Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🈀 · ᝰ cinco ˊˎ-

Aura ketegangan nan mencekam terasa begitu kentara di teras rumah mereka. Dengan bingung, (Y/n) hanya bisa menatap lurus ke arah Shuji. Ia tak tahu apa yang terjadi. Bahkan sapaan yang biasanya disambut ramah oleh Shuji, kini hanya dianggap angin lalu saja.

Dengan kebingungan yang melanda, (Y/n) pun mendekat pada Shuji. Ia menyentuh lengan lelaki itu. Tak ada yang lebih terkejut dari (Y/n) kala Shuji menepis tangannya begitu saja.

"S-Shuji-kun, ada apa?" (Y/n) pun memutuskan untuk bertanya. Hei, ia sama sekali tidak paham dengan apa yang terjadi saat ini. Semuanya terlalu tiba-tiba. Perubahan sikap Shuji terasa menyakitkan perasaannya.

"Kau lihat sendiri."

Sebuah amplop diberikan oleh Shuji dengan kasar. (Y/n) menatap lelaki itu sejenak. Wajahnya tampak frustasi dan juga terlihat... sedih. Namun, (Y/n) sama sekali tak memiliki petunjuk mengapa Shuji merasa demikian. Mendapati tatapan (Y/n) yang tertuju padanya, Shuji hanya mengedikkan dagunya ke arah amplop di tangan (Y/n). Menyuruhnya untuk segera melihat apapun isinya.

Perlahan, (Y/n) membukanya. Logo rumah sakit yang selama ini ia kunjungi menjadi hal pertama yang ia lihat pada bagian amplop. Kala amplop itu dibuka, selembar kertas dengan logo rumah sakit yang sama terpampang di depan mata (Y/n). Namun, bukan hal itu yang membuatnya merasa terkejut. Melainkan isi dan keterangan yang dijelaskan di surat itu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa probabilitas Hanma Shuji sebagai ayah biologis dari anak adalah 0%. Oleh karena itu, Hanma Shuji sebagai terduga ayah dapat disingkirkan dari kemungkinan sebagai ayah biologis anak.

Syok, terkejut. Itulah dua kata yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan (Y/n) saat ini. Ia bahkan tidak sanggup berkata apapun. Hanya menatap kertas di tangannya dan juga ke arah Shuji secara bergantian.

"Mengapa... bisa?"

Mendengar gumaman (Y/n) itu, Shuji sontak mendengus. "Apa kau sedang berpura-pura bodoh, (Y/n)? Atau kau berusaha untuk mengelak dari bukti yang sudah sangat jelas?" cibirnya.

Dengan marah, (Y/n) berseru, "Aku tidak tahu! Aku benar-benar tidak tahu, Shuji-kun!"

"Jangan menyebut namaku dengan mulutmu itu."

Ucapan dingin Shuji itu berhasil membungkam (Y/n). Ia tak tahu. Ia benar-benar tidak tahu. Lantas, siapa ayah dari anak yang ia kandung ini? Jika bukan Shuji, lalu siapa?

Kala dipikirkan, seketika sebuah nama terbesit dalam benak (Y/n). Saat nama itu disebutkan di dalam kepalanya, tangannya pun mengepal. Ia marah, pun sedih. Kedua hal yang berbanding terbalik itu ditujukan pada dirinya sendiri, bukan pada Shuji.

"Selama ini aku mengira bahwa kita saling mencintai. Tetapi, ternyata aku salah. Kaulah yang membohongiku, membohongi perasaan ini," tutur Shuji dengan penuh penekanan. Emosi terasa begitu kentara dalam ucapannya. Perasaannya terlampau bercampur aduk. Marah, sedih, kesal, kecewa. Namun, dari semua perasaan itu tidak ada yang dapat membuatnya merasa senang sedikit pun.

"Ada, ada alasan mengapa aku melakukannya." (Y/n) mendongak, menatap Shuji dengan air matanya yang berlinang. "Apa kau mau mendengarkannya?"

Shuji memang tak menjawab. Jujur saja, ia benar-benar kecewa. Ia ingin marah, melampiaskan emosinya pada apapun itu. Namun, melihat (Y/n) yang sama frustasi dengan dirinya, seketika ia urung. Ia pun memilih untuk diam.

Diam yang dilakukan oleh Shuji dianggap (Y/n) sebagai tanda baginya untuk melanjutkan perkataannya. Ia tak tahu bagaimana isi pikiran lelaki itu saat ini. Ia benar-benar tidak tahu.

"Kau sudah tahu bahwa selama ini aku terlilit hutang. Lebih tepatnya hutang ayahku. Ia pergi begitu saja dan meninggalkan bebannya padaku. Aku memang tak pernah mengatakan padamu seberapa besar beban yang kutanggung. Namun, aku lelah, Shuji-kun. Aku benar-benar lelah." Ia terdiam sejenak, melihat bagaimana Shuji akan bereaksi. Sepertinya tak ada perubahan pada wajah lelaki itu. Oh, (Y/n). Bagaimana bisa kau mengharapkan sebuah belas kasihan dari seseorang yang telah kau kecewakan?

"Lalu, ada seorang lelaki datang kepadaku. Ia merupakan teman semasa SMA kita dahulu. Namanya ialah Haitani Ran. Mungkin kau mengenalnya, mungkin juga tidak. Ran-lah yang menawarkan bantuan padaku. Kami membuat kesepakatan di atas materai. Ia berkata bahwa ia akan membayar lunas semua hutang ayahku dan juga biaya untuk kuliahku nanti. Tetapi, sebagai gantinya, ia menginginkan keturunan, dari rahimku."

Shuji terlampau tak dapat berkata-kata. Ia menatap kosong pada permukaan tanah yang ia pijak. Bagaimana ia harus bereaksi saat ini? Mempercayai perkataan (Y/n) begitu saja? Ah, itu sangat sulit. Setelah (Y/n) membohonginya dan mengecewakannya, tak mungkin bagi Shuji untuk percaya padanya begitu saja.

"Mengapa kau melakukannya? Mengapa kau melakukan hal keji itu padaku, (Y/n)?! Saat itu kita masih menjalin hubungan, bukan? Mengapa kau setega itu?!" cecar Shuji dengan tatapan yang sulit diartikan.

Kesal karena Shuji terus menyalahkannya, dengan frustasi (Y/n) pun berteriak, "Kau tidak mengerti bagaimana perasaanku! Aku tak bisa meminta pertolongan pada siapapun! Termasuk kau! Kau pun kesulitan dengan masalah ekonomi keluargamu sendiri, Shuji-kun! Tolong mengertilah mengapa aku bisa sedemikian frustasi hingga menuruti kesepatan sialan itu..."

Di akhir kalimatnya, (Y/n) kembali menangis. Ia tahu dirinya salah. Salah besar. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Ia memang seorang wanita bodoh yang mau saja menjual tubuhnya yang terlalu berharga. Hanya karena sebuah hal bernama uang.

Siapa yang akan menyangka jika Shuji malah mendekap (Y/n) dengan erat? Nyatanya, hal itulah yang ia lakukan. Epidermis mereka seketika saling bersentuhan. Menghantarkan rasa hangat pada masing-masing insan.

"Maaf, Shuji-kun. Aku, aku benar-benar tidak tahu jika anak di dalam rahimku bukanlah anakmu. Maafkan aku karena aku telah menyeretmu ke dalam masalahku sendiri," ujar (Y/n) di sela tangisnya, dari balik punggung Shuji.

Tak ada respon yang diberikan oleh Shuji. Lelaki itu hanya mendekap (Y/n) saja. Seolah-olah ia tahu bahwa hanya kehangatan yang (Y/n) butuhkan saat ini.

Sayang, hal itu tak berlangsung lama. Karena saat dirinya tersadar, (Y/n) telah terjatuh tersungkur ke atas tanah yang dingin. Terasa sangat sakit, sungguh. Kala ia menoleh pada pelakunya, ia sangat terkejut. Benar-benar terkejut.

Seorang wanita tengah merebut tempatnya. Wanita itu menangis dan memeluk tubuh Shuji dengan erat. Tak berniat untuk melepaskannya. Sementara, (Y/n) tak dapat melihat ekspresi Shuji saat ini. Lelaki itu membelakanginya.

"Shuji! Akhirnya aku menemukanmu! Aku merindukanmu, Sayang!"

Kalimat itu. Merupakan rentetan kata yang sudah biasa (Y/n) dengar di film ber-rating rendah. Namun, ia sama sekali tidak menyangka jika saat ini hidupnyalah yang ber-rating rendah tersebut.

"Apa yang kau lakukan di sini?!"

(Y/n) tahu, Shuji pasti sedang marah. Namun, (Y/n) pun merasa demikian. Selama ini, Shuji bertindak seolah-olah lelaki itulah yang paling mencintainya di dunia ini. Namun, sekarang apa? Ada seorang wanita lain yang memeluknya begitu saja dan mengatakan hal-hal seperti di drama picisan.

"Siapa kau?"

Pertanyaan (Y/n) itu membuat wanita tadi menatapnya. Dengan wajah sedih yang dibuat-buat, ia berkata, "Ah, maaf. Aku mendorongmu tadi, ya? Habisnya kau memeluk kekasihku. Maaf saja, ya."

Umpatan dan kata-kata kasar lainnya ingin segera (Y/n) keluarkan. Bukan hanya kepada wanita itu saja, juga kepada Shuji yang berdiri di sebelahnya. Yang tampak tidak berniat untuk menjelaskan apapun. Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya.

Kini, (Y/n) tahu. Dirinya dengan Shuji merupakan sama. Sama-sama brengsek kepada pasangan mereka masing-masing. Mereka saling membohongi dan mengecewakan. Berkedok kata 'saling mencintai' yang nyatanya justru menyakiti kedua pihak.

Sesuatu yang terasa hangat terasa pada permukaan kulit (Y/n). Ia sudah tak peduli pada kedua insan di hadapannya itu. Mungkin mereka sedang melepas rindu atau sedang bercumbu. Entahlah, (Y/n) sama sekali tak peduli. Yang ia khawatirkan saat ini ialah pandangannya yang mulai mengabur serta rasa hangat yang terus mengalir dari selangkangannya.

***

Ges, cerita ini kacau banget, sumpah ༎ຶ ͜ ༎ຶ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro