Cp. 18 | Iblis yang Mengerikan
"Prajurit yang di sana berada di bawah pengawasan siapa?" tanya Kaisar Zhun dengan ekspresi tidak suka.
"Y—Ya?" Kasim Wu langsung mengangkat kepalanya, menatap ke arah Kaisar Zhun kemudian mengikuti arah pandang sang Kaisar.
Netra cokelat itu menatap bingung ke arah pemandangan yang tersaji di depan. Tak ada prajurit, dan hanya terdapat sebuah danau yang terbentang luas dengan pepohonan serta hutan bambu di seberang danau.
"A--ampun Bixia, maksud Anda ... prajurit yang mana?" tanya Kasim Wu sedikit takut-takut.
"Kau lihat di sana? Dia yang tengah melakukan sesuat—" Kaisar Zhun langsung menghentikan ucapannya saat melihat Kasim Wu yang berada disampingnya. Pria tua itu sedang bergeser sedikit demi sedikit untuk melihat ke arah yang dimaksud olehnya.
Pandangan Kaisar Zhun seketika berpaling pada dua orang yang lain, istrinya dan Jenderal Li yang sedang menatap ke arah yang tadi dimaksud olehnya dengan ekspresi bingung. Mencari-cari di mana letak manusia yang Kaisar Zhun sebutkan, tetapi ... tetap saja mereka tak menemukan adanya prajurit tersebut.
Kasim Wu yang sudah putus asa tak melihat apapun segera menatap ke arah kaisar Zhun. "Ah! A--ampun Bixia, hamba--"
"Haah ... Zhen melupakan perihal ini." Tangan kirinya terangkat, menyentuh dahinya yang kemudian turun perlahan hingga menutupi kedua matanya, "kau pasti tahu--" lanjut Kaisar Zhun, tetapi seketika menghentikan ucapannya, "lupakan saja."
Han Mi yang mendengarkan hanya terdiam membisu, ia sungguh tak mengerti apa maksud dari percakapan yang berlangsung di hadapannya itu. Tahu apa? batin Han Mi.
Kasim Wu dan Jenderal Li terdiam, berusaha mengingat sesuatu, dan saat itu juga tersentak. Mereka berdua segera berlutut. "A—ampun Bixia, kasim tua ini telah melupakan sesuatu yang sangat penting."
"Begitu pun dengan hamba. Mohon Bixia mengampuni kecerobohan kami ini." Jenderal Li menangkup kedua tangannya ke arah depan dengan gerakan yang tegas.
Kaisar Zhun yang melihat hal tersebut lagi-lagi hanya menghela napas tak berdaya.
Meskipun ia adalah seorang Kaisar yang terkenal dengan kepemimpinannya yang kejam dan bengis di medan perang, tetapi sejujurnya ia masihlah dapat bersikap lunak terhadap seseorang yang sangat mempercayainya. Salah satunya adalah Kasim Wu yang telah melayaninya sejak masa kanak-kanak dulu, dan sudah Kaisar Zhun anggap seperti keluarganya sendiri.
Sang Kaisar mengalihkan pandang ke arah di mana ia melihat sosok prajurit tersebut, yang tengah melakukan hal tak senonoh di dalam wilayah pribadinya. Kedua matanya terpejam seraya berucap, "Li Jianjun, berikan pedangmu kepada Zhen."
Eh? Untuk apa? batin Jenderal Li penuh tanya. Meskipun ia merasa bingung, tetapi tangannya tetap memberikan pedangnya sesuai perintah sang Kaisar. Menyodorkan dengan dua tangan ke arah depan. Tepat setinggi kepalanya yang tertunduk hormat.
Setelah menerima pedang pribadi milik Jenderal Li, Kaisar Zhun menyiapkan kuda-kuda. Han Mi dan Kasim Wu yang berada di dekat Kaisar Zhun seketika mengerutkan keningnya bingung. Sebuah tanda tanya besar mulai muncul di dalam otak mereka saat melihat gerakan tersebut. Akan tetapi, tidak dengan Jenderal Li. Ia sudah mengetahui pasti gerakan khas milik sang Kaisar itu.
Jadi, di sana memang benar ada prajurit yang telah bertindak di luar batas, ya? Hebat! Bahkan dia berani untuk melakukan hal tersebut di wilayah pribadi pria ini. Jenderal Li menggaruk pelipisnya yang tiba-tiba saja gatal dengan rasa sedikit frustrasi.
Tangan kanan Kaisar Zhun yang menggenggam pedang milik Jenderal Li terangkat hingga membentuk siku ke arah belakang, bersiap menghunuskan pedang tersebut ke depan. Dalam gerakan pelan Kaisar Zhun mulai mengatur pernapasannya.
Sesaat kemudian Ia menggunakan tenaga dalamnya, memberikan tekanan yang sangat kuat di tangan kanannya. Mendorong pedang tersebut hingga meluncur lurus dengan kecepatan kilat ke arah yang dituju oleh pria bertubuh tinggi itu.
Suaranya yang ditimbulkan terdengar amat mengerikan, membuat ketiga orang di sana terpaku menatap kejadian di depannya. Seakan seperti sebuah mimpi. Tepat setelah Kaisar Zhun meluncurkan pedangnya, sebuah teriakan wanita terdengar menggelegar dari arah hutan bambu di seberang sana. Lagi, hal itu sukses membuat Han Mi, Jenderal Li dan juga Kasim Wu saling berpandangan dengan perasaan takut yang mulai menyelimuti hati mereka.
Ah ... barusan dia membunuh orang lagi ..., batin Han Mi. Tangannya langsung bertaut di balik lengan hanfu-nya yang panjang. Meremas jarinya satu sama lain dengan perasaan resah juga ketakutan yang mulai menyebar.
Jika aku melakukan kesalahan, apakah ia akan melakukannya seperti ini juga? Membunuhku dalam sekali ayunan pedang, memenggal kepalaku ataupun menghunus jantungku dengan pedang miliknya? batinnya lagi. Netra biru itu berubah sendu, menatap sang Kaisar yang sedang berdiri dengan tatapan tajam pada satu titik diseberang sana.
Aku hanya akan membunuh prajuritku. Berterima kasihlah karena aku mengampuni nyawamu, wahai wanita rendahan, batin Kaisar Zhun seraya terus menatap seseorang yang tengah dalam ketakutan teramat sangat di dalam hutan bambu miliknya.
Di lain sisi, keadaan di dalam hutan bambu terlihat begitu mengerikan. Ujung pedang yang sangat tajam itu menembus leher prajurit yang ditargetkan oleh Kaisar Zhun. Terlihat mencuat dengan darah yang berceceran. Mengalir deras bagaikan keran air yang terbuka.
Tubuh tak beryawa itu meluruh ke atas tanah hingga membuat wanita yang bersamanya sejak awal langsung merangkak dengan penuh ketakutan. Tubuhnya gemetar hebat dalam balutan hanfu sederhana yang telah terbuka setengah. Menampilkan bahu berkulit putih mulus dan beberapa tanda kecupan di sana-sini.
"To-tolong ...," mohonnya dengan suara bergetar hebat. Pandangannya menatap ke arah tangan yang telah berlumuran darah. Begitu pun pakaian yang dikenakannya. Wajahnya kini terlihat sangat pucat, beberapa cipratan darah juga sempat mengenai wajahnya.
"Di-dia telah mati ...," lirih wanita itu untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
***
"Hormat kepada Tuan Agung Kekaisaran Zhun, Sang Dewa Peperangan. Zhang Junda datang untuk melapor kepada Bixia Huang di," ucap Zhang Junda dengan suara pelan dan penuh hormat.
Kaisar Zhun yang masih membaca beberapa laporannya, sama sekali tak terganggu dengan kedatangan secara tiba-tiba pria berusia 20-an itu. "Katakan," perintah Kaisar Zhun tanpa mengalihkan tatapannya dari laporan yang sedang dipegangnya saat itu.
"Hamba telah memeriksanya. Sama seperti dalam laporan yang telah hamba kirimkan kepada Bixia beberapa hari lalu. Hingga hari terakhir hamba melakukan pemantauan di sana perbatasan Selatan benteng Kekaisaran tak ada tanda-tanda bahwa pasukan Kekaisaran Jiang mendekat. Begitu pun dengan kondisi benteng di Barat Daya, pasukan Kekaisaran Wen masih dalam posisi mereka, tak ada yang mendekat untuk berinteraksi."
"Bagaimana dengan Zhou Heng?"
"Menjawab Bixia. Dalam 18 hari penyelidikan kemarin, hamba mendapatkan sedikit informasi mengenai Zhou Heng. Rubah seribu wajah itu tak pernah melakukan kerja sama dengan orang-orang Kekaisaran. Selain itu tidak ada lagi. Hamba tidak melihat dan menemukan adanya laporan tentang kemunculan Zhou Heng. Di sana pun tidak ada tanda-tanda pergerakan yang aneh, desas-desus tentangnya juga tidak ada. Sekan telah hilang ditelan bumi," jelas Zhang Junda.
Kaisar Zhun terdiam sesaat, "Keahliannya tak berkurang sama sekali. Rubah licik itu sangat pintar untuk menyembunyikan semuanya." Pandangan Kaisar Zhun beralih pada Zhang Junda yang sedang memberikan penghormatan di depan sana.
Tangannya yang memegang sebuah gulungan bambu--di mana terdapat laporan tentang pemerintahan yang kemarin sempat tertunda akibat perang--segera ia letakkan begitu saja di atas meja berkaki pendek tersebut.
Tangan kanannya perlahan terangkat dan menyanggah kepalanya dengan santai. "Kau yang seorang Prajurit bayangan kelas atas bahkan tak dapat menemukannya." Suaranya terdengar rendah. Namun, itu sangat mengerikan bagi Zhang Junda.
"Hamba memohon ampunan kepada Bixia." Pria muda itu semakin merunduk. Ia merasa bahwa Kaisar Zhun mulai marah kepadanya, suara yang biasa terdengar datar, kini terdengar rendah.
"Bukan itu yang Zhen inginkan," ujar Kaisar Zhun terlihat acuh tak acuh. Tangan kirinya membolak-balikkan sebuah laporan yang tertulis pada gulungan bambu lainnya di atas meja, "Zhen menginginkan informasi keberadaan Zhou Heng," lanjutnya dengan tatapan yang tertuju lurus pada Prajurit bayangan kepercayaannya di depan sana. Memperhatikan setiap jengkal pergerakannya.
Zhang Junda yang mendengar hal tersebut langsung mengangkat sedikit wajahnya, menatap Kaisar Zhun penuh penyesalan. "Bixia--"
Melihat hal tersebut, Kaisar Zhun mengembuskan napas pelan seraya memalingkan pandangannya kembali pada laporan yang menumpuk. "Bagaimana kondisi pertahanan di daerah sana?" potong Kaisar Zhun seketika. Memilih untuk mengalihkan sedikit pembicaraan saat melihat sesuatu dalam diri Zhang Junda. Sepertinya akan sedikit sulit jika ia harus mencari informasi mengenai Zhou Heng seorang diri, terlebih lagi sepertinya ia masih trauma akan kejadian masa lalu, batin Kaisar Zhun.
"Hamba menjawab Bixia Huang di. Pertahan di sana tidak ada perubahan dan semuanya masih terkendali seperti saat terakhir kali Bixia berkunjung."
"Xo Rue Mu?" tanya Kaisar Zhun dengan santainya.
"Kondisi Jenderal Xo sudah mulai membaik. Beliau juga telah mengemban tugasnya kembali. Beberapa orang diutus oleh beliau untuk memeriksa kondisi di luar benteng perbatasan. Ada pula prajurit kusus yang ditugaskan untuk berjaga di setiap jalur penting di luar benteng, di antaranya tiga jalur utama Yuzhe, Ro'en dan Wamei," jawab Zhang Junda dengan penuh hormat.
"Baguslah." Kaisar Zhun menegakkan tubuhnya, tangan kanannya segera membuka gulungan bambu lainnya yang berisi laporan keuangan, "untuk sementara waktu, Zhen ingin kau segera mencari tahu latar belakang Hwang Lien Tianba dan keluarga Hwang lagi. Secepatnya, lalu laporkan kepada Zhen," perintah Kaisar Zhun tanpa menoleh ke arah Zhang Junda.
Sepertinya, ini karena laporanku tentang teknik aneh yang kulihat waktu malam itu, saat Yang Mulia Permaisuri menggunakannya di pintu masuk pegunungan Piānlín, batin Zhang Junda.
"Baik Bixia. Hamba akan menjalankan perintah tersebut secepat mungkin." Zhang Junda menunduk seraya menaikkan tangan kanan yang terkepal dan tangan kiri yang saling bertaut hingga tepat di depan dahinya. Memberikan penghormatan terakhirnya sebelum ia pergi dari hadapan Kaisar Zhun. Tanpa berkata apapun Kaisar Zhun memberikan isyarat menggunakan tangan kirinya.
"Hamba memohon untuk undur diri dari hadapan Bixia Huang di." Setelahnya, Pria muda dengan tinggi 169 centimeter itu menghilang dengan gerakan sangat cepat. Kembali bersembunyi dibalik bayang-bayang kegelapan malam untuk mengawasi keadaan di sekitar sang Kaisar.
"Sudah berapa lama kau tak menampakkan diri di hadapanku, Zhou Heng?" Sebuah seringaian tercetak jelas di wajah Kaisar Zhun, "sungguh menarik, bagaimana bisa kejadian ini muncul secara bersamaan? Zhou Heng dan Hwang Mo Fen. Kau pikir dapat menyembunyikan sesuatu dariku bangsawan Hwang rendahan itu ...," desis Kaisar Zhun. Tangan kanannya meremas laporan yang berada di genggamannya dengan sangat kencang, hingga tanpa sadar membuatnya patah.
Kaisar Zhun kembali menyeringai, menampilkan ekspresi yang amat jarang ditunjukkannya itu. Di bawah sinar lentera seringai serta suara tawa Kaisar Zhun terlihat dan terdengar begitu menyeramkan.
Memecah keheningan malam di kamar peraduan Istana Zuēwáng hingga membuat bulu kuduk siapa pun akan meremang seketika.
.
.
Bersambung.
Naskah :
Jakarta, 10 Juli 2020
Publish :
Jakarta, 12 Juli 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro