Cp. 19 | Kesempatan yang Menggiurkan
Langit telah kembali cerah setelah beberapa waktu yang lalu terlihat mendung. Udara yang terasa sejuk membuat Han Mi malas untuk melakukan kegiatan berat. Hari masihlah pagi, setelah selesai berpakaian dan melakukan jamuan makan pagi ia memilih untuk terduduk menikmati pemandangan dari paviliun kecil yang berada di tengah danau Sui Ren dengan ditemani sebuah novel roman di tangannya.
Netra biru itu menatap bingung ke arah Dayang dan Kasim yang berlalu lalang di jalan besar kejauhan sana. Mereka begitu sibuk seperti akan melakukan acara besar, ataupun mempersiapkan sesuatu untuk menyambut tamu penting. Namun, Han Mi tak ambil pusing dengan apa yang dilihatnya itu, karena menurutnya kegiatan yang mereka lakukan sama sekali bukan urusannya.
"Ah ... hidupku kenapa sama seperti di dalam novel ini sih? Selalu saja mencari cara dan mencobanya untuk terhindar dari si Iblis sialan itu."
"Hamba telah membawakan sedikit camilan untuk menemani waktu luang Yang Mulia Permaisuri," ucap Dayang Liu yang baru saja tiba dengan sebuah nampan di tangannya.
Han Mi segera membenarkan posisi duduknya, menatap Dayang Liu yang sedang meletakkan nampan tersebut secara hati-hati di atas meja batu di hadapan Han Mi. Setelahnya, Han Mi mengalihkan pandang untuk menatap sekitarnya. Lagi, ia melihat para Dayang dan Kasim masih begitu sibuk, hingga pada akhirnya Han Mi bertanya langsung pada Dayang Liu.
"Apakah akan ada perayaan penting dalam waktu dekat ini?" tanya Han Mi tanpa mengalihkan pandang dari sana.
Dayang Liu seketika menatap sang Permaisuri, kemudian mengikuti ke mana arah pandang sepasang mata indah tersebut. "Menjawab Yang Mulia Permaisuri. Mereka sedang melakukan penerimaan pasokan makanan ke Istana Kekaisaran untuk bulan ini. Di karenakan para prajurit telah kembali dari medan perang, maka kali ini kebutuhan dapur pun menjadi berkali-kali lipat dari sebelumnya," jelas Dayang Liu dengan penuh hormat.
"Hm ... aku mengira bahwa Bixia akan melakukan sebuah perayaan, ternyata bukan ya ...," gumam Han Mi. Tangan kanannya yang menggenggam sebuah novel terangkat ke atas. "Aaah, aku bosan sekali."
Melihat dan mendengar apa yang diucapkan oleh sang Permaisuri, Dayang Liu mencoba menawarkan sesuatu yang bisa ia lakukan. "Apakah Yang Mulia Permaisuri ingin berjalan-jalan keluar Istana Zihuā?"
"Memangnya bisa? Aku tak ingin cari masalah dengan orang itu lagi." Dengan malas Han Mi menyanggah kepalanya menggunakan tangan kiri. Tatapannya tertuju lurus pada permukaan danau yang begitu tenang.
"Hari ini Bixia akan mengadakan pertemuan siang hari di Istana Wēiyán. Menurut hamba, tidak apa jika Yang Mulia Permaisuri ingin mencari sedikit suasana yang berbeda," jelas Dayang Liu seraya menunduk penuh hormat.
Tiba-tiba saja Han Mi menengok ke arah Dayang Liu, menatap wanita paruh baya itu dengan ekspresi terkejut. Ia benar-benar merasa tak percaya bahwa akan ada peluang seperti itu. Aku harus memakai kesempatan ini! batin Han Mi.
"Akan tetapi, setelah itu ... hamba mohon supaya Yang Mulia Permaisuri segera mengerjakan laporan yang belum terselesaikan," lanjut Dayang Hui.
Kau sungguh pandai membuatku tak berkutik. Dalam sekejap, tatapan mata Han Mi berubah. Netra biru itu menatap malas ke arah Dayang Liu. "Memangnya apa lagi yang harus kukerjakan?" Ia langsung menyandarkan kepalanya pada tiang kayu yang berada di belakang.
"Menjawab Yang Mulia Permaisuri. Laporan keuangan lagi, Yang Mulia. Meskipun di Paviliun Chang tidak ada satu pun selir, tetapi ada biaya yang diperlukan untuk perawatan Paviliun tersebut. Tak hanya Paviliun untuk para selir, Istana Kuinmaza yang merupakan Kediaman Yang Mulia Ibu Suri pun juga sama. Dua bangunan ini membutuhkan perawatan khusus."
"Aaa--tidak bisakah kau saja yang mengerjakannya? Aku sangat malas jika sudah berhubungan dengan angka."
"Menjawab Yang Mulia Permaisuri. Tentu saja hamba tidak dapat melakukannya karena hamba tidak memiliki wewenang untuk melakukan hal tersebut, dan hanya Yang Mulia Ibu Suri atau Yang Mulia Permaisuri yang mendapatkan wewenang untuk mengerjakan hal tersebut."
"Meskipun menyebalkan, tapi yasudahlah aku akan menyelesaikannya sekarang, dan setelahnya ... aku ingin beristirahat," kata Han Mi pada akhirnya. Ia bangkit dari duduk, kemudian berjalan melewati Dayang Liu yang masih berlutut.
"Baik, Yang Mulia Permaisuri."
***
Hari sudah semakin siang, dan kini Han Mi telah berada di dalam kamar peraduannya. Berdalih pada Dayang Liu bahwa ia ingin beristirahat, jangan mengganggunya hingga jamuan makan malam tiba.
"Dia percaya sekali dengan ucapanku tadi." Han Mi memegangi perutnya yang mulai terasa sakit akibat tertawa secara terus menerus, "aduh ... sudahlah. Sekarang aku harus keluar dulu, mencari jalan supaya bisa pergi dari sini sesegera mungkin." Kali ini Han Mi terpikirkan cara lain, pandangannya menatap wajah milik Hwang Lien Tianba dalam pantulan cermin.
"Hwang Lien Tianba, setidaknya ... aku berterima kasih dengan wajahmu yang terlihat tampan ini. Meskipun kau adalah wanita, tetapi tak memungkiri bahwa kau juga terlihat tampan di saat yang bersamaan. Haah ... sungguh gen yang luar biasa unggul," kata Han Mi seraya mengusap wajah yang bukan miliknya itu. Hebat, aku terlihat sangat tampan. Hihi, batinnya lagi.
Sebelum Han Mi memutuskan keluar dari kamar, ia menyempatkan diri untuk melihat keadaan sekitar melalui celah kecil dari jendela yang sedikit terbuka. Setelah dirasa aman Han Mi segera keluar dan berlari dengan gerakan cepat menuju sisi bangunan yang jarang dilalui oleh orang-orang yang berada di Istana tersebut.
"Semoga ini berjalan sesua--"
"Kamu serius mau ke luar? Bagaimana kalau nanti Dayang Liu mengetahuinya?" Suara seorang wanita dari arah depan sana langsung membuat Han Mi bungkam, dan merapatkan tubuhnya pada tiang penyangga di sebelah kanannya.
"Tidak akan, asalkan kamu tidak memberitahukannya kepada beliau. Ah ... ayolah Ming'er*. Tolong bantu aku sekali ini saja, kumohon ... ya?" Seorang gadis berusia sekitar 18 tahun itu terlihat memohon dengan sangat pada temannya. Tangannya membawa sebuah bungkusan kain berukuran sedang.
Ada yang ingin keluar secara diam-diam juga? Sepertinya aku bisa menggunakan kesempatan ini, batin Han Mi seraya terkekeh pelan saat membayangkan kesempatan menggiurkan itu.
"Masa, hanya karena ingin bertemu kakakmu itu kamu harus begini?" Temannya yang berdiri dihadapannya memasang ekspresi tidak suka. Ujung Hanfu berwarna abu-abu muda yang dikenakannya sedikit berkibar tertiup angin.
"Bukan hanya! Fuyan Gege* sangat mengerti aku, dan lagi ... perjalanannya kali ini sangatlah jauh, kau tahu Kota Feng yang ada di Perbatasan benteng Selatan Kekaisaran? Argh ... ayolah Ming'er tolonglah aku kali ini saja. Lagi pula aku tak akan pernah mendapat izin hanya untuk masalah seperti ini," ujar gadis itu penuh permohonan.
Wanita bernama Ming itu terlihat berpikir sejenak, menimbang-nimbang apakah ia harus membantunya atau tidak. "Yasudah ... tapi, kau kan sendirian ... apakah tidak masalah? Perlukah aku--"
"Tidak--"
"Sepertinya tadi aku mendengar ada yang ingin keluar dari Istana Kekaisaran ...." Han Mi seketika muncul, berjalan mendekat ke arah dua Dayang tersebut. Sebisa mungkin ia mengatur suaranya supaya terdengar sedikit seperti seorang pria.
Ekspresi terkejut terlihat jelas di wajah Ming dan temannya. "K-kau! Siapa Kau!" seru gadis tersebut tertahan.
Han Mi merasakan adanya kecanggungan. Namun, ia segera mengatur ekspresinya kembali. "Ah, tenang saja, aku adalah Kasim yang kebetulan sedang lewat." Ia menggaruk pipinya pelan.
"Kami sedang tidak merencanakan sesuatu seperti itu," sanggah Ming cepat. Tatapannya yang penuh selidik tertuju lurus pada Han Mi. Melihat secara detail penampilannya mulai dari rambut yang dikuncir kuda dengan ikat kepala di dahi, poninya di sisi kanan dan kiri yang dibiarkan begitu saja. Hanfu berwarna hitam dan sedikit warna putih di beberapa bagian, lalu sebuah pedang tersampir di sisi kanannya.
Penampilannya benar-benar telah sempurna! Di era tersebut semua pria menggunakan gaya rambut dikuncir kuda sebagai salah satu identitas bahwa mereka adalah pria, jadi ... tak mungkin ada yang mencurigainya bahwa ia adalah perempuan. Di tambah lagi ... tonjolan di dada milik Hwang Lien Tianba tak terlalu terlihat dan itu sangat menambah keuntungan bagi Han Mi.
"Kasim ... Ah! Kumohon jangan beritahu kepala Dayang Liu perihal ini." Gadis itu langsung membungkuk memohon saat melihat tatapan tajam dari Han Mi.
"Hey!" Ming menengok ke arah depannya dengan kaget, "kamu kebiasaan! Tidak bisakah kita bekerja sama untuk mengelak sedikit?" Ming memutar bola matanya malas, kemudian menatap Han Mi penuh kebencian.
Bagus! batin Han Mi. "Aku bisa mengabulkan permintaanmu itu." Han Mi mengangkat tangan kanannya kemudian menggerakkannya dari arah kanan kemudian ke kiri tepat di depan bibirnya seperti ia sedang mengunci bibirnya, "asalkan dengan satu syarat." Sebuah senyum tipis langsung tersungging di bibir Han Mi.
Si gadis dan Ming terlihat saling pandang, kemudian menjawab secara bersamaan, "Apa syaratnya?"
"Mudah," kata Han Mi seraya mendekat, "Izinkan aku untuk pergi bersamamu. Aku juga ada keperluan mendesak di luar Istana," bisik Han Mi kemudian memundurkan tubuhnya, "bagaimana?" lanjut Han Mi.
Dua Dayang di hadapannya terlihat berpikir hingga akhirnya salah satu di antara mereka berbicara. "Setuju," ucap gadis tersebut.
"Oke, mari kita pergi segera," ajak Han Mi setelah mendapat persetujuan.
"Eh?"
"Apa lagi? Kalian berdua kan sudah selesai berbicara? Maka ayo segera tunjukkan jalan rahasianya kepadaku. Aku sedang dalam kondisi sangat mendesak!" sergah Han Mi cepat.
Seharusnya aku yang berkata demikian. Kenapa dia malah mengambil dialogku? batin gadis tersebut kesal. "Ming'er. Aku pergi dulu." ucap gadis itu seraya melambaikan tangannya di udara. Sebuah senyum sumringah terlihat jelas dibibir tersebut, merasa lega karena pada akhirnya ia dapat pergi untuk bertemu Kakaknya.
"Hhm ... berhati-hatilah. Hey pemuda tampan, awas jika kau berbuat hal yang tidak senonoh pada Chao'er-ku." Ming mengangkat tangan kanannya seraya memberikan isyarat memotong leher ke arah Han Mi.
"Tenang saja. Aku bukanlah pria seperti itu," kata Han Mi. Iyalah, karena aku ini adalah wanita! Ternyata penyamaran berhasil, melarikan diri juga sedang dalam proses, pikir Han Mi. Setelahnya mereka berdua berjalan melalui sebuah lubang berukuran sedang di tembok yang tertutup semak-semak di dekat sana.
Sungguh hebat, gadis ini tahu jalan untuk melarikan diri dengan mudah, dan sedari tadi tidak ada satu pun penjaga yang terlihat, batin Han Mi seraya terus mengikuti langkah Chao dari belakang.
Beberapa waktu telah berlalu. Pada akhirnya mereka berhasil keluar dari Istana Kekaisaran. Kini Han Mi dan Chao sudah berada di Ibu Kota Rongyu setelah berjalan cukup jauh. Walaupun merasakan lelah yang teramat karena harus berjalan kaki, tetapi Han Mi tak mempermasalahkan hal tersebut. Setidaknya ia telah berhasil keluar dari sangkar yang selalu mengekangnya, dan yang paling utama ialah ... ia berhasil menjauh dari Kaisar Zhun!
"Berhubung kita telah sampai di Ibu Kota, dan memiliki tujuan masing-masing ... maka kita akan berpisah di sini," ucap Han Mi pada Chao yang menatap ke arahnya.
Tanpa berbicara gadis itu mengangguk pelan dengan ekspresi tak rela. Eh? Han Mi yang melihat adanya sedikit keanehan pada Chao segera berpikir cepat. Tangannya mengeluarkan lima keping koin emas dan menaruhnya pada telapak tangan gadis itu.
"Ini, ambilah. Kita tak akan pernah bertemu lagi. Jadi, aku akan memberikan ini sebagai rasa terima kasihku padamu. Aku sudah tidak punya hutang apapun lagi."
Seketika, semburat merah muncul di pipi gadis tersebut. Dia begitu tampan ... dan sangat baik hati ..., batin Chao. Tangannya menerima koin tersebut dengan perasaan bahagia.
Aah! Tidak bisa, tidak boleh, sepertinya ia jatuh cinta pada sosoknya Hwang Lien Tianba yang seperti laki-laki begini. Han Mi menggaruk kepalanya yang tiba-tiba menjadi gatal. Aduh ... ini bisa gawat, batinnya frustrasi.
"Karena Chao sudah menerimanya ... maka, aku harus segera pergi untuk bertemu istriku," bohong Han Mi yang sebenarnya merasa tak tega, tapi apa boleh buat. Ia tetap harus melakukan hal tersebut demi kebaikan bersama.
"Ha?" Ekspresi terkejut seketika tercetak jelas di wajah gadis bernama Chao itu. Ia merasa tak percaya bahwa pria tampan di hadapannya telah memiliki seorang istri.
Ah! Apa aku gila? Dia telah memiliki seorang istri, bagaimana bisa aku menyukainya seperti ini? batin Chao. "E--eh? Ba--baiklah."
Setelah menyelesaikan urusannya dengan Chao, Han Mi segera berjalan menjauh dari gadis tersebut. "Haah ... tadi itu bahaya sekali," gumam Han Mi seraya terus berjalan dengan perasaan bahagia dan lega di jalanan ibu kota Rongyu.
.
.
Bersambung.
.
Glosarium :
* 'er : Panggilan sayang pada seseorang / seorang anak.
* Gege : Kakak / Kakak Laki-laki
.
.
Naskah :
Jakarta, 11 Juli 2020
Publish :
Jakarta, 13 Juli 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro