Chapter 7 - Pergi Meninggalkan Neraka
Author's POV
Di siang hari, seperti biasa (Y/n) melakukan aktivitasnya. Ia mencuci pakaiannya, mengepel lantai, dan menyapu. Sementara untuk urusan dapur dan teman-temannya, Akari yang akan melakukannya. Semenjak mereka berbaikan dan hidup dalam kerukunan, (Y/n) membagi pekerjaan rumah mereka. Sebelumnya, semua itu dikerjakan oleh (Y/n) dan Akari hanya bersantai di kamarnya. Namun, kehidupan santai milik Akari itu diubah oleh (Y/n).
(Y/n) terus menceramahi Akari tentang kebersihan rumah. Semakin lama, Akari pun merasa jengah dan langsung mengerjakan pekerjaan rumah yang telah dibagi dua oleh (Y/n). Yah, cara itu cukup efektif menurut (Y/n). Buktinya, Akari kini langsung mengerjakan pekerjaan rumah bagiannya sendiri sebelum ia kena ceramah (Y/n) lagi. Melihat perubahan Akari itu, ia cukup bangga.
(Y/n) masuk ke dalam kamarnya. Melihat buku sketsanya yang masih terbuka di atas meja, ia teringat dengan janji yang ia buat pada Kyoujurou. Ia lupa jika ia harus mengirimkan foto hasil gambarnya itu. Seketika (Y/n) mengutuk dirinya yang terkadang lupa akan suatu hal sederhana.
Sambil meraih ponselnya, (Y/n) duduk di kursi meja belajarnya. Ia pun memposisikan buku sketsanya itu agar foto yang dihasilkan bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Setelah terdengar suara jepretan dari ponselnya, (Y/n) pun memandangi hasil karyanya sebelum ia kirim pada Kyoujurou. Tetapi, saat ia hendak mengirimnya, perasaan ragu menghampirinya. Ia takut jika gambarnya itu terlihat jelek dan akan membuat kecewa Kyoujurou yang menunggunya.
Berkat modal tekadnya yang sudah bulat, (Y/n) pun mengirim hasil karyanya itu pada Kyoujurou.
Itu gambar yang kubuat kemarin. Maaf aku baru mengirimkannya sekarang(。>ㅅ<。)
Sent! Pesan itu pun terkirim.
Gambar yang ia kirim adalah gambar saat Kyoujurou tersenyum. Senyum yang ia suka.
(Y/n) menunggu dalam diam. Ia merasa gelisah dan cemas. Ia khawatir jika respon Kyoujurou nanti tidak akan sesuai dengan harapannya meskipun ia tahu Kyoujurou adalah lelaki yang tidak akan menyakiti hati siapapun.
Karena tidak ingin memusingkan bagaimana jawaban Kyoujurou nanti, (Y/n) pun memutuskan untuk pergi keluar dari kamarnya. Dapur menjadu tempat tujuannya. Ia ingin mengambil es krim yang ada di kulkas. Berhubung suhu di sekitarnya sangat panas, rasa dahaga pun tak dapat dihindari.
Setelah mengambil es krim rasa matcha, (Y/n) duduk di sofa depan televisi. Kebetulan, paman dan bibinya sedang tidak ada di rumah. Mereka sedang pergi ke pernikahan saudara ibu (Y/n) yang lain. Secara singkat, paman dan bibi (Y/n) pergi ke pernikahan kakak bibinya. Sementara itu, Akari sedang pergi keluar rumah sebentar. Ia ingin membeli es krim lagi berhubung es krim yang ada di rumah sekarang telah dimakan oleh (Y/n).
Tangan (Y/n) yang kurus menekan-nekan tombol di remote televisi. Tidak ada acara televisi yang menarik minatnya. Jadi, ia hanya bisa memainkan ponselnya sambil menunggu Akari pulang.
Pintu rumahnya dibuka dari luar. Akari masuk ke dalam rumah dengan tas belanja di tangannya. Ia berlalu ke dapur lalu memasukkan semua es krim yang ia beli ke dalam kulkas. Seusai meletakkan semua es krim itu pada tempatnya, Akari menghampiri (Y/n) dengan es krim rasa cokelat di tangannya.
"Kau mau?" tawarnya.
"Tidak, terima kasih. Aku baru saja menghabiskan es krim milikku," tolak (Y/n) halus.
"Apa yang kau lakukan dari tadi?" tanya Akari karena ia melihat (Y/n) tidak sedang melakukan apa-apa.
"Memainkan ponselku sambil menunggumu pulang," jawabnya sambil mengangkat ponsel.
Akari manggut-manggut. Ia lanjut memakan es krimnya hingga tandas dan menyisakan stik kayu di tangannya.
"Kapan Paman dan Bibi akan pulang?" tanya (Y/n) saat Akari kembali dari dapur seusai membuang stik es krim itu.
"Mungkin nanti malam. Kau tahu sendiri bagaimana lamanya sebuah acara pernikahan. Maka dari itu, aku tidak mau ikut," jawab Akari santai sambil menyalakan televisi.
Kini suara pembaca berita di televisi terdengar di antara mereka. Membuat suasana mendadak semakin ramai.
Bunyi pesan masuk terdengar di ponsel (Y/n). Gadis itu segera membuka layar kunci ponselnya dan membaca pesan baru itu. Perasaannya tak karuan saat ia membaca pesan dari Kyoujurou, lelaki yang ia tunggu balasannya sedari tadi.
Gambarmu sangat bagus. Dan aku sangat menyukainya ^^
Begitu isi pesannya. (Y/n) pun menghela napas. Rasa lega dan senang menyusup ke dalam hatinya. Ia membaca ulang pesan dari Kyoujurou untuk memastikan jika ia tak salah baca satu kanji pun.
"Pesan dari siapa?" Akari mulai penasaran.
"Dari temanku," jawab (Y/n) singkat.
"Temanmu yang mana?"
"Hmm... Yang... kugambar kemarin," jawab (Y/n) ragu.
"Aku yakin kalian tidak hanya berteman. Benar kan?" Akari mulai lagi.
(Y/n) hanya menggeleng, "Kami benar-benar hanya teman saja!" protesnya.
"Anggap saja jika kalian benar-benar berteman. Lalu, suatu saat kalian pun akan berpacaran!" serunya kelewat gembira.
(Y/n) hanya bisa menghela napas. Ia harus sabar dengan tingkah laku Akari yang terkadang di luar batas.
***
Hari sudah berubah menjadi malam. Kini, Akari berniat menyusup ke kamar (Y/n) untuk melakukan percakapan seperti biasa di malam hari. Ia sudah membawa bantal miliknya di tangan. Ketika ia berniat masuk ke dalam kamar (Y/n), sebuah tangan menahan lengannya.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
Akari sontak terkejut melihat wajah ibunya sendiri yang sedang menatapnya curiga. Ia pun salah tingkah dan hanya bisa mengatakan beberapa kata yang membuatnya terlihat semakin mencurigakan.
"Apa yang sedang kau lakukan, Akari?" Ibunya bertanya lagi. Kali ini nadanya telah berubah datar dan tajam.
Mendengar suara keributan di depan kamarnya, (Y/n) pun memutuskan keluar kamar. Saat ia membuka pintu, di sana ada bibinya yang sedang berdiri dengan Akari yang sedang menunduk dalam-dalam.
"(Y/n)! Untuk apa Akari ke kamarmu malam-malam?!" seru Bibi mengejutkan (Y/n).
(Y/n) mulai merasa gelisah. Sepertinya bibinya sudah mencium adanya hal yang mencurigakan.
"B-Bibi baru pulang? Apakah kau tidak ingin beristirahat dulu?" (Y/n) berusaha membujuk bibinya itu.
"Jawab pertanyaanku, (Y/n)! Apakah selama ini kalian hidup rukun?!" Bibi menatap pada Akari, "Dan kau, Akari! Apa kau lupa apa yang Ibu katakan padamu?! Kenapa kau justru melanggarnya?!"
Suara Bibi yang menggelegar memancing Paman untuk mendekati mereka. Pria yang sudah berumur setengah abad itu berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi.
"Ada apa ini?" tanyanya.
Jujur saja, baru kali ini (Y/n) mendengar suara pamannya sendiri. Selama ini, pamannya selalu diam saja dan sesekali tersenyum padanya jika Bibi sedang tidak ada di rumah.
"Ternyata selama ini kalian merahasiakannya dariku ya?! Kalian berpura-pura tidak tahu apa-apa dan bertingkah laku seperti biasa! Apakah menurut kalian itu adalah hal yang benar?!" Bibi (Y/n) semakin marah.
Rasa kekesalan (Y/n) sudah memuncak. Ia pun mendongak dan menatap bibinya dengan berani, "Bibi, dengarkan aku. Ini hidup kami, jadi kamilah yang berhak melakukan apapun yang kami mau. Bibi tidak ada urusannya dengan hal ini. Jadi, jika Bibi melarang kami, maka kami pun tidak akan segan melawan Bibi."
Akari mendongak dan menatap kaget pada (Y/n). Ia tidak pernah menduga jika kata-kata seperti itu akan keluar dari mulut saudara sepupunya yang selalu berwajah datar itu. Dalam hatinya, muncul rasa bangga seketika.
Bibi terlihat semakin geram. Ia berniat menampar pipi (Y/n) sebelum sebuah tangan mencegahnya. Paman (Y/n) berdiri di sana sambil menatap istrinya tenang.
"Sudahlah, istriku. Benar apa kata (Y/n). Kau terlalu mengekang mereka. Mereka memiliki kehidupan mereka sendiri. Ada saatnya mereka harus bertindak sebagai orang dewasa dan kita sebagai orang dewasa hanya bisa mendukung dan mengarahkan mereka pada jalan yang benar," ujar Paman tenang.
(Y/n) menatap pamannya itu dengan tatapan berterima kasih. Ia ingin memeluknya, tetapi saat ini situasi dan kondisinya tidak mendukung.
Bibi menatap (Y/n) dan Akari dengan rasa marah. Ia tidak menggubris perkataan suaminya meskipun hati kecilnya mengakui hal itu.
"Pergi kalian dari rumah ini! Pergi!"
Mendengar kata-kata itu, Paman langsung memprotes perkataan istrinya, "Kau jangan pernah mengusir mereka! Ini adalah rumah mereka! Maka, mereka berhak tinggal di sini!"
Lagi-lagi ucapan Paman tidak didengarkan oleh Bibi. Ia hanya terus mengusir anak perempuan dan keponakannya dari rumah itu.
(Y/n) dan Akari hanya bisa saling bertatapan. Setelah melakukan kontak mata, (Y/n) dan Akari pun memutuskan pergi dari sana.
Di belakang mereka, Paman (Y/n) memanggil-manggil nama mereka berdua dan berniat mengejar mereka. Namun, Bibi langsung menutup pintu rumah itu dengan kencang. Dari dalam sana, terdengar suara keributan.
Dalam hati (Y/n) dan Akari, mereka tidak merasa sedih ataupun marah. Justru mereka merasa senang bisa pergi dari rumah itu. Mereka merasa senang bisa pergi meninggalkan "neraka" itu.
***
Yo minna!
Wina gk bisa ngetik panjang2 di sini.
Jadi, Wina cm mau blg, makasih bnyk kalian udh mau baca, vote, dan comment. Makasihh yaa❤❤
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro