BONUS: Nasi Kuning dan Seseorang dari Kota Nirkhayal
[PENGUMUMAN GIVEAWAY DI BAWAH NOTES]
✨
Saat SMA, Am lumayan lemah di mata pelajaran yang berhubungan dengan bidang spasial. Termasuk geografi. Meski begitu, ia masih bisa lulus dengan nilai tertinggi. Ada yang bilang, belajar demi nilai dan belajar karena sungguhan ingin tahu akan beda hasilnya, dan Am baru paham artinya hari ini.
"Kota Para Pemimpi dan Kota Ilusi itu berbeda?"
Am dan Ansel sedang kedatangan pelanggan khusus. Yang menemukan orang itu Am, dan kasusnya mirip dengan Anne waktu itu: si gadis juru masak menemukan orang yang seperti anak ayam kehilangan induk di Stasiun Kota Harapan. Dari pengakuan si anak ayam, namanya Azlin dan ia datang dari Kota Nirkhayal.
"Kok dulu kamu bisa jadi ranking satu di sekolah, sih, Amilya?" Ansel geleng-geleng kepala, heran. "Anak kecil juga tahu kali, kalau itu dua kota yang berbeda."
"Oh, jadi kamu nyalahin aku?" Am mencebik. "Namanya mirip. Jangan salahkan aku kalau aku kira sama!"
Ansel, lelaki dengan tampang blasteran itu terkekeh. "Bukan begitu, Am. Memangnya salah kalau aku heran sedikit? Toh, kamu tetap jadi ranking satu di hatiku, kok."
Kalau Felix yang mengatakan hal itu ke ceweknya entah yang mana, Am bisa paham. Namun, kalau Ansel yang begini, ia jadi merinding dan berseri di saat bersamaan. Berusaha mengabaikan wajah yang mulai memerah, gadis itu berpaling pada klien mereka saat ini. "Maaf ya, Kak Azlin. Kota Ilusi itu yang terkenal dengan para peramal mimpi, kan?"
Azlin mengangguk. Rambut merah ikalnya sedikit bergoyang, tertiup angin. "Jadi, aku ke sini karena temanku enggak percaya dengan kekuatan bubuk ajaib. Tapi, kalau beli di marketplace mahal banget, belum tentu ori pula! Kalau beli langsung di sini bisa, nggak?"
Am dan Ansel saling bertatap. Tak mampu berkata-kata. Permintaan Azlin agak di luar nalar. Am mulai menyesal membawa Azlin ke sini hanya karena tidak tega melihat tampang melas si gadis.
"Bubuk perasaan yang dipakai dalam masakan Dapur Ajaib butuh pengolahan khusus. Tidak sembarang orang bisa menggunakan." Am tersenyum tipis. "Lagipula, harganya mahal. Bayarnya bukan menggunakan koin, pula."
Raut wajah Azlin berubah cemberut. "Harus pakai ginjal?"
".... Kenapa ginjal?"
"Mahal dan bukan pakai koin, berarti ada anggota tubuh yang perlu dijual, kan?"
Ansel menyikut Am, berbisik tepat di kuping, "Kamu dapat pelanggan ajaib ini dari mana, Am?"
"Aku juga tidak tahu!" balas Am. Sama-sama berbisik lirih. Perempuan itu kembali memasang senyum karir, walaupun ramah-tamah bukan keahlian Am. "Kalau boleh tahu, kenapa Kak Azlin ingin sekali membuktikan kekuatan bubuk ajaib pada temannya?"
Ada jeda beberapa detik sebelum yang ditanya buka suara. Kepala Azlin tertunduk dalam dan tangannya mengepal di atas meja. "Temanku sedang stres karena tanggungan keluarganya. Aku ingin memberinya bubuk ketenangan, tapi dia selalu menolak dan menganggap bubuk ajaib di Kota Harapan cuma mitos." Azlin menghela napas. "Padahal aku cuma pingin dia bisa lebih menikmati hidup ...."
Demi hal itu, Azlin rela menempuh perjalanan panjang. Sebagai informasi, jarak antara Kota Nirkhayal dan Kota Harapan lebih dari 24 jam. Teman yang Azlin ceritakan mengingatkan Am pada dirinya sendiri—yang sampai sekarang masih kesulitan merasakan efek bubuk perasaan, omong-omong.
Ansel mengambil alih pembicaraan. "Kalau Kakak bawakan bekal spesial untuk dia, bagaimana? Seperti yang Am bilang tadi, bayarannya bukan koin dan merupakan sesuatu yang berharga dari Kakak, tapi bukan ginjal, ya."
"Kalau bekal, mah, tiap hari juga aku bikinin." Azlin mendengkus. Akan tetapi, tiba-tiba rautnya berubah cerah. "Oh, kalau aku yang masak, tapi minta bubuk perasaannya, apa boleh? Biar lebih personal dan dia tahu kalau aku beneran sayang sama dia!"
Lagi-lagi, Am dan Ansel saling bertatap. Benar-benar klien ajaib.
—
Dina cuap-cuap:
Harusnya aku nulis cerita buat event Swap Idea dari NPC (tenggatnya besok!), tapi aku mentok karena premis yang kudapat amat sangat gelap. Dan sadis. How am I supposed to write that?! Doakan saya 😭🙏
Niatku, aku tidak akan menulis cerita Azlin sebelum cerita swap idea-ku selesai, tapi aku mentok dan tidak bisa melanjutkan ketikanku. Macam lingkaran setan saja karena jadinya aku merasa bersalah menulis ceritanya Azlin ... tapi aku malah nulis ini 🤡
Azlin ini cerita utamanya sedang ditulis, lho. Tapi lebih dominan romance, sih, daripada magical realism-nya. Kalau kalian penasaran sama cerita si desainer penerawang mimpi satu ini, coba mampir aja ke The Boy I Met in Dream.
Nah, ini info pentingnya:
Makasih yaa yang sudah ikut give away and giving me kind words. Percaya nggak aku sampai nangis? I'm not a fan of romantic letter, tapi membaca pesan dan kesan yang menyatakan kalian sayang anak-anakku itu beda cerita. Ada yang sampai terinspirasi buat balik nulis lagi. Rasanya pingin kasih semuanya sesuatu 🥹 Andai uangku banyak dan aku tajir, diriku sudah traktir kalian semua—tapi karena gajiku masih UMR, belom bisa, ya 😭🙏
Jadi, setelah menilik isian dan jawaban para peserta give away (funfact: aku nggak ngeliat bagian username sama sekali untuk mengurangi bias) ...
👀
👣
Selamat kepada ijorumput 😚
Semoga next time ada rezeki lagi, ya. Siapa tahu nanti Dapur Ajaib nyampe sejuta pembaca, bikin give away nominal sejuta kali ya 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro