#18 Hilang
"Sohyun, kau baik-baik saja?"
Paman Sohyun datang dan membuyarkan kemurungan Sohyun yang dimulai sejak ia berangkat dari kontrakan sederhananya tadi pagi.
"Kau yakin mau ikut Paman ke Anyang?"
Sohyun tampak memikirkan kembali pertanyaan pamannya itu. Beberapa jam yang lalu, ia memantapkan dirinya untuk ikut. Tetapi, kenapa sekarang ia jadi ragu-ragu?
Tangannya menggenggam sebuah benda. Benda yang pernah ia tinggalkan pada seseorang. Sohyun membuang nafasnya berat.
'Pergi saja kalau begitu. Bawa ini! Kalau kau memang ingin menyingkirkan kenangan burukmu, maka bawa kembali barang pemberianmu.. dan buang jauh-jauh. Aku tidak ingin kau menyesal suatu saat karena kau pernah meninggalkan barang ini padaku.'
'Kenapa diam saja?'
'Jadi aku memang salah satu kenangan buruk yang ingin kau tinggalkan itu, Sohyun?'
Sohyun memijit kepalanya.
'Simpan itu. Besok pagi kita akan berangkat ke Anyang. Jangan lupa, kemasi barang-barangmu setelah ini!'
'Mulai besok, kita akan pindah ke Anyang, Sohyun. Kita tinggal bersama Paman Namgyun. Kakak juga akan mencari pekerjaan disana..'
'Sudah berani ya kamu membantah Kakakmu sendiri?!'
'Berhentilah bersikap kekanak-kanakan! Kau sudah 17 tahun! Jadilah lebih dewasa! Kalau Kakak bilang besok akan pindah, maka jangan membantah!'
Ah. Sohyun pusing. Siapakah yang sebaiknya dia pilih?
Ia tak ingin meninggalakn Min Yoongi. Karena, secara tidak sadar lelaki pengidap skizofrenia itu telah menyita perhatiannya dan Sohyun menyediakan sebagian ruang di hatinya untuk lelaki tersebut. Sohyun tak tega pergi dari kehidupan sahabat barunya itu. Sementara lain, Sohyun merasa bersalah karena tidak mengikuti perintah kakaknya untuk pindah ke Anyang sebelum kakaknya meninggal. Sohyun hanya ingin kakaknya tenang di alam sana dengan memenuhi tuntutannya untuk tinggal bersama sang paman.
Apa yang harus aku lakukan?
"Sohyun.."
"Sohyun!!"
Lagi-lagi Sohyun tersadar dari lamunannya oleh Paman Namgyun.
"Iya, Paman?"
"Ponselmu berbunyi dari tadi.."
"Oh, sungguh?"
Sohyun pun mengecek ponselnya yang ada di dalam tas. Tertulis nama Yoongi disana. Diangkat atau tidak? Sohyun dilema. Kalau ia mengangkat telepon Yoongi, ia akan semakin berat meninggalkan Seoul dalam 15 menit lagi.
Dan pilihan Sohyun pun jatuh untuk me-reject panggilan tersebut.
'Baiklah. Mari lupakan semua yang pernah aku lakukan disini.. aku akan memulai hidupku dari awal..'
Sohyun menonaktifkan ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas.
"Kenapa tidak diangkat?"
"Nomor tidak dikenal, Paman."
"Oh.."
"Itu dia keretanya! Siapkan barang-barangmu!"
Sohyun meneliti kembali barang bawaannya tanpa tersisa satu pun. Ketika alat transportasi yang merayap di atas rel tersebut berhenti, barulah dia naik menuju ke gerbong ketiga. Ia menyamankan posisi duduknya. Ia melirik ke luar jendela dan mulai memejamkan mata.
Dug! Dug! Dug!
Sohyun terganggu dengan suara ketukan kaca yang ada di sebelahnya. Tepat saat ia membuka mata, kedua butir keteduhan yang tak pernah kehilangan keceriaan itu melintas di hadapannya.
"Daniel?"
'Sohyun, jangan pergi! Keluarlah..!'
Sohyun tak dapat mendengar suara Daniel karena terhalang oleh kaca tebal serta suara riuh penumpang di sekelilingnya. Tetapi, dari ekspresinya sepertinya Daniel tidak ingin Sohyun pergi.
Dug! Dug! Dug!
Daniel tidak menyerah memukul-mukulkan kepalan tangannya ke kaca jendela kecuali sampai Sohyun ingin keluar dan berbicara padanya. Sohyun pun mulai canggung dan malu, para penumpang yang lain merasa terganggu akan tindakan Daniel. Dan mereka pun tau, siapa yang ingin dicuri perhatiannya oleh Daniel.
"Nona! Temui pacarmu itu! Dia mengganggu tidurku!"
"Iya, Nona. Dia menganggu kami semua!"
Terdengar protes beberapa penumpang.
"Sohyun, keluarlah."
Kini giliran pamannya yang menyuruhnya keluar.
"Tapi Paman.. sebentar lagi kereta akan berangkat.."
"Tidak masalah. Paman tau, kau masih berat hati meninggalkan teman-temanmu."
Sorot mata paman Sohyun sangat sugestif, berhasil mengomando gadis itu untuk turun dan menyapa sahabatnya yang risau.
"Paman..."
Lirih Sohyun kembali sebelum pamannya sendiri yang mengambilkan koper Sohyun dari rak atas dan mendorong Sohyun keluar.
"Paman akan lebih bahagia dan rela jika kau menuruti kata hatimu. Jangan pernah memaksakan diri, Sohyun.. Kakakmu tidak akan suka hal itu. Pergilah.."
Suara bel keberangkatan kereta dibunyikan. Dengan tergesa, Sohyun menuruni gerbongnya. Tentu ada rasa kelegaan di dalam hati yang tidak bisa ia deskripsikan. Yang jelas, ia begitu bahagia!
"Daniel!"
Sohyun melambaikan tangannya pada pria yang tertunduk pasrah di atas lututnya. Seseorang yang tampak begitu kehilangan sebagian hidup dan masa depannya. Kang Daniel, pria yang belakangan ini begitu diperhatikan Sohyun.
"Sohyun?!"
Tak perlu menunggu waktu lama, Daniel berlari dan mendekap tubuh kecil Sohyun. Tak ingin membiarkan gadis manisnya itu berhambur jauh dari pandangan. Seperti biji dandelion yang terkoyak kesejukan pagi, Daniel ingin menjadi lahan dimana dandelion tersebut hendak tumbuh berbunga dan berkembangbiak.
"Jangan pernah tinggalkan aku.."
"Dasar gadis nakal!"
Kata Daniel sembari mencubit pipi kiri sahabatnya. Kesal? Sudah pasti dia kesal. Kalau saja tadi pagi Daniel tidak berkunjung ke kontrakan Sohyun, pasti ia tak dapat bertemu dengan sahabat kecilnya lagi. Mungkin juga akan sulit menemukan Sohyun di daerah Anyang, gadis itu sangat pandai menyembunyikan diri.
Pernah sekali Daniel marah kepada Sohyun sebab Sohyun tidak sengaja menghilangkan buku PR-nya di sekolah menengah pertama. Seharian Daniel mencari Sohyun, tapi tak ketemu juga. Keesokan harinya, Sohyun menampakkan diri dan meminta maaf dengan menyalin keseluruhan isi buku dengan tulisan tangannya sendiri. Rupanya, Sohyun mengerjakan PR tersebut semalaman di dalam gudang rumahnya.
"Maaf.. aku janji tidak akan pergi tanpa berpamitan padamu."
"Tidak. Aku tidak pernah ingin kau pergi, meskipun kau berpamitan padaku, aku tidak akan pernah mengizinkanmu! Kecuali..."
"Kecuali apa?"
"Kecuali jika kau pergi bersamaku di masa depan nanti.."
"Maksudnya?"
"Saat kita menikah.. kau bebas pergi kemanapun kau mau, bersamaku. Hanya aku."
Sohyun terpelongo. Sedetik kemudian ia memukul lengan Daniel dan menganggap ucapannya sebagai lelucon belaka.
"Ayo pulang."
...........................
Sohyun tidak bisa memejamkan kedua matanya malam ini.
Ini pertama kalinya Sohyun tidur tanpa kehadiran sang kakak di kontrakan tersebut. Bayang-bayang sang kakak kerap kali melintas. Entah itu saat ia makan bersama Daniel tiga jam yang lalu, maupun saat Sohyun iseng menonton TV sendirian setelah Daniel pulang.
Aroma telur gulung buatan kakaknya serasa meresap di indra penciuman. Sosok tubuh tinggi dan tampan yang memakai celemek yang sedang beraktivitas di area dapur menyadarkan kembali bahwa Sohyun belum bisa melupakan kesedihannya akan kerinduan pada sosok Jin.
Waktu terasa begitu cepat. Tidak adil. Dan tidak masuk akal. Kenapa kakaknya bisa terbunuh? Padahal selama ini kakaknya tak terlibat dendam dengan siapa pun. Meski kakaknya pernah mengalami krisis keuangan, ia tak pernah meminjam pada tokoh renternir yang suatu saat mungkin saja menyebabkan nyawa kakaknya melayang kalau tak segera melunasi hutang-hutang.
Apakah tempramen kakaknya yang menyeretnya pada kematian?
Polisi bilang, motif pembunuhan bukanlah perampokan. Melainkan, atas tudingan balas dendam.
Selain itu, Sohyun tak bisa tertidur nyenyak karena sejak tadi Yoongi tidak membalas teleponnya. Apakah dia marah akibat Sohyun mengabaikan teleponnya berkali-kali?? Padahal ia tidak sabar menyampaikan kabar bahwa ia tidak jadi berangkat ke Anyang hari itu.
............................
"Mau kemana?"
Langkah Sohyun terhenti saat Daniel menahan lengannya yang tergerak laju.
"Aku mau ke kelas Yoongi."
"Buat apa?"
"Dia tak menjawab teleponku semalam. Aku cemas."
Daniel membisu. Rupanya, Sohyun benar-benar tak menganggap serius ucapannya di stasiun kemarin.
"Baiklah. Aku temani.."
Dan bersama Daniel, yang sesungguhnya sedikit berat menuruti niat Sohyun menemui Yoongi, Sohyun mempercepat langkah kakinya menuju kelas kedua dari ujung lorong depan untuk mencari pemilik kulit pucat yang menghantui pikirannya sejak semalam.
"Permisi, apa Yoongi ada di dalam kelas?"
"Yoongi?"
"Dia tidak masuk hari ini."
"Apa dia sakit?"
"Tidak tau. Kami sekelas tidak dapat kabar apapun dari keluarganya."
Keluarga?
Sohyun semakin prihatin pada Yoongi yang pernah bercerita bahwa ia sendiri terlupakan oleh orangtuanya. Sohyun kembali cemas. Perasaannya tidak enak sebelum ia bertemu dengan Yoongi.
"Bagaimana ini? Kenapa perasaanku jadi tidak enak, Niel?"
"Tenanglah, Sohyun. Mungkin dia memang ada urusan. Makanya tidak masuk sekolah. Atau.. mungkin dia membolos lagi.."
"Tidak. Aku yakin Yoongi tidak membolos. Dia pasti merasa tertekan saat ini... aku takut dia sakit karena banyak pikiran. Itu tak baik bagi mentalnya."
"Kenapa kau sangat perhatian pada anak itu, Sohyun?"
Sohyun membeku. Daniel menatap matanya serius, hawa panas mengalir lancar di sekujur tubuhnya menghadapi sambutan tidak menyenangkan dari pertanyaan Daniel.
"Apa kau menyukainya? Kau mencintainya?"
Mencintai Yoongi?
Sama sekali tidak terbersit di dalam benak Sohyun tentang cinta pada laki-laki itu. Ya, sempat ia merasakan guncangan aneh terjadi pada jantungnya saat Yoongi bersikap lembut. Sayanganya, Sohyun tidak terlalu sensitif untuk hal-hal berbau cinta. Mungkin.. hanya sekadar 'suka' dan 'peduli'.
"Ia hanya begitu spesial bagiku."
"Spesial? Apa kau tau apa arti spesial yang sesungguhnya? Bagaimana dengan perasaanmu padaku? Apa aku juga se-spesial dia?"
"Cukup Daniel! Ini bukan saatnya kita berdebat hal yan tidak penting! Kita harus mencari informasi tentang Yoongi!"
"Hal tidak penting?! Bagaimana kau bisa mengatakan bahwa perasaanku padamu tidak begitu penting?? Tidakkah kau tau, kau sangat berharga di dalam hidupku, Sohyun! Aku seperti ini karena AKU MENCINTAIMU!"
Sohyun tercekat.
Astaga, otak Sohyun tidak bisa diajak kompromi saat ini. Belum juga ia menuntaskan rasa gelisahnya, Daniel malah membuatnya semakin menjadi-jadi. Kenapa Daniel baru mengungkapkannya sekarang??
Semua terlambat. Sohyun sudah lama membuang rasa tertariknya pada Daniel bertahun-tahun lalu. Baginya, Daniel adalah sosok sahabat sekaligus keluarganya. Tidak lebih. Sayangnya, mindset tersebut telah terpasang permanen. Akan sulit jika Sohyun menerima cinta Daniel. Itu akan terdengar aneh dan asing baginya kalau harus menyandang status 'kekasih' suatu hari nanti.
"Maaf, Daniel. A-aku.. harus pergi.."
Sohyun memilih kabur dari situasi menegangkan itu.
"Lihat. Kau menolakku barusan Sohyun.. sudah jelas bahwa Yoongi adalah pria yang kau sukai."
Gumam Daniel penuh kekecewaan.
"Padahal, aku yang lebih dulu hadir dalam hidupmu dibandingkan dia. Aku yang paling mengerti kesedihan maupun kebahagiaanmu."
...........................
Sudah dua hari ini Sohyun menjauhi Daniel. Beberapa kali Daniel mendekatinya, Sohyun selalu punya alasan untuk menghindar.
Entah kenapa, sejak Daniel menyatakan perasaannya tempo hari, Sohyun jadi semakin canggung bila bertemu Daniel. Rasa menyesal juga meliputinya. Seharusnya, hal seperti itu tidak pernah terjadi! Seharusnya tidak pernah ada cinta di antara ikatan persahabatan! Itu hanya akan menyakiti perasaan satu sama lain.
Sohyun meringkuk di atas kasurnya. Selama dua hari ini, ia juga mengunjungi rumah paman Yoongi. Namun, ketika ia membunyikan bel, mengetuk pintu bahkan jendela kaca rumah tersebut, tak pernah ada yang merespon.
Belakangan, ia mendengar kabar bahwa Wendy juga menghilang. Bersamaan dengan Yoongi, keduanya tak terdeteksi. Tak ada informasi, apakah mereka sakit atau membolos. Sama sekali tidak ada.
Drrt... drrt... drrt....
Ponsel Sohyun bergetar. Ada sebuah panggilan masuk. Melihat sebuah nama tertera di layar ponselnya, mata Sohyun berbinar riang.
"Halo, Yoon?? Kau dimana?? Aku mencarimu berhari-hati tapi kau--"
Tiba-tiba, Sohyun menjatuhkan ponselnya di lantai. Sirat ketakutan muncul di balik ekspresinya. Sebuah keterkejutan dan kengerian hadir dalam satu waktu.
Bunyi gesekan benda tajam yang di asah mendadak muncul. Di balik itu, terdengar suara rintihan seorang gadis yang memohon untuk diampuni dan dilepaskan. Suara yang sungguh membuat jantung Sohyun berhenti berdetak dalam sekejap.
Jleb! Jleb! Jleb!
Tiga kata sederhana itu melambangkan suara tusukan pisau pada permukaan benda yang empuk, tusukan yang diiringi jeritan wanita yang tidak asing bagi Sohyun.
"Wen.. Wendy....."
Keringat dingin meluncur dari pelipisnya.
Kenapa suara itu keluar dari panggilan Min Yoongi??
Apa yang terjadi??!!
To be Continued..
Maaf.. telat update. :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro