Cinta itu... (The Last Chapter)
Yoongi POV
"Sayang?"
"Hmm?"
"Yakin dengan pilihanmu?"
"Apa ada yang salah?"
"T-tidak. Hanya saja... Aku takut kau merasa terpaksa karena itu menyangkut tentangku."
Aku dan Sohyun sedang berada di sofa ruang tamu rumahku. Ia menyandarkan kepalanya pada pangkuanku. Kami sama-sama menikmati sore yang membosankan dengan bercengkrama di atas sofa empuk nan hangat ini.
Tepatnya, salju turun kemarin malam. Suhu udara menurun drastis di luar sana sehingga perlu kunyalakan tungku api di ruang keluarga dan kuselimuti tubuhnya dengan selimut kebanggaanku.
Ada setetes kepuasan tersendiri ketika kuperhatikan wajah manisnya. Bahkan sempat terlintas di benakku, bagaimana aku bisa mendapatkan gadis sesempurna dia. Gadis yang selalu percaya padaku ketika orang lain tiada pernah absen menggosipkan rumor-rumor tak mengenakkan terkait mentalku.
Dimana lagi aku bisa memperoleh gadis semurni dia? Aku pasti tak akan pernah mampu melihatnya bersama orang lain andaikan aku tak datang hari itu. Siapa lagi? Tentu saja si Daniel yang aku takuti akan mengambil posisiku sekarang.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Sebenarnya aku penasaran kenapa kau mengambil pilihan itu. Jujurlah padaku jika sesungguhnya kau terbebani. Aku tak bermaksud--"
"Sshh!"
Sohyun meletakkan telunjuknya di bibirku. Membungkam keraguan yang sedetik lagi akan meluncur dari hati keluar mulutku.
"Apa aku terlihat terbebani?"
Aku--- ragu. Tetapi, kugelengkan kepalaku sedikit kaku.
"Aku memilihnya dengan akal dan perasaan. Aku tulus mengambil apa yang aku pilih ini. Apa salahnya menjadi dokter pribadimu?"
"Sekaligus Istri di masa depanmu nanti.."
Lanjutnya diikuti senyuman.
"Apa kau tidak merasa repot? Jika suatu hari nanti aku kembali berulah, kendali otakku mulai tidak bekerja, aku tak terkontrol bahkan sampai menyakitimu.. dan yang terparah, bagaimana kalau aku sampai hilang akal dan mulai melupakanmu?"
Sohyun bangun dari posisinya. Mata bulatnya menatapku penuh keyakinan. Teduh. Damai. Ketulusannya sungguh terpancarkan.
"Apa kau tau arti cinta?"
"Apa kau pernah dengar bahwa 'cinta itu buta'?"
Aku awam. Iya, aku awam soal cinta dan kasih sayang. Yang aku tahu, hidupku hanya penuh kebohongan dan bisikan tipu daya pikiran.
Apakah cinta itu semenenangkan hembusan angin menjelang senja di tepian pantai?
Apakah cinta itu seindah burung camar yang ikut beterbangan mencari makan disana?
Apakah cinta sebebas awan kapas yang menyelam di angkasa?
Aku ingin tau apa itu cinta selain yang aku rasakan padanya belakangan ini. Sebatas getaran dan kebahagiaan.
"Cinta itu buta. Kalaupun mereka buta karena cinta, tak seharusnya kau hidup dalam lingkungan penuh hinaan dan intimidasi. Jika dunia ini terpenuhi dengan kebutaan cinta, seharusnya kau mendapat kebahagiaan yang kau harapkan sejak dulu."
"Semua semakin jelas. Orang-orang
hanya termakan istilah itu. Biarlah jika mereka menganggap apa yang mereka yakini benar. Yang jelas.. bagiku cinta itu adalah menerimamu apa adanya. Mengarungi segala suka dan dukamu bersama. Menemanimu setiap detik waktu berlalu... Sampai nafas tak menyentuh jiwaku."
"Cinta itu masalah hati, Yoon. Kau tak akan bisa mengubah alur perasaanku padamu. Apa yang aku berikan ini tulus.. jadi please, jangan merendahkan dirimu gara-gara mengiraku terbebani."
Bibirku mengukir senyum. Aku tidak paham apa yang ia katakan, namun aku tau maksud dari kata 'tulus'nya.
Untuk yang kesekian kali, aku merasa beruntung mendapatkan Sohyun. Si penyemangat hidupku. Penyelamatku dari masa-masa kelam yang menghantui.
"Kalian masih disini?"
Aku dan Sohyun tersentak. Mama tiba-tiba sudah di belakang kami membawakan dua cangkir coklat panas.
"Apa Sohyun sudah izin ke pamannya kalau akan menginap di rumah Mama?"
Tanya Mama padaku diikuti lirikannya pada Sohyun.
"Iya Tante. Aku sudah meminta izin Paman dan Bibi."
Sahut Sohyun dengan inisiatifnya menjawab pertanyaan tersebut.
"Mulai sekarang, Sohyun bisa panggil Tante 'Mama' ya?"
"Maaf, Tante?"
"Iya. Panggil Tante 'Mama'."
Wanita sulit diakrabkan. Kata siapa? Bahkan Sohyun sangat ahli mencuri hati Mamaku dengan ocehannya saat ini. Ia memang pandai bergaul. Itulah mengapa, Papa bilang Sohyun adalah kunci perubahan terbesarku.
Mereka mengobrol sepanjang sore. Hingga tak terasa, cuaca dingin menjadi lebih dingin di antara gelapnya malam.
"Kau tidak tidur?"
"Nanti."
"Apa perlu aku menemanimu sampai kau terlelap?"
"Tidak usah. Kau juga harus istirahat."
"Baru tadi pagi kau bersikap manja. Sekarang mandiri sekali.. apa ada maunya?"
Aku tersenyum sederhana dan memilih mengantarnya ke kamar yang sudah disiapkan Mama.
Ia merangkak menuju kasurnya. Kurapatkan selimut tebal itu sampai menutupi badannya. Syal yang kupakai, kusematkan ke lehernya supaya ia tetap terjaga dalam tidur tanpa pengaruh hawa-hawa es yang menyeruak masuk dari ventilasi udara.
"Tidurlah yang nyenyak."
Kulontarkan senyumku sekali lagi sebelum kutinggalkan suara derap langkah menjauhi kamarnya.
"Tunggu."
Aku berhenti. Entah perasaan apa yang mulai membuatku goyah. Menahannya disini apakah akan membuatnya menjadi ikutan gila?
Aku merenungkannya sudah tiga hari. Semenjak aku menemui psikiater langgananku dan beliau mengatakan bahwa keadaanku tak akan pernah berubah. Trauma peristiwa berdarah itu menghantuiku setiap malam meski aku tampak normal di pagi harinya. Kusembunyikan ini dari semua orang karena aku takut semakin kehilangan mereka sebab fakta memalukan ini.
Jika kondisiku terekspos, aku tak dapat menjamin ada berapa butir orang yang tetap setia di belakangku. Termasuk Sohyun. Aku sadar rasa cintanya padaku begitu besar. Aku pun juga. Justru karena itulah, aku jadi tak sanggup merepotkan kehidupannya. Sedangkan di sisi lain, aku takut kehilangan sosoknya.
Kehadiranku hanya akan merugikan waktu, tenaga dan pikiran orang lain bukan?
"Aku mencintaimu."
Pikiranku terhenti ketika sepasang tangan memelukku dari belakang.
Jantungku berdetak hebat. Kekacauan batin itu perlahan menghilang. Menyisakan puing-puing ketenangan yang ditebarkan oleh cinta-kasih seorang Sohyun.
"Aku mencintaimu. Aku tau kemana arah pikiranmu, Yoon. Sebaiknya, kau mulai mengusir stigma negatif itu dari otakmu. Aku dan semua orang akan terus setia bersamamu meski nanti kau kau bukanlah dirimu lagi."
"Itulah keluarga. Akan selalu ada cinta di dalamnya. Kau, aku dan orangtuamu. Kita semua tidak akan pernah terpisah. Percayalah.."
Aku membalikkan tubuhku dan menyambar tubuhnya dengan tegas. Kupeluk... Dan kupeluk lagi semakin erat.
"Terima kasih."
"Aku juga mencintaimu."
Tuhan, kau pertemukan aku dengan dia. Kebaikan apa yang pernah aku amalkan selama aku hidup? Apakah ini kado darimu atas setiap kesepian yang melandaku sampai umurku hari ini?
Terima kasih telah mendatangkannya .
Aku pria paling beruntung.
"Aish.. kau terlalu terbawa perasaan, Yoon. Kau harus tau kalau kau begitu lemah terhadapku. Kau pasti sangat mencintaiku sekarang."
"Sekarang dan selamanya."
"Huh?"
"Sekarang dan selamanya.. Kim Sohyun."
"Jangan ingkari janjimu ya.."
"Jadilah dokter pribadiku di masa depan."
"Dan yang terpenting... Jadilah istriku yang setia sampai tua nanti."
"Sampai nyawaku tercabut juga. Aku akan dengan sabar merawatmu, Yoon. Aku akan setia sebagai seseorang yang memiliki ikatan suci bersamamu."
Aku mengecup keningnya lalu turun ke bibirnya pelan. Malam yang dingin pun berubah menjadi hangat.
Tersulut kehangatan cinta kami yang mungkin tak akan pernah terlupakan.
"Biarkan aku terus mengisi keseharianmu, Min Yoongi. Karena.. akulah penyemangat hidupmu. Mari melangkah maju bersamaku dan mari kita halau semua halangan yang membatasi kebebasan kita."
"Mari bersama meniti kehidupan.."
Done.
Dengan ini, cerita 'ENCOURAGER' dinyatakan ditutup.
Siapa disini yang suka lagu 'Seesaw' angkat ✋ hehe...
This is my favorite song.. the most favorite from the album Answer.
Maaf... Bikinnya sambil ngantuk. Kalau bahasanya kurang selaras.. akan aku perbaiki di lain waktu. Minta komennya ya.. hehe. Ngantuk😴😴
Thank you 😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro