan hal itu. Yah, lelaki satu ini memang pandai memuji, sih. Namun kenapa satu kata manis itu membuat hati Mary makin tak keruan?
"Pegangan yang kuat, biar nggak diterbangin angin."
Nah, Harold menyebalkan yang biasa sudah kembali. Lebih baik Harold versi ini saja yang muncul, demi kebaikan jantung si mungil. Mary masih mau hidup lebih lama dan tidak mau mati gara-gara keseringan deg-degan saat bersama teman sendiri!
Dari jarak sedekat ini, wangi parfum Harold yang khas kian pekat tercium. Punggung lelaki yang mengenakan kaos sewarna terakota itu begitu lebar, memblokir pandangan Mary. Mata almon si gadis memandangi punggung teman prianya yang satu itu.
Apa rasanya bersandar di sana?
Orang gila. Buru-buru Mary mengusir ide liar yang tercetus barusan. Padahal cuma dibonceng, tapi kenapa malah kepikiran seperti itu?
Tahu-tahu, mereka melintasi polisi tidur yang cukup tinggi. Takdir seakan langsung mewujudkan ide gila Mary. Tangan Mary refleks memeluk pinggang Harold dan tubuhnya menempel pada badan atletis sang pria.
Mary tahu, badannya mungil, bahkan untuk ukuran orang biasa. Namun, dalam posisi sekarang, barulah si gadis sadar betapa lebar ... dan hangatnya punggung laki-laki selain Bapak yang tengah dipeluknya saat ini.
Bolehkah Mary mempertahankan kedekatan ini sedikit lebih lama?
Betulan sinting. Buru-buru Mary melepas pelukannya. Tolong jangan gegabah!
📸
Dina cuap-cuap:
Bab ini ditulis dalam perjalanan Malang-Bekasi-Jakarta-Malang lagi. Itu yang bikin saya mumet Rabu kemarin, wkwk. Semoga saltingnya tetap nyampe yak, soalnya aku nulis ini sambil guling-gulingan beneran di dalam hotel kapsul WKWKWK.
Fun fact, ini juga pertama kalinya saya main ke Blok M alias daerah kantornya Mary. HAHAHA. Tapi ini scene-nya pas lagi di Surabaya sih ya ....
Ni dua anak salting semua deh. Tinggal saling confess apa susahnya, sih? Huft.
Jangan lupa mampir ke tempatnya Harold di kak amelaerliana yaa! Malu-malu kucingnya berasa bangeet. HAHAHA.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro