#22 Melarikan Diri
"A-ayo kita pergi, Daniel!"
"Kau baik-baik saja? Kau terluka. Ba-bagaimana kita bisa kabur?"
"Lupakan lukaku. Kita harus keluar dari sini."
Yoongi. Dia terbangun ketika mendengar kedua temannya dalam bahaya. Ia memaksakan diri, melawan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya. Darah segar, setetes demi setetes terkucur membasahi baju kaos putihnya. Daniel merasa ngilu menyaksikan Yoongi saat itu. Tentu saja ia tidak tega melihatnya terluka, meskipun ia selalu dibuat cemburu akan perhatian Sohyun yang kini mulai tertuju pada pria itu.
"Sohyun! Melompatlah! Tunggu kami di luar!"
Teriak Daniel pada Sohyun yang masih melongo di atasnya.
"B-baiklah. Kalian hati-hati! Terutama kau, Yoon!"
Yoongi meringis kesakitan, ia kedipkan kedua matanya sambil mengangguk perlahan, mengiyakan perintah Sohyun agar ia jaga diri baik-baik. Tanpa was-was, Sohyun pun melompat dan berhasil mendarat di luar rumah.
"Kau.."
"Naiklah."
Daniel berjongkok di depan Yoongi, memberi isyarat kalau ia bersedia menggendongnya keluar.
"Punggungku masih perkasa untuk menggendongmu keluar."
"K-kau serius?"
Tanya Yoongi sembari memegangi perutnya yang terasa sakit akibat sebuah sayatan pisau di permukaannya waktu itu.
"Cepat naik! Atau psikopat brengsek itu akan segera bangun dari tidur sementaranya."
Yoongi merayap di bagian belakang tubuh Kang Daniel. Merasa sedikit canggung, karena pada kenyataannya mereka tak pernah sedekat ini. Daniel jarang mengajak Yoongi bicara, begitu pula Yoongi yang tak pernah bertegur sapa kepada Daniel. Ini pertama kalinya Yoongi melakukan kontak fisik dan bercakap ringan dengan anak itu. Ia serba kaku. Apakah ini berarti Daniel sekarang temannya?
"Terima kasih."
Memakan waktu sekitar sepuluh menitan, mereka sampai di ruang tamu rumah yang cukup luas tersebut. Daniel mencoba membuka kenop pintu yang terasa dingin. Namun sulit. Pintu tersebut ternyata dikunci oleh si pemilik rumah.
"Apakah ada jalan lain keluar dari rumah ini?"
"Ada. Tapi pintu belakang sangat jauh dari sini. Sedangkan Paman, mungkin pingsannya tidak bertahan lama."
Daniel hampir saja gila! Seharusnya ia tak terjebak dalam situasi ini, tetapi sekali lagi, ia lalui semua bahaya hanya demi Kim Sohyun, gadis yang ia cintai.
"Baiklah. Kita ambil pintu belakang."
"Kau yakin??"
"Tentu saja! Kau berat, kalau kau mau tahu! Kita harus cepat jadi jangan mengajakku banyak berdebat!"
Yoongi terdiam. Apa Daniel baru saja meluapkan emosinya?? Yoongi baru saja menyadari hal tersebut dan itu membuatnya sedikit tidak nyaman berbicara dengan Daniel.
"Lewat mana?"
"Lurus saja ke belakang. Nanti belok ke kiri. Di sana letak pintunya, di sebelah dapur."
Mengikuti instruksi dari Yoongi, Daniel semakin mempercepat jalannya. Entah mengapa perasaannya semakin tidak enak, seakan sesuatu hal buruk akan segera menimpa mereka.
"Apakah bisa dibuka?"
Yoongi penasaran kemudian.
"Tidak. Ini juga dikunci!"
"Ah.."
"Bisa aku turunkan kau sebentar?"
Daniel pun meletakkan tubuh Yoongi di atas kursi meja makan. Ia tampak lelah. Ia terduduk di atas lantai dan mengatur nafasnya sejenak. Yoongi yang memperhatikan merasa bahwa pengorbanan Daniel bagi keselamatan Sohyun ternyata begitu besar. Daniel tak hanya sekadar sahabat, tetapi ia adalah sosok istimewa yang pernah Sohyun miliki.
'Sohyun tidak boleh kehilangannya.'
Batin Yoongi.
"Apa kau tidak tahu dimana aku bisa menemukan kunci dan membuka pintu itu?"
Yoongi tersentak dari lamunannya. Ia sekarang sedang mengingat-ingat.
"Sepertinya.. aku pernah lihat Paman meletakkan sesuatu di samping kulkas."
"Maksudmu di dalam jajaran rak itu?"
"Iya."
"Baiklah. Tunggu disini, akan aku cari kunci itu disana."
Selang waktu beberapa menit, Daniel kembali dengan memegang gantungan benda logam di tangannya.
Tak basa-basi lagi, buru-buru Daniel selipkan benda itu ke selot pintu. Ia putar, tetapi tak kunjung pintu itu terbuka. Ia pun melakukan gal yang sama pada sisa kunci yang menggantung jadi satu di tangannya.
"Sial! Yang mana kunci yang benar??"
Yoongi tak tau harus berbuat apa. Daniel yang marah-marah sendiri sungguh membuatnya takut menyela.
"Yakk!! Kita tidak punya banyak waktu! Apa kau tidak tau mana kunci yang cocok?! Kenapa diam saja?? Menyebalkan!"
Lontar Daniel pada Yoongi kasar.
"C-coba.. p-pakai y-yang ada t-tanda b-berwarna biru."
Ceklek~~
"Kenapa tidak bilang daritadi sih??"
Pintu terbuka. Daniel segera menggendong belakang kembali tubuh Yoongi. Dan mereka pun berhasil keluar.
"Akhirnya kita bebas. Tapi dimana Sohyun?"
"Kalian mencarinya?"
Yoongi dan Daniel saling berpandangan.
Sohyun kini telah dalam kekuasaan Paman Yoongi. Ia tercekat, karena Paman Yoongi melakukan ancaman yang sama seperti yang sebelumnya ia lakukan pada Daniel. Daniel melotot.
"Lepaskan dia! Kau bisa membunuhku, asal jangan menyakitinya. Kumohon.. lepaskan Sohyun."
Yoongi tersentuh mendengar ucapan Daniel. Kenapa Daniel begitu berani menyerahkan nyawanya demi Sohyun? Sedangkan ia sendiri tak memiliki daya apapun untuk dapat berbicara.
"Cinta! Jadi itu pengabdian cintamu pada gadis ini??"
"Cih. Menjijikkan!"
"Bukankah akan adil jika aku membunuhnya? Sehingga kalian berdua tidak perlu saling berebut."
Daniel tak mengerti apa yang Paman Yoongi katakan. 'Kalian berdua'? Siapa maksudnya? Hanya ada mereka dan Yoongi di sebelahnya.
'Atau jangan-jangan..'
"Yoongi menyukai gadis ini. Apa kau tidak sadar?"
Daniel terkejut. Begitu pula Sohyun. Anak pendiam dan tak banyak bicara itu ternyata menyukai gadis yang Daniel suka.
Sementara, Yoongi yang berdiri lunglai tak bisa menyanggah apapun. Matanya membeku tepat di mata Sohyun. Mereka saling menatap, lama. Hingga akhirnya Daniel menyadari hal tersebut.
"Apa kau menyukainya?"
Yoongi terkesiap. Apa yang harus ia jawab? Apakah perasaan yang selama ini ia rasakan adalah cinta? Tetapi sudah pernah ia lakukan berbagai cara untuk membuktikan apakah dirinya mencintai Sohyun, dan sayangnya semua tidak berhasil. Justru, perilakunya membuat dirinya sendiri malu di hadapan Sohyun.
"Yoongi, jawab aku!"
"Ak-aku.."
"Aku tidak tahu."
"Jangan bohong! Kau pasti menyukainya kan??"
"Aku tidak tahu!"
Suara Yoongi mulai meninggi. Ia merasa tertekan dengan pertanyaam Daniel yang mengintimidasi. Apa salahnya jika memang Yoongi menyukai Sohyun? Toh gadis itu membawa banyak perubahan dalam dirinya. Sohyun mengubahnya menjadi anak yang berani bergaul dan berjuang mengahadapi hidup yang begitu keras. Sohyun adalah sosok penyemangat hidupnya, jadi tak heran jika ia menyukai Sohyun. Namun, Yoongi belum bisa menyadari bahwa perasaannya itu adalah cinta. Ia tetap mengelak.
"Kenapa kau membentakku? Aku hanya bertanya apakah kau menyukainya?"
"Aa!"
Sohyun berteriak.
"Diam kalian! Kalian bertengkar di waktu yang tidak tepat. Jadi, sebaiknya aku apakan gadis kalian ini??"
"Apa mau Paman sebenarnya? Mereka tidak ada sangkut pautnya dengan kejahatan yang Paman lakukan. Bebaskan mereka."
Kali ini Yoongi yang menyanggah.
"Anak sialan, diam kau! Sekarang kau jadi banyak bicara ya? Mau melawan Pamanmu?"
Yoongi merapatkan bibirnya kembali setelah sang paman mengelus-eluskan permukaan pisau yang tajam pada wajah Sohyun dengan tangan kirinya masih berada di leher Sohyun seolah-olah bersiap untuk mencekik.
"Aku akan menghancurkan orang-orang yang membuatku sakit hati. Aku ingin menghancurkan segala kebahagiaan yang kau miliki. Orangtuamu, terutama ibumu! Kalian semua harus hancur!"
"Pertama... aku akan membunuh gadis ini! Lalu kalian selanjutnya! Haha.."
Paman Yoongi berjalan memundurkan tubuhnya. Masuk kembali ke dalam rumah yang sebelumnya sempat ditinggalkan.
"Paman!!!"
Daniel mengerang dan beranjak mengikuti keduanya masuk ke dalam rumah. Yoongi pun demikian. Ia tertatih-tatih menyeret kakinya yang bengkak untuk ikut ke masuk.
"Tolong hentikan ini, Paman! Atau aku akan lapor ke polisi!"
"Lapor ke polisi? Silakan! Tetapi dalam waktu singkat, kalian mungkin sudah terbunuh di hadapanku sendiri. Meskipun aku akan ditangkap, maka aku akan ditangkap dengan penuh kebanggaan."
"Dasar orang gila! Cepat serahkan Sohyun padaku!"
"Ambil saja kalau bisa.."
Daniel tersulut emosi sebab Paman Yoongi tetap terlihat tenang walau Daniel sudah membawa-bawa nama polisi.
Setelah memutar otaknya, Daniel tanpa takut mendekat ke arah Paman Yoongi dan mencengkeram kedua kerah kemejanya. Sohyun terlempar jatuh. Kedua orang itu pun kemudian saling bergelut.
Daniel berhasil menjatuhkan Paman Yoongi di bawahnya. Ia menonjok berkali-kali wajah orang memuakkan tersebut sampai darah merah keluar dari salah satu lubang hidung dan bibirnya.
Tak berlangsung lama, Paman Yoongi mengalahkan kekuatan Daniel yang mulai melemah. Ia mengambil alih posisi Daniel yang tadi menonjoki wajahnya. Gilirannya kini menghajar Kang Daniel sampai ia terkapar tak berdaya.
"Kau pikir bisa dengan mudah mengalahkanku, huh?? Anak kecil! Jangan pernah sok dewasa dengan mengajariku arti cinta! Cinta yang sejati adalah kematian belaka!"
Sorot mata tajam sang paman diarahkan ke pisau belatinya yang terjatuh tak jauh dari jangkauan. Dengan cepat, pisau itu berakhir di genggamannya.
"Ucapkan salam terakhirmu sebelum malaikat maut menejemput, Nak. Sampai jumpa di surga..."
Sang paman melayangkan pisaunya, hendak menusuk jantung Kang Daniel yang masih berdetak.
Prang!!!!
Terdengar bunyi pecahan barang yang begitu keras membentur sesuatu. Lalu, cairan merah mengalir di permukaan wajah Kang Daniel. Bau anyir menyibak ke indra penciumannya.
Setelahnya, suara teriakan tercetak jelas.
"Argh!! Aaarrghhh!!"
"Tidak Paman. Kau yang harus mati dan membayar semua perbuatan Paman!"
"Maafkan aku.."
Jeb.. jeb.. jeb..
Hentakan demi hentakan ujung benda runcing yang tajam menghantam bagian belakang tubuh pria psiko itu. Daniel melebarkan kedua matanya. Ia tak menyangka kalau dirinya selamat dari baku hajar pria pembunuh tersebut, terlebih ia berhasil lolos dari serangan pisau yang tak butuh waktu lama akan segera menghentikan debaran jantungnya dan menukil nafasnya.
Sohyun yang mematung menyaksikan adegan berdarah di hadapannya rasanya ingin pingsan saja. Sungguh, pemandangan ini tak pantas ia lihat. Sosok Yoongi berubah jadi liar dan tidak terkontrol.
Yoongi secara beringas menusukkan pecahan vas bunga itu ke perut pamannya yang berada di bawahnya. Tak tampak ada rasa penyesalan di matanya. Semua terjadi begitu saja.
Tak lama kemudian, terdengar sirine mobil polisi di luar rumah. Daniel dan Sohyun panik.
Daniel bangkit dari acara terbaringnya. Ia bergegas menarik tangan Sohyun dan membawanya pergi dari rumah tersebut. Meninggalkan Yoongi sendirian bersama pamannya yang kehilangan banyak darah. Ia menangis.
..........................
"Sohyun, ini sudah seminggu kau mengurung diri di kamar. Bukankah sebaiknya kau keluar, Nak?"
"Bibi bawakan sarapanmu. Ayo, makanlah dulu. Kau semakin kurus saja.."
Iya. Sejak seminggu yang lalu, paman dan bibi Sohyun datang dari Anyang ke Seoul. Mereka mendapat telepon dari Daniel bahwa Sohyun sakit. Daniel merawat Sohyun sepanjang waktu. Ia mengompres kening Sohyun yang terasa mendidih. Menyelimutinya setiap malam saat akan tidur, dan menyiapkan makanan untuk keperluan nutrisinya. Di sisi lain, ia juga tak mungkin selalu siap sedia di kontrakan Sohyun saat ia butuh untuk mengurusi gadis itu. Oleh sebab itu, ia memanggil paman dan bibi Sohyun untuk datang dan membantunya merawat Sohyun.
"Makanlah Nak.. apa yang membuatmu terus melamun seperti ini? Apa kau tidak mau bercerita pada Bibi? Apa kau tidak rindu berkeluh kesah pada Bibimu ini?"
Sudah satu jam berlalu. Sohyun tak membuka mulutnya sedikit pun. Ia tetap bersandar pada headboard ranjangnya dengan tatapan mata kosong. Bibinya menyerah. Tak tau harus bagaimana lagi menyikapi keponakannya.
"Baiklah. Bibi tidak akan memaksamu makan atau berbicara. Bibi letakkan buburnya di atas meja, jika kau lapar, kau harus memakannya."
"Bibi tinggal dulu.."
Kata sang bibi sambil mengelus puncak kepala keponakan yang kini ia anggap sebagai anak sendiri.
'Kenapa semua jadi begini? Kenapa jadi kacau begini? Kenapa harus seperti ini?'
Pikir Sohyun.
..............................
"Bi, apa Sohyun ada di kamarnya?"
"Eh, Daniel."
"Masuklah. Mungkin dia mau membuka mulutnya kalau ada kau."
Sore itu, Daniel berkunjung ke kontrakan Sohyun dengan membawakan bunga mawar merah kesukaannya. Bunga adalah aromaterapi alami yang akan menenangkan pikiran orang yang menciumnya. Dengan bunga itu, Daniel harap Sohyun bisa lebih tenang.
"Sohyun.."
Daniel menangkap tubuh sahabatnya yang berdiri di dekat jendela. Bibirnya mengulas senyum. Ia mendekat dan menyodorkan bunga mawarnya kepada Sohyun yang masih membelakanginya, namun tangannya beserta bunga tersebut terhenti mengambang di udara ketika Sohyun berbicara.
"Bukankah sebaiknya kita mengunjungi Yoongi dan melihat bagaimana keadaannya?"
"Jika itu yang kau mau-- baiklah."
............................
Mobil Daniel berhenti di sebuah bangunan raksasa dengan banyak jendela di setiap sisinya. Ia memandang sejenak ke arah Sohyun, ia benar-benar berubah menjadi pemurung semenjak kejadian hari itu.
"Mari turun."
Daniel membukakan pintu mobil di sebelah Sohyun, lalu menuntunnya keluar.
"Permisi, apa kami bisa menemui pasien bernama Min Yoongi?"
"Pasien bernama Min Yoongi ada di kamar 308 lantai tiga."
"Terima kasih."
...........................
"Pergi!! Jangan mendekat!!! Pergiiiii!!!!"
"Yoongi, kau harus minum obatmu dulu."
"Pergiii!! Orang itu mau membunuhku!! Dia selalu mengintaiku! Usir diaaa!!"
"Iya. Kami akan mengusirnya, tapi kau minum obatmu dulu ya?"
"TIDAAK! AKU BILANG USIR DIA!"
"Suster, tolong pegang tangannya. Aku harus memberinya suntikan penenang."
"Baik, Dok."
"Mau apa kalian?? Lepaskan aku!! Lepas! Seharusnya kalian menyerangnya, bukan aku!"
"Jangann! Jangan!!!"
"Aaa!!"
"Baringkan dia di kasur."
Dokter menghela nafas.
"Akhirnya.."
Ketika dokter itu keluar dari kamar yang bernomorkan 308, dirinya langsung disambut oleh dua orang remaja yang terbengong di depan jendela transparan yang menunjukkan penderitaan seseorang sepantaran mereka yang harus menerima suntikan akibat kehisterisannya.
"Apa kalian ingin mengunjungi pasien?"
"I-iya Dok."
Jawab Sohyun.
"Sebaiknya tidak untuk saat ini, karena gangguan mentalnya semakin menjadi. Akan sangat berbahaya jika kalian masuk, belakangan, ia sering melukai orang-orang yang mendekatinya."
"Saya permisi dulu, kalian hanya bisa melihatnya dari balik jendela."
Sohyun lemas. Ia hampir saja terjatuh jika Daniel tidak menopang tubuhnya.
"Kenapa dia harus menanggung semua perbuatan Pamannya?"
Daniel memeluk Sohyun yang kini sedang menangis.
Akankah Yoongi kembali seperti semula??
To be Continued.
Detik2 berakhir guys...
Jangan kewatian kelanjutannya ya?
Ayo tebak, gimana akhir ceritanya nanti? Sohyun sama Daniel atau Sohyun sama Yoongi?
Thanks..
Next (?)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro